Yakub atau
Israil tinggal di Mesir sejak ia datang untuk bertemu dengan anaknya, Yusuf.
Ketika beliau wafat mereka menguburnya di tempat di mana ia dilahirkan di
Palestina. Anak-anak Israil lebih memilih untuk hidup di Mesir di sisi Yusuf.
Keadaan Mesir, kebaikannya yang banyak, kelayakan tanahnya, dan keharmonisan
iklimnya merupakan daya tarik tersendiri bagi mereka untuk tinggal di dalamnya.
Anak-anak Israil tinggal di Mesir dalam tempo yang lumayan. Mereka menikah
sehingga jumlah mereka bertambah banyak. Berlalulah tahun demi tahun dan
kemudian Nabi Yusuf meninggal. Nabi Yusuf telah mengubah Islam saat beliau
memegang tampuk kekuasaan. Nabi Yusuf memperjuangkan Islam dan setiap nabi yang
diutus oleh Allah s.w.t pasti memperjuangkan agama Islam sejak Nabi Adam as
sampai Nabi Muhammad saw. Pengertian Islam di sini ialah, mengesakan Allah
s.w.t dan hanya semata-mata menyembah-Nya, meminta pertolongan kepada-Nya, dan
berdoa kepada- Nya. Islam juga bererti menyerahkan niat dan amal hanya
semata-mata kepada Allah s.w.t. Demikianlah yang kita fahami atau yang kita
maksud dari kata al-Islam, bukan sistem sosial yang dibawa oleh Nabi yang terakhir,
yaitu Nabi Muhammad saw. Sistem ini merupakan kepanjangan dari sistem-sistem
sosial yang dibawa para nabi. Jadi, esensi akidah satu dan tidak berbeza dari
Nabi Adam sampai Nabi Muhammad saw.
Ketika Nabi
Yusuf menjadi penguasa di Mesir dan ketua para menteri agama di Mesir berubah
menjadi agama tauhid atau Islam. Nabi Yusuf as menyeru manusia untuk memeluk
Islam saat beliau ada di dalam penjara ketika beliau mengatakan:
"Manakah
yang baik, tuhan-tuhan yang bermacam-macam itu ataukah Allah Yang Maha Esa lagi
Maha Perkasa (QS.Yusuf: 39)
Dan beliau
berdoa pada suatu hari ketika mimpinya terwujud:
"Wafatkanlah
aku dalam keadaan Islam dan gabungkanlah aku dengan orang-orang yang soleh.
" (QS. Yusuf: 101)
Dan ketika
Nabi Yusuf meninggal, Mesir mengubah sistem tauhid ke sistem multi tuhan untuk
kedua kalinya. Menurut dugaan kuat bahawa hal ini terwujud dengan adanya campur
tangan kelompok-kelompok elit yang berkuasa. Kelompok-kelompok elit ini -
ketika di bawah agama tauhid - mereka tidak mendapatkan suatu perlakukan
istimewa atau dibezakan dengan masyarakat umum, sehingga kerananya mereka
mempunyai kepentingan untuk mengembalikan sistem penyembahan multi tuhan.
Kemudian masyarakat mengikuti sistem penyembahan Fir'aun. Dan akhirnya, Mesir
dipimpin keluarga-keluarga Fir'aun dan mereka mengklaim bahawa mereka adalah
tuhan atau wakil-wakil tuhan atau orang-orang yang berbicara atas nama tuhan.
Pada
dasarnya, masyarakat Mesir adalah masyarakat yang beradab. Mereka disibukkan
dengan pembangunan peradaban. Mereka memiliki kecenderungan keagamaan yang
kuat. Dan barangkali kelompok- kelompok dari masyarakat Mesir meyakini bahawa
Fir'aun bukan tuhan namun kerana mereka mendapat tantangan keras dari Fir'aun
dan Fir'aun tidak ingin dari kaumnya kecuali agar mereka mentaatinya sehingga
mereka pun terpaksa menyembunyikan keimanan dalam diri mereka. Jadi,
tuhan-tuhan berhala banyak sekali di Mesir. Hal yang bisa difahami adalah,
bahawa Fir'aun menguasai semua macam tuhan dan ia mengisyaratkan dengannya dan
berbicara atas namanya. Yang demikian ini adalah sangat jelas di Mesir. Ketika
terdapat sistem multi tuhan di Mesir - meskipun masyarakatnya meyakini tuhan
utama, yaitu Fir'aun - kelompok elit yang berkuasa membatasi untuk hanya
menyembah Fir'aun dan melaksanakan perintah-perintahnya serta membenarkan
tindakan semena-menanya. Kita akan mengetahui dan kita akan membuka
lembaran-lembaran Nabi Musa as bagaimana masyarakat Mesir hidup di zamannya.
Majoriti masyarakat saat itu mendapatkan kehinaan yang luar biasa dan
diperlakukan secara lalim. Mereka harus taat sepenuhnya kepada Fir'aun. Mereka
selalu diancam oleh algojo-algojo Fir'aun dan para tenteranya.
Allah s.w.t
menceritakan Fir'aun yang hidup di zaman Nabi Musa dalam firman-Nya:
"Maka
dia mengumpulkan (pembesar-pembesarnya) lalu berseru memanggil kaumnya (seraya
berkata): 'Akulah Tuhanmu yang paling tinggi.'" (QS. an-Nazi'at: 23-24)
Manusia saat
itu benar-benar tunduk terhadap pernyataan orang-orang kafir. Mereka mentaati -
barangkali itu kerana terpaksa - perkataan Fir'aun. Mesir kembali menggunakan
sistem multi tuhan setelah sebelumnya disinari oleh tauhid yang disuarakan oleh
Nabi Yusuf. Sementara itu, anak-anak Yakub atau anak-anak Israil mereka telah
menyimpang dari tauhid. Mereka mengikuti orang-orang Mesir. Sedikit sekali dari
keluarga mereka yang masih mempertahankan agama tauhid secara tersembunyi.
Datanglah
suatu masa atas Bani Israil di mana mereka semakin banyak dan semakin menyebar.
Mereka mengerjakan berbagai macam pekerjaan, dan mereka memenuhi pasar-pasar
Mesir. Berlalulah hari demi hari. Mesir diperintah oleh seorang raja yang
bengis di mana orang-orang Mesir menyembahnya. Raja yang jahat ini melihat Bani
Israil semakin banyak dan semakin berkembang serta mengambil posisi-posisi
penting. Raja mendengar pembicaraan Bani Israil tentang berita yang samar di
mana dalam berita itu dikatakan bahawa salah seorang anak Bani Israil akan menjatuhkan
Fir'aun Mesir dari singgahsananya. Barangkali berita itu berasal dari suatu
mimpi dari mimpi-mimpi hidup atau mimpi nyata yang mengelilingi hati kelompok
minoriti yang tertindas, dan mungkin itu merupakan berita gembira yang tersebut
dalam kitab-kitab mereka. Apa pun halnya, berita ini telah sampai di telinga
Fir'aun.
Kemudian
Fir'aun mengeluarkan perintah yang aneh, yaitu jangan sampai seorang pun dari
Bani Israil yang melahirkan anak. Maksud dari perintah ini adalah, hendaklah
setiap anak yang lahir dari jenis laki-laki dibunuh. Aturan ini mulai
diterapkan. Tapi para pakar ekonomi berkata kepada Fir'aun: Orang-orang tua
dari Bani Israil akan mati sesuai dengan ajal mereka, sedangkan anak-anak
kecilnya disembelih maka ini akan berakhir pada hancurnya dan binasanya Bani
Israil namun Fir'aun akan kehilangan kekayaan dan aset manusia yang dapat
bekerja untuknya atau menjadi budak-budaknya dan wanita-wanita tidak dapat lagi
dimilikinya. Maka yang terbaik adalah, hendaklah dilakukan suatu proses sebagai
berikut: Anak laki-laki disembelih pada tahun yang pertama dan hendaklah mereka
dibiarkan pada tahun berikutnya. Fir'aun sependapat dengan fikiran ini kerana
itu dianggap lebih menguntungkan dari sisi ekonomi.
Ibu Musa
mengandung Harun pada tahun di mana anak-anak kecil tidak dibunuh maka ia
melahirkannya secara terang-terangan. Ketika datang tahun yang ditetapkan di
dalamnya bahawa anak-anak kecil harus dibunuh, ia melahirkan Musa. Saat
melahirkan Musa, sang ibu merasakan ketakutan yang luar biasa. la mencemaskan
bahawa jangan-jangan anaknya akan dibunuh. Maka si ibu menyusuinya secara
sembunyi- sembunyi. Kemudian datanglah suatu malam yang penuh berkah di mana
Allah s.w.t mewahyukan kepadanya:
"Dam
Kami ilhamkan kepada ibu Musa: 'Susuilah dia dan apabila khuatir terhadapnya
maka jatuh kalah ia ke dalam sungai (Nil). Dan janganlah kamu khuatir dan
janganlah (pula) bersedih hati, kerana sesungguhnya Kami akan mengembalikannya
kepadamu, dan menjadikannya (salah seorang) dari para rasul.'" (QS. al-Qashash:
7)
Mendengar
wahyu Allah s.w.t itu dan mendengar panggilan yang penuh kasih sayang dan suci
ini, ibu Musa langsung mentaatinya. Ia diperintahkan untuk membuat peti kecil
bagi Musa. Setelah menyusuinya, ia meletakkannya di peti itu. Kemudian ia pergi
ke tepi sungai Nil dan membuangnya di atas air. Hati sang ibu adalah hati yang
paling pengasih di dunia. Hatinya dipenuhi penderitaan saat ia melemparkan
anaknya di sungai Nil, tetapi ia menyedari bahawa Allah s.w.t lebih Pengasih
terhadap Musa dibandingkan dengan dirinya. Allah s.w.t lebih mencintainya
dibandingkan dengan dirinya. Allah s.w.t adalah Tuhannya dan Tuhan sungai Nil.
Belum lama
peti itu menyentuh sungai Nil sehingga sang Pencipta mengeluarkan perintah
kepada arus sungai agar menjadi tenang dan bersikap lembut terhadap bayi yang
dibawanya yang pada suatu hari akan menjadi Nabi. Sebagaimana Allah s.w.t
memerintahkan kepada api agar menjadi dingin dan membawa keselamatan bagi Nabi
Ibrahim, begitu juga Allah s.w.t memerintahkan kepada sungai Nil agar membawa
Musa dengan tenang dan penuh kelembutan sehingga menyerahkannya ke istana
Fir'aun. Air sungai nil membawa peti yang mulia ini ke istana Fir'aun. Di sana
ombak menyerahkannya kepada tepi pantai kemudian ia mewasiatkan kepada tepi
pantai itu. Dan angin berkata kepada rumput yang tidur di sisi peti: Jangan
engkau banyak bergerak kerana Musa sedang tidur. Rumput itu pun mentaati
perintah angin dan Musa tetap tidur.
Pada hari
itu, matahari menyinari istana Fir'aun. Isteri Fir'aun keluar berjalan-jalan di
kebun istana sebagaimana biasanya. Kita tidak mengetahui apa gerangan yang
menjadikannya berjalan-jalan dan menempuh jarak yang lebih jauh dari yang biasa
di tempuhnya.
Isteri
Fir'aun berbeza sekali dengan Fir'aun. Fir'aun adalah seorang kafir sementara
isterinya adalah seorang yang beriman. Fir'aun adalah seorang yang keras kepala
sementara isterinya adalah seorang yang penyayang. Fir'aun adalah seorang
penjahat sementara isterinya adalah seorang yang lembut dan penuh cinta. Di
samping itu, isterinya merasakan kesedihan yang dalam kerana ia belum mampu
melahirkan anak. Ia merindukan untuk mendapatkan anak. Isteri Fir'aun berhenti
di sisi kebun kemudian bau harum yang datang dari pohon itu menyebarkan
perasaan sedih akan rasa kesendirian. Pada saat yang sama, wanita-wanita yang
membantunya sudah memenuhi tempat-tempat air yang diambil dari sungai.
Tiba-tiba mereka mendapati peti di sisi kaki mereka. Mereka membawa peti itu
seperti semula ke isteri Fir'aun. Ia memerintahkan untuk membukanya lalu mereka
pun membukanya. Betapa terkejutnya isteri Fir'aun ketika melihat Musa di
dalamnya. Maka ia pun merasakan bahawa ia mencintainya seperti anaknya sendiri.
Allah s.w.t menaruh dalam hatinya rasa cinta kepada Musa sehingga air matanya
berlinang.
Kemudian ia membawa
peti mati itu. Isteri Fir'aun membolak-balikkan Musa sambil menangis. Musa
terbangun dan ia pun menangis. Musa tampak lapar ia membutuhkan air susu pagi
dan tetap menangis. Fir'aun duduk di atas meja makan. Ia menantikan isterinya
namun yang ditunggu belum hadir. Fir'aun mulai marah dan mencarinya. Tiba-tiba
ia dikejutkan dengan kedatangan isterinya dengan membawa Musa. Isteri Fir'aun
tampak sangat menyayanginya. Ia terus menciuminya dan air matanya berlinangan.
Fir'aun bertanya, "dari mana datangnya anak kecil ini?" Kemudian
mereka menceritakan kepadanya bahawa mereka menemukannya di sebuah peti di tepi
sungai. Fir'aun berkata: "Ini adalah salah satu anak Bani Israil. Sesuai
dengan peraturan, anak-anak yang lahir tahun ini harus dibunuh." Mendengar
keputusan Fir'aun itu, isteri Fir'aun berteriak dan ia mendekap Musa lebih
keras:
"Dan
berkatalah isteri Fir'aun: '(Ia) adalah penyejuk mata hati bagiku dan bagimu.
Janganlah kamu membunuhnya, mudah-mudahan ia bermanfaat kepada kita atau kita
ambil ia jadi anak.'" (QS. al- Qashash: 9)
Fir'aun
tampak kehairanan sekali melihat aksi isterinya yang mendekap anak kecil yang
mereka temukan di tepi sungai. Fir'aun tampak tercengang kerana isterinya
menangis dengan gembira di mana Fir'aun tidak pernah mendapati isterinya
menangis kerana gembira seperti ini. Fir'aun mulai mengetahui bahawa isterinya
menyayangi anak ini seperti anaknya sendiri. Fir'aun berkata dalam dirinya:
Barangkali ia ingat bahawa ia tidak mampu melahirkan anak dan menginginkan anak
ini. Akhirnya, Fir'aun sepakat atas apa yang dikatakan oleh isterinya. Fir'aun
memenuhi keinginannya dan menyetujuinya untuk mendidik anak ini di istananya.
Ketika
mendengar persetujuan Fir'aun, tampaklah keceriaan yang luar biasa pada wajah
isterinya. Fir'aun belum pernah menyaksikan keceriaan seperti ini. Fir'aun
telah menghadirkan berbagai macam hadiah kepadanya, juga perhiasan dan budak
tetapi ia belum pernah tersenyum meskipun sekali. Fir'aun menyangka bahawa
isterinya tidak mengerti erti sebuah senyuman. Dan sekarang, Fir'aun melihat
sendiri wajahnya dipenuhi dengan senyum keceriaan. Sementara itu, Musa mulai
menangis kerana lapar. Isteri Fir'aun mengetahui bahawa Musa sedang lapar. Ia
berkata kepada Fir'aun: "Anakku yang kecil sedang lapar." Fir'aun
berkata: "Datangkanlah kepadanya para wanita yang menyusui." Kemudian
didatangkanlah kepadanya seorang wanita yang menyusui dari istana. Wanita itu
mencuba untuk menyusui Musa tetapi apa yang terjadi? Musa menolaknya. Lalu
didatangkan wanita yang kedua sampai ketiga dan sampai kesepuluh tetapi Musa
tetap menangis dan tidak ingin menyusu kepada seorang pun di antara mereka.
Melihat kenyataan itu, isteri Fir'aun menangis kerana tidak tahan melihat
penderitaan anak kecil itu. Ia tidak mengetahui apa yang harus dilakukannya.
Bukan hanya
isteri Fir'aun satu-satunya yang merasa sedih dan menangis, ibu Musa adalah
wanita lain yang merasa sedih dan menangis. Ketika ia melemparkan Musa ke
sungai Nil, ia merasa bahawa ia sedang melemparkan buah hatinya di sungai. Lalu
peti yang dilemparkan itu hilang dibawa oleh air sungai dan beritanya pun
tersembunyi. Dan ketika datang waktu pagi, ibu Musa merasakan kesedihan yang
selalu menghantuinya. Hampir saja ia pergi ke istana Fir'aun untuk mendapatkan
berita tentang anaknya kalau bukan kerana Allah s.w.t menarah kedamaian dalam
hatinya sehingga ia menyerahkan urusan anaknya kepada Allah s.w.t. Alhasil, ia
berkata kepada saudara perempuan Musa: "Pergilah dengan tenang ke istana
Fir'aun dan berusahalah untuk mendapatkan berita tentang Musa dan hendaklah
engkau hati-hati agar jangan sampai mereka mengetahuimu." Kemudian saudara
perempuan Musa pergi dengan tenang. Akhirnya, ia mendengarkan kisah tentang
Musa secara sempurna. Ia melihat Musa dari kejauhan dan mendengarkan suara
tangisannya. Ia melihat mereka dalam keadaan kebingungan di mana mereka tidak
mengetahui bagaimana menyusuinya. Ia mendengar bahawa Musa menolak setiap
wanita yang mencuba menyusuinya.
Saudara
perempuan Musa berkata kepada para pengawal Fir'aun: "Apakah kalian mahu
aku tunjukkan suatu keluarga yang dapat menyusuinya dan dapat
mengasuhnya." Isteri Fir'aun menjawab: "Seandainya engkau dapat
membawa kepada kami wanita yang dapat menyusuinya dan dapat mengasuhnya nescaya
kami akan memberimu hadiah yang besar. Yakni sesuatu yang engkau inginkan akan
kami penuhi." Lalu saudara perempuan Musa itu kembali dan menghadirkan
ibunya. Si ibu menyusuinya dan Musa pun menyusu dengan tenang. Melihat hal itu,
Isteri Fir'aun sangat gembira dan berkata: "Bawalah dia sehingga masa
penyusuannya selesai, lalu kembalikanlah dia kepada kami dan kami akan
memberimu suatu balasan yang besar atas penyusuan dan pendidikan yang engkau
berikan."
Demikianlah
Allah s.w.t mengembalikan Musa kepada ibunya agar ia merasa gembira dan hatinya
menjadi tenang dan tidak bersedih serta agar ia mengetahui bahawa janji Allah
s.w.t benar dan bahawa perintah- Nya dan ketentuan-Nya pasti terlaksana
meskipun banyak rintangan dan tantangan. Allah s.w.t berfirman:
"Dan
menjadi kosonglah hati ibu Musa. Sesungguhnya hampir saja ia menyatakan rahsia tentang
Musa, seandainya tidak Kami teguhkan hatinya, supaya ia termasuk orang-orang
yang percaya (kepada janji Allah). Dan berkatalah ibu Musa kepada saudara Musa
yang perempuan: 'Ikutilah dia.' Maka kelihatanlah olehnya Musa dari jauh,
sedang mereka tidak mengetahuinya, dam Kami cegah Musa dari menyusu kepada
perempuan-perempuan yang mahu menyusui(nya) sebelum itu; maka berkatalah
saudara Musa: 'Maukah kamu aku tunjukkan kepadamu ahlu bait yang akan
memeliharanya untukmu dan mereka dapat berlaku baik kepadanya?'. Maka Kami
kembalikan Musa kepada ibunya, supaya senang hatinya dan tidak berduka cita dan
supaya ia mengetahui bahawa janji Allah itu adalah benar, tetapi kebanyakan
manusia tidak mengetahuinya." (QS. al-Qashash: 10-13)
Ibu Musa
menyempurnakan penyusuan lalu menyerahkannya ke rumah Fir'aun. Saat itu Musa
disenangi dan disukai semua orang. Allah s.w.t berfirman:
Dan Aku
telah melimpahkan kepadamu kasih sayang yang datang dari- Ku; dan supaya kamu
diasuh di bawah pengawasan-Ku." (QS.Thaha: 39)
Tiada
seorang pun yang melihat Musa kecuali ia akan mencintainya. Musa dididik di
istana terbesar di bawah bimbingan dan penjagaan Allah s.w.t. Pendidikan Musa
dimulai di rumah Fir'aun di mana di dalamnya terdapat ahli pendidikan dan para
pengajar. Mesir saat itu merupakan negara yang besar di dunia dan Fir'aun
sebagai raja yang paling kuat. kerana itu, secara sederhana Fir'aun mampu
mengumpulkan para pakar pendidikan dan para cendekiawan. Demikianlah hikmah
Allah s.w.t berkehendak agar Musa terdidik di bawah pendidikan yang besar dan
ditangani pakar-pakar pendidikan yang terlatih. Ironisnya, hal ini terjadi di
rumah musuhnya yang pada suatu hari nanti akan hancur di tangannya, sebagai
bentuk pelaksanaan dari perintah Allah s.w.t.
Musa tumbuh
di rumah Fir'aun. Beliau mempelajari ilmu hisab, ilmu bangunan, ilmu kimia, dan
bahasa. Beliau tidur di bawah bimbingan agama. Oleh kerana itu, Musa tidak
mendengar omongan kosong yang dikatakan oleh pendidik tentang ketuhanan
Fir'aun. Jarang sekali ia mendengar bahawa Fir'aun adalah tuhan. Beliau pun
menepis pernyataan dan anggapan ini. Beliau tinggal bersama Fir'aun di satu
rumah. Beliau mengetahui lebih daripada orang lain bahawa Fir'aun hanya sekadar
manusia biasa tetapi ia orang yang lalim. Musa mengetahui bahawa ia bukanlah
anak dari Fir'aun. Beliau adalah salah seorang dari Bani Israil. Beliau
menyaksikan bagaimana pengawal-pengawal Fir'aun dan para pengikutnya menindas
Bani Israil. Akhirnya, Musa tumbuh besar dan mencapai kekuatannya.
Ketika para
pengawal lalai darinya, Musa memasuki kota. Musa berjalan- jalan di sekitar
kota. Kemudian Musa mendapati seorang lelaki dari pengikut Fir'aun yang sedang
berkelahi dengan seseorang dari Bani Israil. Lalu seseorang yang lemah dari
kedua orang itu meminta tolong kepadanya. Musa pun turut campur dalam urusan
itu. Musa mendorong dengan tangannya seorang lelaki yang berbuat aniaya itu.
Ternyata Musa membunuhnya. Saat itu Musa memang terkenal sebagai orang yang
kuat sampai pada batas di mana dengan sekali pukul saja untuk melerai musuhnya,
ia justru membunuhnya. Tentu Musa tidak sengaja untuk membunuh orang laki-laki
itu. Tetapi apa yang terjadi? Lelaki itu tersungkur dan kemudian mati. Musa
berkata kepada dirinya: Ini adalah perbuatan setan. Sesungguhnya ia adalah
musuh yang menyesatkan dan nyata. Kemudian Musa berdoa kepada Tuhannya dan
berkata: "Ya Tuhanku, sesungguhnya aku telah menganiaya diriku maka
ampunilah aku." Allah s.w.t pun mengampuninya. Dia Maha Pengampun dan Maha
Penyayang. Allah s.w.t berfirman:
"Dan
setelah Musa sudah cukup umur dan sempurna akalnya, Kami berikan kepadanya
hikmah kenabian dan pengetahuan. Dan demikianlah Kami memberi balasan kepada
orang-orang yang berbuat baik. Dan Musa masuk ke kota (Memphis) ketika
penduduknya sedang lemah, maka didapatinya di dalam kota itu dua orang
laki-laki yang berkelahi; yang seorang dari golongannya (Bani Israil) dan
seorang lagi dari musuhnya (kaum Fir'aun). Maka orang yang dari golongannya
meminta pertolongan darinya, untuk mengalahkan orang yang dari musuhnya lalu
Musa meninjunya, dan matilah musuhnya itu. Musa berkata: 'Ini adalah perbuatan
setan. Sesungguhnya setan itu adalah musuh yang menyesatkan lagi nyata
(permusuhannya). Musa berdoa: 'Ya Tuhanku, sesungguhnya aku telah menganiaya
diriku sendiri kerana itu ampunilah aku.' Maka Allah mengampuninya,
sesungguhnya Dialah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. Musa berkata: 'Ya
Tuhanku, demi nikmat yang telah Engkau anugerahkan kepadaku, aku sekali-kali
tiada akan menjadi penolong bagi orang-orang yang berdosa.'" (QS.
al-Qashash: 14-17)
Kemudian
Nabi Musa menjadi takut di tengah-tengah kota dan merasa terancam. Dalam ayat
itu digambarkan bagaimana Nabi Musa merasakan ketakutan di mana ia
mengkhuatirkan kejahatan akan datang padanya pada setiap langkahnya, dan ia
begitu sensitif melihat gerak-geri di sekitarnya. Nabi Musa saat itu
menampakkan kegoncangan jiwa yang dahsyat. Sebenarnya Nabi Musa hanya ingin
mempertahankan dirinya saat menolong seseorang dari Bani Israil. Ketika itu
Nabi Musa mendorong dengan tangannya dan bertujuan memisahkan orang Mesir dari
orang Israil tetapi ia justru membunuhnya.
Dalam
undang-undang positif dinyatakan bahawa pembunuhan semacam ini dianggap sebagai
pembunuhan kerana keteledoran atau kerana kesalahan bukan kerana faktor
kesengajaan sehingga kerananya yang bersangkutan tidak akan mendapatkan suatu
hukuman yang berat. Biasanya orang yang melakukan pembunuhan tanpa sengaja akan
mendapatkan keputusan yang meringankannya kerana ia membunuh tanpa kesengajaan.
Tentu kejadian semacam ini tidak dapat dianggap sebagai pembunuhan dengan
sengaja kerana yang bersangkutan tidak ingin mencelakakan orang lain. Nabi Musa
tidak memukul orang itu. Yang ia lakukan hanya mendorongnya. Atau dengan kata
lain, Nabi Musa hanya sekadar menyingkirkan orang tersebut. Kita akan
mengetahui bahawa Nabi Musa adalah cermin lain dari Nabi Ibrahim. Kedua-duanya
dari kalangan ulul azmi, tetapi Nabi Ibrahim adalah cermin kesabaran dan
kelembutan sementara Nabi Musa adalah cermin dari kekuatan dan keperkasaan.
Musa menjadi
takut dan terancam di tengah-tengah kota. Beliau berjanji di kemudian hari
bahawa beliau tidak akan lagi menjadi sahabat orang- orang yang berbuat jahat.
Beliau tidak akan lagi terlibat dalam pertengkaran dan permusuhan antara sesama
penjahat. Di tengah-tengah perjalanannya, Musa dikejutkan ketika melihat orang
yang ditolongnya kelmarin saat ini lagi-lagi memanggilnya dan minta tolong
padanya. Lagi- lagi orang itu terlibat permusuhan dan pertengkaran dengan
seorang Mesir. Musa mengetahui bahawa orang Israil ini berbuat aniaya. Musa
mengetahui bahawa ia termasuk salah seorang preman di situ. Akhirnya, Musa
berteriak di depan wajah orang Israil itu sambil berkata: "Sungguh
ternyata engkau adalah orang yang jahat."
Musa
mengatakan demikian sambil mendorong keduanya dan ia melerai pertengkaran itu.
Orang Israil itu mengira bahawa Musa akan mencelakakannya maka ia diliputi rasa
takut. Sambil meminta kasih sayang kepada Musa, ia berkata: "Wahai Musa
apakah engkau akan membunuhku sebagaimana engkau membunuh orang yang kelmarin.
Apakah engkau ingin menjadi seorang penguasa di muka bumi dan tidak ingin
menjadi orang yang memperbaiki bumi." Ketika mendengar orang Israil yang
mengatakan demikian, Musa berhenti dan amarahnya mereda. Musa mengingat apa
yang dilakukannya kelmarin dan bagaimana ia meminta ampun dan bertaubat serta
berjanji untuk tidak menjadi pembantu orang-orang yang berbuat jahat. Musa
kemudian kembali dan meminta ampun kepada Tuhannya.
Orang Mesir
yang berkelahi dengan orang Israil itu mengetahui bahawa Musa adalah pembunuh
orang Mesir yang mayatnya mereka temukan kelmarin. Petugas keamanan Mesir tidak
berhasil menyingkap kasus pembunuhan itu. Akhirnya, rahsia Musa tersingkap lalu
seorang lelaki Mesir yang beriman datang dari penjuru kota. Ia membisikkan
kepada Musa bahawa ada suatu rencana untuk membunuhnya. Ia menasihati Musa agar
meninggalkan Mesir secepatnya.
Allah s.w.t
berfirman:
"kerana
itu, jadilah Musa di kota itu merasa takut menunggu-nunggu dengan khuatir
(akibat perbuatannya), maka tiba-tiba orang yang meminta pertolongan kelmarin
berteriak meminta pertolongan kepadanya. Musa berkata kepadanya: 'Sesungguhnya
kamu benar- benar orang yang sesat yang nyata (kesesatannya). Maka tat-kala
Musa memegang dengan keras orang yang menjadi musuh keduanya, musuhnya berkata:
'Hai Musa apakah kamu bermaksud untuk membunuhku, sebagaimana kamu kelmarin
telah membunuh seorang manusia? Kamu tidak bermaksud melainkan hendak menjadi
orang yang berbuat sewenang-wenang di negeri (ini), dan tiadalah kamu hendak
menjadi salah seorang dari orang-orang yang mengadakan perdamaian.' Dan
datanglah seorang laki-laki dari ujung kota tergesa- gesa seraya berkata: 'Hai
Musa, sesungguhnya pembesar sedang berunding tentang kamu. Sesungguhnya aku
termasuk orang-orang yang memberi nasihat kepadamu.'" (QS. al-Qashash:
18-20)
Allah
menyembunyikan kepada kita nama laki-laki yang datang mengingatkan Musa itu.
Tetapi menurut hemat kami, ia adalah seorang lelaki Mesir yang tentu memiliki
jabatan penting. Sesuai dengan ayat tersebut, ia mengetahui adanya
persengkongkolan untuk menyingkirkan Musa dari kedudukan yang tinggi.
Seandainya ia orang yang biasa-biasa saja maka orang itu tidak mengenalnya.
Orang itu mengetahui bahawa Musa tidak berhak untuk mendapatkan hukum bunuh
atas dosanya. Musa membunuh kerana faktor kesalahan, bukan kerana faktor
kesengajaan. Kesalahan semacam itu menurut undang-undang Mesir yang dahulu
dihukum dengan penjara. Lalu, mengapa timbul keinginan untuk membunuh Musa? Kalau
kita memperhatikan nasihat orang Mesir itu terhadap Musa maka kita akan
menemukan jawapannya. Yaitu perkataannya: "Para pembesar merencanakan
persekongkolan untuk menyingkirkanmu."
Al-Mala'
adalah para penguasa atau para pembesar yang bertanggungjawab pada keamanan.
Mereka menyiapkan persekongkolan untuk menyingkirkan Musa. Apa yang dilakukan
oleh Musa - kalau memang dianggap sebagai suatu kesalahan - adalah
kejahatan biasa yang hanya dituntut dengan hukuman penjara. Lalu siapakah yang
membuat rencana yang demikian, dan siapakah yang mendorong untuk melakukan
persekongkolan untuk membunuhnya? Kami kira bahawa kepala keamanan Mesir tidak
menyukai Musa. Ia mengetahui bahawa Musa adalah anggota Bani Israil. Ia
mengetahui bahawa sampainya peti di istana Fir'aun merupakan suatu rekayasa
yang dirancang oleh musuh- musuhnya yang menginginkan kedudukannya. Ini bererti
kerana keteledorannya dan ketelodaran anak-anak buahnya. Berapa kali orang itu
menasihati dan menganjurkan agar Musa dibunuh tetapi Fir'aun justru menampik
fikiran itu. Dan ketika datang saat yang ditentukan untuk membunuh Musa,
Fir'aun justru tunduk terhadap Isterinya yang sangat mencintai Musa.
Akhirnya,
kesempatan emas ada di depannya. Para pembantunya mengatakan kepadanya bahawa
Musalah yang membunuh orang Mesir yang mereka temukan jasadnya kelmarin.
Selesailah urusan ini. Kemudian datanglah perintah dan kesempatan untuk
membunuh Musa. Orang-orang yang membenci Musa mulai mendapatkan angin
kegembiraan di mana mereka akan melihat Musa terbunuh, tetapi Allah s.w.t
mengirim seorang Mesir yang baik untuk mengingatkan Musa agar berlari dari
kejaran orang-orang yang lalim.
Allah s.w.t
berfirman:
"Maka
keluarlah Musa dari kota itu dengan rasa takut menunggu- nunggu dengan khuatir,
dia berdoa: 'Ya Tuhanku, selamatkanlah aku dari orang-orang yang lalim
itu.'" (QS. al-Qashash: 21)
Musa
meninggalkan kota dan menjadi orang yang terusir. Musa segera keluar dalam
keadaan takut dan sambil waspada Musa selalu berdoa dalam hatinya: "Ya
Tuhanku, selamatkanlah aku dari orang-orang yang lalim." Kaum itu memang
benar-benar orang-orang yang lalim. Mereka ingin menerapkan hukuman bagi
pembunuh dengan sengaja atas Musa, padahal Musa tidak melakukan selain berusaha
memisahkan orang yang berkelahi tetapi dengan tidak sengaja ia membunuhnya.
Musa segera keluar dari Mesir. Beliau tidak lagi pergi ke istana Fir'aun dan
tidak mengganti pakaiannya, dan beliau tidak membawa makanan untuk perjalanan.
Beliau tidak membawa binatang tunggangan yang dapat menghantarkannya. Beliau
tidak pergi bersama suatu kafilah. Beliau langsung pergi ketika mendapatkan
khabar dari seorang mukmin yang mengingatkannya dari ancaman Fir'aun.
Musa melalui
jalan yang tidak lazim dilalui orang biasa. Musa memasuki gurun dan ia menuju
ke suatu tempat yang di situ Allah s.w.t membimbingnya. Ini adalah pertama
kalinya beliau keluar dan mengharungi gurun pasir sendirian. Kemudian sampailah
Musa di suatu tempat yang bernama Madyan. Musa istirahat dan duduk-duduk di
dekat sumur yang besar di mana di situ orang-orang mengambil air untuk memberi
minum kepada binatang-binatang tunggangan mereka dan binatang-binatang
gembalaan mereka. Musa tidak membawa makanan selain daun-daun pohon. Musa minum
dari sumur-sumur yang ditemukannya di tengah jalan. Sepanjang perjalanan Musa
merasakan ketakutan; jangan-jangan Fir'aun mengirim orang untuk menangkapnya.
Ketika Musa sampai di kota Madyan Musa berbaring di sisi pohon dan istirahat.
Musa merasa lapar dan keletihan. Sandal yang dipakainya tampak mulai rosak.
Beliau tidak mempunyai wang yang cukup untuk membeli sandal baru, dan beliau
juga tidak mempunyai wang yang cukup untuk membeli makanan dan minuman.
Nabi Musa
memperhatikan kumpulan pengembala yang sedang mengambil air untuk
kambing-kambing mereka. Musa ingat bahawa ia sedang lapar dan haus. Ia berkata
dalam dirinya: Aku tidak dapat memenuhi perutku dengan air selama aku tidak
memiliki wang yang cukup untuk membeli makanan. Musa berjalan menuju tempat
air. Sebelum sampai, ia mendapati dua orang perempuan yang sedang menyendirikan
kambing-kambingnya agar jangan sampai tercampur dengan kambing orang lain.
Melalui ilham, Musa merasa bahawa kedua wanita itu membutuhkan pertolongan.
Musa lupa terhadap rasa hausnya, lalu beliau menuju ke arah mereka dan
bertanya, apakah ia dapat membantu mereka? Lalu seorang gadis yang paling tua
berkata: "Kami menunggu sampai selesainya para gembala itu mengambil air
untuk binatang gembalaan mereka." Musa bertanya: "Mengapa kalian
tidak mengambil air sekarang?" Gadis yang paling kecil berkata: "Kami
tidak mampu untuk berdesak-desakan dengan kaum lelaki." Nabi Musa
kehairanan kerana mengetahui kedua gadis itu menggembala kambing. Seharusnya
yang mengembala kambing adalah kaum lelaki. Ini adalah tugas yang berat dan
sangat melelahkan. Musa bertanya: "Mengapa kalian menggembala
kambing?" Masih kata gadis yang paling kecil: "Orang tua kami sudah
tua di mana kesehatannya tidak dapat membantunya untuk keluar dari rumah dan
menggembala kambing setiap hari." Musa berkata: "Kalau begitu, aku
akan membantu kalian untuk mengambil air tersebut."
Musa
berjalan menuju tempat air. Musa mengetahui bahawa para penggembala meletakkan
di atas bibir air suatu batu besar yang tidak bisa digerakkan kecuali oleh
sepuluh orang. Musa merangkul dan mengangkatnya dari bibir sumur. Otot-otot
Musa tampak menonjol saat memindahkan batu itu. Musa adalah seorang lelaki yang
kuat. Akhirnya, Musa berhasil mengambilkan air bagi remaja puteri itu, dan
kemudian ia mengembalikan batu itu ke tempatnya. Musa kembali duduk di bawah
naungan pohon. Saat itu Musa lupa untuk minum. Perut Musa menempel ke
punggungnya kerana saking laparnya. Musa mengingat Allah s.w.t dan
memanggil-Nya dalam hatinya:
"Ya
Tuhanku, sesungguhnya aku sangat memerlukan suatu kebaikan yang Engkau turunkan
kepadaku." (QS. al-Qashash: 24)
"Dan
tatkala ia menghadap ke jurusan negeri Madyan ia berdoa (lagi): 'Mudah-mudahan
Tuhanku memimpinku ke jalan yang benar.' Dan tatkala ia sampai di sumber air
negeri Madyan ia menjumpai di sana sekumpulan orang yang sedang meminumkan
(ternaknya), dan ia menjumpai di belakang orang banyak itu, dua orang wanita
yang sedang menambat (ternaknya) Musa berkata: 'Apakah maksudmu (dengan berbuat
begitu)?' Kedua wanita itu menjawab: 'Kami tidak dapat meminumkan (ternak
kami), sebelum pengembala-pengembala itu memulangkan (ternaknya), sedang bapak
kami adalah orang tua yang telah lanjut umurnya.' Maka Musa memberi minum
ternak itu untuk (menolong) keduanya, kemudian dia kembali ke tempat yang teduh
lalu berdoa: 'Ya Tuhanku, sesungguhnya aku sangat memerlukan suatu kebaikan
yang Engkau turunkan kepadaku.'" (QS. al-Qashash: 22-24)
Marilah kita
tinggalkan sejenak Nabi Musa yang sedang duduk di bawah naungan pohon untuk
kemudian kita melihat apa yang terjadi pada kedua gadis itu. Kedua gadis itu
kembali ke rumah ayahnya. Si ayah bertanya: "Hari ini kalian kembali lebih
cepat dari biasanya?" Gadis yang paling tua berkata: "Sungguh hari
ini kami sangat beruntung. Wahai ayah, kami bertemu dengan seorang lelaki yang
mulia yang mengambilkan air bagi haiwan kami sebelum orang-orang lain
mengambilnya." Si ayah berkata: "Alhamdulillah." Gadis yang
paling kecil berkata: "Saya kira wahai ayahku dia datang dari tempat yang
jauh dan tampak ia sedang lapar. Saya melihat dia dalam keadaan kecapaian
meskipun ia seorang lelaki yang kuat."
Si ayah
berkata kepada anak perempuannya: Pergilah engkau padanya dan katakan,
sesungguhnya ayahku memanggilmu untuk memberimu upah atas jasamu mengambilkan
air untukku. Kemudian anak perempuan itu pergi menemui Musa dalam keadaan
hatinya berdebar-debar. Perempuan itu berdiri di depan Musa dan menyampaikan
surat dari ayahnya. Musa bangkit dari tempat duduknya dan pandangannya tertuju
ke bawah. Musa tidak bermaksud mengambilkan air untuk mereka dengan tujuan
mengharapkan upah dari mereka. Beliau membantu mereka hanya semata-mata kerana
Allah s.w.t. Beliau merasakan dalam dirinya bahawa Allah s.w.t-lah yang
mengarahkan beliau untuk membantu mereka.
Gadis itu
berjalan di depan Musa kemudian bertiuplah angin dan menyentuh pakaiannya
sehingga Musa menundukkan pandangan matanya kerana merasa malu. Musa berkata
kepadanya: "Saya akan berjalan di depanmu dan tunjukkanlah jalan
kepadaku." Mereka pun sampai di kediaman si ayah. Sebahagian ahli tafsir
mengatakan bahawa si ayah ini adalah Nabi Syu'aib. Beliau memperoleh usia yang
panjang setelah kematian kaumnya. Ada juga yang mengatakan bahawa si ayah
adalah putera dari saudara Syu'aib. Ada yang mengatakan bahawa ia adalah anak
dari pamannya, dan ada juga yang mengatakan bahawa ia adalah seorang lelaki
mukmin dari kaumnya. Yang jelas, ia adalah seorang tua yang soleh. Orang tua
itu menghidangkan kepada Nabi Musa makanan siang dan bertanya kepadanya dari
mana ia datang dan kemudian ke mana ia akan pergi.
Musa
mengungkapkan ceritanya. Orang tua itu berkata kepadanya, jangan khuatir dan
jangan takut. Engkau akan selamat dari orang-orang yang lalim. Negeri ini tidak
tunduk pada Mesir dan mereka tidak akan sampai di sini. Mendengar ucapan itu,
Musa menjadi tenang dan bangkit untuk pergi. Salah seorang anak perempuan itu
berkata kepada ayahnya dengan berbisik: "Wahai ayahku, berilah dia
upah." Sesungguhnya engkau akan memberikan upah kepada seorang yang kuat
dan jujur. Si ayah bertanya kepadanya: "Bagaimana engkau mengetahui dia
seorang lelaki yang kuat?" Anak perempuannya menjawab: "Saya lihat
sendiri ia mengangkat batu yang tidak mampu diangkat oleh sepuluh orang
lelaki." Si ayah bertanya lagi: "Bagaimana engkau mengetahui bahawa
dia seseorang yang jujur." Perempuan itu menjawab: "Ia menolak untuk
berjalan di belakangku dan ia berjalan di depanku sehingga ia tidak melihatku
saat aku berjalan, dan selama perjalanan saat aku berbincang- bincang padanya,
dia selalu menundukkan matanya ke tanah sebagai rasa malu dan adab yang baik
darinya."
Kemudian
orang tua itu memandangi Musa dan berkata padanya: "Wahai Musa, aku ingin
menikahkanmu dengan salah satu puteriku. Dengan syarat, hendaklah engkau
bekerja menggembala kambing bersamaku selama delapan tahun. Seandainya engkau
menyempurnakan sepuluh tahun maka itu adalah kemurahan darimu. Aku tidak ingin
menyusahkanmu. Sungguh insya-Allah engkau akan mendapatiku termasuk orang-orang
yang saleh." Musa berkata: "Ini adalah kesepakatan antar aku dan
engkau dan Allah s.w.t sebagai saksi atas kesepakatan kita, baik aku melaksanakan
pekerjaan selama delapan tahun mahupun sepuluh tahun. Setelah itu, aku bebas
untuk pergi ke mana saja."
Allah s.w.t
berfirman:
"Kemudian
datanglah kepada Musa salah seorang dari kedua wanita itu berjalan
kemalu-maluan, ia berkata: 'Sesungguhnya bapakku memanggil kamu agar ia memberi
balasan terhadap (kebaikan) mu memberi minum (ternak) kami.' Maka tatkala Musa
mendatangi bapaknya (Syu'aib) dan menceritakan kepadanya cerita (mengenai
dirinya), Syu'aib berkata: 'Janganlah kamu takut. Kamu telah selamat dari orang-orang
yang lalim itu.' Salah seorang dari kedua wanita itu berkata: 'Wahai bapakku,
ambillah ia sebagai orang yang bekerja (pada kita), kerana sesungguhnya orang
yang paling baik yang kamu ambil untuk bekerja (pada kita) ialah orang yang
kuat lagi dapat dipercayai. Berkatalah dia (Syu'aib): 'Sesungguhnya aku
bermaksud menikahkan kamu dengan salah seorang dari kedua anakku ini, atas
dasar bahawa kamu bekerja denganku delapan tahun dan jika kamu cukupkan sepuluh
tahun maka itu adalah (suatu kebaikan) dari kamu, maka aku tidak hendak
memberati kamu. Dan kamu Insya-Allah akan mendapatiku termasuk orang-orang yang
baik.' Dia (Musa) berkata: 'Itulah (perjanjian) antara aku dan kamu. Mana saja
dari kedua waktu yang ditentukan itu aku sempurnakan, maka tidak ada tuntutan
tambahan atas diriku (lagi). Dan Allah adalah saksi atas apa yang aku
ucapkan.'" (QS. al-Qashash: 25-28)
Ketika
sampai pada kisah ini, banyak pena bertebaran untuk mendapatkan jawapan dari
pertanyaan-pertanyaan yang mencuba menerobos kesamaran. Mereka bertanya tentang
anak perempuan yang menikahi Musa: apakah anak perempuan yang paling besar
ataukah anak perempuan yang paling kecil, dan Musa memilih masa bekerja delapan
tahun atau sepuluh tahun. Bahkan mereka menyampaikan berbagai macam riwayat dan
kisah yang mereka yakini kebenarannya. Kami sendiri meyakini bahawa Musa
menikah dengan salah satu anak perempuan dari orang tua itu tetapi kita tidak
mengetahui siapa dia dan siapa namanya. Kami meyakini bahawa beliau menikah
dengan gadis yang memanggilnya untuk menemui ayahnya. Kemudian gadis itulah
yang menganjurkan ayahnya agar memberikan upah padanya.
Al-Quran
al-Karim melalui konteks ayatnya menyingkap bentuk kekaguman yang tersembunyi
di balik gadis itu terhadap Musa. Barangkali orang tuanya mengetahui bahawa
anak perempuannya menaruh rasa cinta kepada Musa, dan boleh jadi ketika
berbicara tentang pernikahan kepada Musa, ia menyerahkan sepenuhnya kebebasan
Musa untuk memilih. Mungkin Musa memilih sendiri gadis mana yang diminatinya.
Tetapi, siapa gadis yang dipilih oleh Musa: apakah gadis yang paling tua atau
gadis yang paling kecil? Yang jelas Al-Quran tidak menyebutkan hal tersebut,
meskipun ia hanya memberikan isyarat kepadanya dalam firman-Nya:
"Kemudian
datanglah kepada Musa salah seorang dari kedua wanita itu berjalan
kemalu-maluan. " (QS. al-Qashash: 25)
Begitu juga
Al-Quran al-Karim tidak menyebutkan waktu yang dihabiskan oleh Musa saat ia
bekerja: apakah sepuluh tahun atau beliau merasa cukup dengan delapan tahun.
Kami sendiri meyakini sesuai dengan kebiasaan Musa dan kemurahannya serta
kenabiannya serta kedudukannya sebagai salah satu nabi ulul azmi bahawa beliau
memilih masa yang paling lama, yaitu sepuluh tahun. Pendapat itu juga didukung
oleh hadis Ibnu Abas.
Demikianlah
Nabi Musa mengabdi kepada orang tua itu selama sepuluh tahun penuh. Pekerjaan
Nabi Musa terbatas pada keluar dari rumah di waktu pagi untuk menggembala
kambing. Kami kira bahawa sepuluh tahun masa yang dihabiskan oleh Nabi Musa di
Madyan merupakan suatu ketentuan yang dirancang oleh Allah s.w.t. Musa
berdasarkan agama Yakub. Kakek beliau adalah Yakub dan Yakub sendiri adalah
cucu dari Ibrahim. Dengan demikian, Musa adalah cucu dari Ibrahim dan setiap
nabi yang datang setelah Ibrahim berasal dari sulbinya. Maka dari sini kita
memahami bahawa Musa berada di atas agama ayah-ayahnya dan datuk- datuknya.
Nabi Musa
berdasarkan Islam dan agama tauhid. Nabi Musa menghabiskan masa sepuluh tahun
itu dalam keadaan jauh dari kaumnya dan keluarganya. Masa sepuluh tahun ini adalah
masa yang paling penting dalam kehidupannya. Ia merupakan masa persiapan yang
besar. Pada setiap malam Musa merenungkan bintang-bintang. Musa mengikuti
terbitnya matahari dan tenggelamnya. Pada setiap siang Musa memikirkan
tumbuh-tumbuhan: bagaimana ia membelah tanah dan mekar. Musa memperhatikan air:
bagaimana ia menghidupkan bumi setelah bumi itu mati, lalu bumi itu menjadi
tempat yang indah dan subur. Musa memperhatikan alam yang luas dan ia tampak
tercengang dan kagum dengan ciptaan Allah s.w.t.
Sebenarnya
pemikiran-pemikiran dan perenungan-perenungan tersebut jauh-jauh hari sudah
tersembunyi di dalam dirinya dan menetap di dalam jiwanya. Bukankah Musa telah
terdidik di istana Fir'aun. Ini bererti bahawa beliau menjadi seorang Mesir
yang mempunyai wawasan yang luas; orang Mesir yang menunjukkan kekuatan
fizikalnya; orang Mesir dengan segala makanannya dan minumannya. Jadi, segala
hal yang ada pada Musa berbau Mesir. Musa siap-siap untuk menerima wahyu Ilahi
dari bentuk yang baru. Yaitu wahyu Ilahi yang langsung datang tanpa perantara
seorang malaikat di mana Allah s.w.t akan berbicara dengannya tanpa perantara.
Oleh kerana
itu, sebelum datangnya wahyu itu perlu adanya persiapan mental dan moral,
sedangkan persiapan fizik telah selesai dilaluinya di Mesir. Musa tumbuh di
istana yang paling besar yang dimiliki penguasa di bumi dan di suatu
pemerintahan yang paling kaya di bumi. Musa menjadi seorang pemuda yang kuat di
mana hanya sekadar memisahkan seseorang yang berkelahi, ia justru membunuhnya.
Setelah persiapan fizik yang sangat kuat, kini Musa harus melewati persiapan
mental yang seimbang. Yaitu persiapan yang dilakukan melalui pengasingan yang
sempurna di mana beliau hidup di tengah-tengah gurun dan tempat penggembalaan
yang beliau belum pernah menginjakkan kakinya di sana. Beliau hidup di
tengah-tengah orang asing yang belum pernah beliau lihat sebelumnya.
Sering kali
Musa mendapatkan kesunyian dan keheningan di balik pengasingan itu. Allah s.w.t
mempersiapkan hal tersebut kepada nabi- Nya agar setelah itu beliau mampu
memegang amanat yang besar dari Allah s.w.t. Datanglah suatu hari atas Musa.
Selesailah masa yang ditentukan. Kemudian Musa merasakan kerinduan untuk
kembali ke Mesir. Dengan berlalunya waktu, hukuman yang harus dijalaninya
dengan sendirinya gugur. Musa mengetahui hal itu, tetapi beliau juga mengetahui
bahawa undang-undang di Mesir sebenarnya terletak pada kekuatan penguasa; jika
penguasa berkehendak maka Musa dapat menerima hukuman dan jika tidak
berkehendak maka dia akan memaafkannya, meskipun yang bersangkutan berhak
mendapatkan hukuman. Alhasil, Musa menyedari hal itu, Musa tidak sepenuhnya yakin
ia akan selamat ketika beliau menginjakkan kakinya di Mesir seperti
keyakinannya bahawa beliau selamat di tempatnya sekarang. Meskipun demikian,
rasa rindunya untuk melakukan perjalanan kembali ke tempatnya mendorong Musa
segera menuju ke Mesir. Musa tepat mengambil keputusan.
Musa berkata
kepada Isterinya: "Besok kita akan memulai perjalanan ke Mesir."
Isterinya berkata dalam dirinya: "Di dalam perjalanan terdapat seribu
macam bahaya tetapi ketenangan tetap menghiasai wajah Musa." Isteri Musa
tetap taat kepada Musa. Nabi Musa sendiri tidak mengetahui rahsia tentang
keputusannya yang cepat untuk kembali ke Mesir setelah sepuluh tahun beliau
pergi melarikan diri, lalu mengapa sekarang ia kembali ke sana? Apakah beliau
rindu kepada ibunya dan saudaranya? Apakah beliau berfikir untuk mengunjungi
Isteri Fir'aun yang telah mendidiknya layaknya ibunya dan sangat mencintainya
layaknya ibunya sendiri? Tidak ada seorang pun yang mengetahui apa yang
terlintas dalam diri Musa saat beliau berkeinginan untuk kembali ke Mesir.
Hanya saja, yang kita ketahui bahawa Nabi Musa terbimbing dengan ketetapan-
ketetapan Ilahi sehingga beliau tidak melangkahkan kakinya kecuali berdasarkan
ketetapan tersebut.
Musa keluar
bersama keluarganya dan melakukan perjalanan. Bulan bersembunyi di balik
gumpalan awan yang tebal, dan kegelapan rnenyelimuti sana-sini. Sementara itu,
petir menyambar sangat keras dan langit menurunkan hujan. Cuaca tampak tidak
bersahabat. Di tengah- tengah perjalanannya, Musa tersesat. Musa mendapatkan
dua potongan batu kemudian beliau memukulkan kedua-nya dan menggesek-gesekan
keduanya agar mendapatkan api darinya sehingga beliau dapat berjalan. Tetapi
sayang, beliau tidak mampu melakukan hal itu. Angin yang bertiup kencang
memadamkan api kecil itu.
Nabi Musa
berdiri dalam keadaaan bingung dan tubuhnya tampak menggigil di tengah-tengah
keluarganya. Kemudian Nabi Musa mengangkat kepalanya dan menyaksikan sesuatu
dari jauh. Sesuatu yang beliau saksikan adalah api yang sangat besar yang
menyala-nyala dari kejauhan. Maka hati Musa dipenuhi dengan rasa gembira. Ia
berkata kepada keluarganya: "Aku melihat api di sana." Lalu beliau
memerintahkan kepada mereka untuk tinggal di tempatnya sehingga beliau pergi ke
api itu. Barangkali di sana beliau mendapatkan suatu berita atau akan menemukan
seseorang yang dapat memberinya petunjuk sehingga beliau tidak tersesat, atau
beliau dapat membawa sebahagian api yang menyala sehingga tubuh mereka menjadi
hangat.
Keluarganya
melihat api yang diisyaratkan oleh Musa tetapi sebenarnya mereka tidak melihat
sesuatu pun. Mereka tetap mentaatinya dan duduk sambil menunggu kedatangan
Musa. Musa bergerak menuju ke tempat api. Musa segera berjalan untuk
menghangatkan tubuhnya, sementara tangan kanannya memegang tongkatnya dan tubuhnya
tampak basah kuyup kerana hujan. Nabi Musa tetap berjalan sampai ia mencapai
suatu lembah yang bernama Thua'. Beliau menyaksikan sesuatu yang unik di lembah
ini. Di lembah itu tidak ada rasa dingin dan tidak ada angin yang bertiup. Yang
ada hanya keheningan. Nabi Musa mendekati api. Belum lama beliau mendekatinya
sehingga beliau mendengar suara panggilan:
"Maka
tatkala dia tiba di (tempat) api itu, diserulah dia: 'bahawa telah diberkati
orang-orang yang berada di dekat api itu, dan orang-orang yang berada di
sekitarnya. Dan Maha Suci Allah, Tuhan semesta alam." (QS. an-Naml: 8)
Tiba-tiba
Nabi Musa berhenti dan badannya menggigil. Suara itu tampak terdengar dan
datang dari segala tempat dan tidak berasal dari tempat tertentu. Musa melihat
api dan beliau kembali merasa menggigil. Beliau mendapati suatu pohon hijau
dari duri dan setiap kali pohon itu terbakar dan berkobar api darinya maka
pohon itu justru semakin hijau. Seharusnya pohon itu berubah warnanya menjadi
hitam saat terbakar, tetapi anehnya api justru meningkatkan warna hijaunya.
Musa tetap menggigil meskipun beliau merasakan kehangatan dan tampak mulai
berkeringat.
Lembah yang
di situ Musa berdiri adalah lembah Thua'. Musa meletakkan kedua tangannya di
atas kedua matanya kerana saking dahsyatnya cahaya. Beliau melakukan yang
demikian itu sebagai usaha untuk melindungi kedua matanya. Kemudian Musa
bertanya dalam dirinya: Ini cahaya atau api? Tiba-tiba beliau tersungkur ke
tanah sebagai wujud rasa takut, lalu Allah s.w.t memanggil:
"Wahai
Musa." (QS. Thaha: 11)
Musa
mengangkat kepalanya dan berkata: "Ya." Allah berkata:
"Sesungguhnya
Aku adalah Tuhanmu." (QS. Thaha: 12)
Musa semakin
menggigil dan berkata: "Benar wahai Tuhanku."
Allah s.w.t
berkata: "Maka lepaskanlah kedua sandalmu sesungguhnya engkau berada di
lembah yang suci yang bernama Thua'." Musa tertunduk dan rukuk sementara
tubuhnya tampak gementar dan beliau mulai melepas sandalnya Allah s.w.t
berkata:
Maka
tinggalkanlah kedua terompahmu; sesungguhnya kamu berada di lembah yang suci,
Thuwa'. " (QS. Thaha: 12)
Musa rukuk
dan melepas kedua sandalnya. Kemudian Allah s.w.t kembali berkata:
"Dan
Aku telah memilih kamu, maka dengarkanlah apa yang akan diwahyukan (kepadamu).
Sesungguhnya Aku ini adalah Allah, tidak ada Tuhan (yang hak) selain Aku, maka
sembahlah Aku dan dirikanlah salat untuk mengingat Aku. Sesungguhnya hari
kiamat itu akan datang. Aku merahsiakan (waktunya) agar supaya tiap-tiap diri
itu dibalas dengan apa yang diusahakan. Maka sekali-kali janganlah kamu
dipalingkan darinya oleh orang yang tidak beriman kepadanya dan oleh orang yang
mengikuti hawa nafsunya, yang menyebabkan kamu binasa." (QS. Thaha: 13-16)
Musa semakin
gementar saat beliau menerima wahyu Ilahi dan saat berdialog dengan Allah
s.w.t. Allah s.w.t yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang berkata:
"Apakah
itu yang ada di tangan kananmu, hai Musa?" (QS. Thaha: 17)
Bertambahlah
kehairanan Nabi Musa. Allah s.w.t adalah Zat yang mengajaknya berbicara dan
tentu Dia lebih mengetahui daripada Musa tentang apa yang dipegangnya, lalu
mengapa Allah s.w.t bertanya kepadanya jika memang Dia lebih mengetahui
darinya. Tak ragu lagi bahawa di sana ada hikmah yang tinggi. Musa menjawab
pertanyaan itu dengan suaranya yang tampak mengigil:
"Ini
adalah tongkatku, aku bertelekan padanya, dan aku pukul (daun) dengannya untuk
kambingku, dan bagiku ada lagi keperluan yang lain padanya." (QS. Thaha:
18)
Allah
berfirman:
"Lemparkanlah
ia, hai Musa!" (QS. Thaha: 19)
Musa
melemparkan tongkatnya dari tangannya dan rasa hairannya semakin menjadi-jadi.
Tiba-tiba Musa dikejutkan ketika melihat tongkat itu menjadi ular yang besar.
Ular itu bergerak dengan cepat. Musa tidak mampu lagi menahan rasa takutnya.
Musa merasa tubuhnya bergetar kerana rasa takut. Musa membalikkan tubuhnya
kerana takut dan ia mulai lari. Belum lama ia lari, belum sampai dua langkah,
Allah s.w.t memanggilnya:
"Hai
Musa, janganlah kamu takut, sesungguhnya orang yang menjadikan rasul, tidak
takut di hadapanku. " (QS. an-Naml: 10)
"Hai
Musa datanglah kepada-Ku dan janganlah kamu takut. Sesungguhnya kamu termasuk
orang-orang yang aman. " (QS. al- Qashash: 31)
Musa kembali
memutar badannya dan berdiri. Tongkat itu tampak bergerak dan ular itu pun
tetap bergerak. Allah s.w.t berkata kepada Musa:
"Peganglah
ia dan janganlah takut, Kami akan mengembalikannya kepada keadaannya semula.
" (QS. Thaha: 21)
Musa
menghulurkan tangannya ke ular itu dalam keadaan menggigil. Musa belum sempat
menyentuhnya sehingga ular itu menjadi tongkat. Demikianlah perintah Allah
s.w.t terjadi dengan cepat. Kemudian Allah s.w.t memerintahkan kepadanya:
"Masukanlah
tanganmu ke leher bajumu, nescaya ia keluar putih tidak bercacat bukan kerana
penyakit, dan dekapkanlah kedua tanganmu (ke dada)mu bila ketakutan. "
(QS. al-Qashash: 32)
Musa
meletakkan tangannya di kantongnya lalu ia mengeluarkannya dan tiba-tiba tangan
itu bersinar bagaikan bulan. Kembali rasa kagum Musa bertambah. Lalu ia
meletakkan tangannya di dadanya sebagaimana diperintahkan Allah s.w.t padanya
sehingga rasa takutnya benar-benar hilang.
Musa merasa
tenang dan terdiam. Kemudian Allah s.w.t memerintahkan kepadanya - setelah
beliau melihat kedua mukjizat ini, yaitu mukjizat tangan dan mukjizat tongkat -
untuk pergi menemui Fir'aun dan berdakwah kepadanya dengan penuh kelembutan dan
kasih sayang dan Allah s.w.t memerintahkan kepadanya untuk mengeluarkan Bani
Israil dari Mesir. Musa menampakkan rasa takutnya kepada Fir'aun. Musa berkata
bahawa ia telah membunuh seseorang di antara mereka dan beliau khuatir mereka
akan membunuhnya dan membalasnya. Musa meminta kepada Allah s.w.t dan memohon kepada-Nya
agar mengirim saudaranya Harun bersamanya. Allah s.w.t menenangkan Musa dengan
mengatakan bahawa Dia akan selalu bersama mereka berdua. Dia mendengar dan
menyaksikan gerak-geri dan perbuatan mereka. Meskipun Fir'aun terkenal dengan
kejahatannya dan kekuatannya, namun kali ini Fir'aun tidak akan mampu
mengganggu atau menyakiti mereka. Allah s.w.t memberitahu Musa bahawa Dia-lah
yang akan menang. Musa berdoa dan memohon kepada Allah s.w.t agar melapangkan
hatinya dan memudahkan urusannya serta memberinya kekuatan dalam berdakwah di
jalan-Nya.
Allah s.w.t
berfirman:
"Apakah
telah sampai kepadamu kisah Musa ? Ketika ia melihat api, lalu berkatalah ia
kepada keluarganya: 'Tinggallah kamu (di sini), sesungguhnya aku melihat api,
mudah-mudahan aku dapat membawa sedikit darinya kepadamu atau aku akan mendapat
petunjuk di tempat api itu. Maka ketika ia datang ke tempat api itu ia
dipanggil: Hai Musa, sesungguhnya Aku adalah Tuhanmu. Maka tinggalkanlah kedua
terompahmu; sesungguhnya kamu berada di lembah yang suci, Thuwa'. Dan Aku telah
memilih kamu, maka dengarkanlah apa yang akan diwahyukan (kepadamu).
Sesungguhnya Aku ini adalah Allah, tidak ada Tuhan (yang hak) selain Aku, maka
sembahlah Aku dan dirikanlah salat untuk mengingat Aku. Sesungguhnya hari kiamat
itu akan datang. Aku merahsiakan (waktunya) agar supaya tiap-tiap diri itu
dibalas dengan apa yang diusahakan. Maka sekali-kali janganlah kamu kamu
dipalingkan darinya oleh orang yang tidak beriman kepadanya dan oleh orang yang
mengikuti hawa nafsunya, yang menyebabkan kamu binasa. Apakah itu yang ada di
tangan kananmu, hai Musa, 'Ini adalah tongkatku, aku bertelehan padanya, dan
aku pukul (daun) dengannya untuk kambingmu, dan bagiku ada lagi keperluan yang
lain padanya.' Allah berfirman: Lemparkanlah ia, hai Musa!' Lalu dilemparkanlah
tongkat itu, maka tiba-tiba ia menjadi seekor ular yang merayap dengan cepat.
Peganglah ia dan janganlah takut, Kami akan mengembalikannya kepada keadaannya
semula, dan kepitkanlah tanganmu ke ketiakmu, nescaya ia ke luar menjadi putih
cemerlang tanpa cacat, sebagai mukjizat yang lain (pula), untuk Kami
perlihatkan kepadamu sebahagian dari tanda-tanda kekuasaan Kami yang besar.
Pergilah kepada Fir'aun; sesungguhnya ia telah melampaui batas. Berkata Musa:
'Ya Tuhanku, lapangkanlah untukku dadaku, dan mudahkanlah untukku urusanku, dan
lepaskanlah kekakuan dari lidah, supaya mereka mengerti perkataanku, dan
jadikanlah untukku seorang pembantu dari keluargaku, (yaitu) Harun saudaraku,
teguhkanlah dengan dia kekuatanku, dan jadikanlah dia sekutu dalam urusanku,
supaya kami banyak bertasbih kepada Engkau, dan banyak mengingat Engkau.
Sesungguhnya Engkau adalah Maha Melihat (keadaan) kami.' Allah berfirman:
'Sesungguhnya telah diperkenankan permintaanmu, hai Musa.' Dan sesungguhnya
Kami telah memberi nikmat kepadamu pada kali yang lain, yaitu ketika Kami
mengilhamkan kepada ibumu suatu yang diilhamkan, yaitu: Letakkanlah ia (Musa)
di dalam peti, kemudian lemparkanlah ia ke sungai (Nil), maka pasti sungai itu
membawanya ke tepi, supaya diambil oleh (Fir'aun) musuh-Ku dan musuhnya.' Dan
Aku telah melimpahkan kepadamu kasih sayang yang datang dari-Ku; dan supaya
kamu diasuh di bawah pengawasan-Ku. (Yaitu) ketika saudaramu yang perempuan
berjalan, lalu ia berkata kepada (keluarga Fir'aun): 'Bolehkah saya menunjukkan
kepadamu orang yang akan memeliharanya?' Maka Kami mengembalikanmu kepada
ibumu, agar senang hatinya dan tidak berduka cita. Dan kamu pernah membunuh
seorang manusia, lalu Kami selamatkan kamu dari kesusahan dan Kami telah mencubamu
dengan beberapa cubaan; maka kamu tinggal beberapa tahun di antara penduduk
Madyan, kemudian kamu datang menurut waktu yang ditetapkan hai Musa, dan Aku
telah memilihmu untuk diri-Ku. " (QS. Thaha: 9-41)
Kita tidak
mengetahui apa yang kita akan katakan dan apa yang kita komentar berkaitan
dengan firman Allah s.w.t kepada salah seorang hamba-Nya: "Dan Aku telah
memilihmu untuk diri-Ku." Allah s.w.t telah memilih Musa. Itu adalah salah
satu puncak kemuliaaan di mana tidak ada seseorang pun di zaman itu yang mampu
mencapainya selain Musa. Nabi Musa kembali untuk menemui keluarganya setelah
Allah s.w.t memilihnya sebagai Rasul atau utusan untuk berdakwah ke Fir'aun.
Akhirnya, Nabi Musa beserta keluarganya berjalan menuju ke Mesir. Hanya Allah
s.w.t yang mengetahui fikiran-fikiran apa yang terlintas di dalam diri Musa
saat beliau mengayunkan langkahnya menuju ke Mesir.
Selesailah
masa-masa perenungan dan dimulailah hari-hari kedamaian dan kebahagiaan, dan
akhirnya datanglah hari-hari yang sulit. Demikianlah Nabi Musa memikul amanat
kebenaran dan pergi untuk menyampaikannya kepada salah satu penguasa yang
paling bengis dan paling kejam dan paling jahat di zamannya. Nabi Musa
mengetahui bahawa Fir'aun adalah orang yang jahat. Fir'aun akan berusaha memberhentikan
langkah dakwahnya dan Fir'aun akan menentangnya tetapi Allah s.w.t
memerintahkannya untuk pergi ke Fir'aun dan berdakwah kepadanya dengan
kelembutan dan kasih sayang. Allah s.w.t mewahyukan kepada Musa bahawa Fir'aun
tidak akan beriman tetapi Nabi Musa tidak peduli dengan hal itu. Beliau
diperintahkan untuk melepaskan Bani Israil yang sedang diseksa oleh Fir'aun.
Allah s.w.t
berkata kepada Musa dan Harun:
"Maka
datanglah kamu berdua kepadanya (Fir'aun) dan katakanlah: 'Sesungguhnya kami
berdua adalah utusan Tuhanmu, maka lepaskanlah Bani Israil bersama kami dan
janganlah kamu menyeksa mereka." (QS. Thaha: 47)
Inilah tugas
yang ditentukan, yaitu tugas yang akan berbenturan dengan ribuan tantangan.
Fir'aun menyeksa Bani Israil dan menjadikan mereka budak-budak dan memaksa
mereka untuk bekerja di luar kemampuan mereka. Fir'aun juga menodai kehormatan
wanita-wanita mereka dan menyembelih anak laki-laki mereka. Nabi Musa
mengetahui bahawa rejim Mesir berusaha untuk memperbudak Bani Israil dan mengeksploitasi
mereka di luar kemampuan mereka demi kepentingan penguasa. Tetapi Nabi Musa
tetap memperlakukan dan menghadapi Fir'aun dengan penuh kelembutan dan kasih
sayang sebagaimana yang diperintahkan oleh Allah s.w.t padanya:
"Pergilah
kamu berdua kepada Fir'aun, sesungguhnya dia telah melampaui batas; maka
berbicaralah kamu berdua kepadanya dengan kata-kata yang lemah lembut,
mudah-mudahan ia ingat atau takut." (QS. Thaha: 43-44)
Musa
bercerita kepada Fir'aun tentang siapa sebenarnya Allah s.w.t, tentang
rahmat-Nya, tentang syurganya, dan tentang kewajipan mengesakan-Nya dan
menyembah-Nya. Beliau berusaha mem-bangkitkan aspek-aspek kemanusiaan Fir'aun
melalui pembicaraan tersebut. Fir'aun mendengarkan apa yang dikatakan oleh Musa
dengan penuh kebosanan. Fir'aun membayangkan bahawa seseorang yang di
hadapannya adalah orang gila yang nekad untuk menentang dan menggoyang
kedudukannya. Kemudian Fir'aun mengangkat tangannya dan berbicara: "Apa
yang engkau inginkan, hai Musa?" Musa menjawab: "Aku ingin agar engkau
membebaskan Bani Israil." Fir'aun bertanya: "Mengapa aku harus
membebaskan mereka bersamamu sementara mereka adalah budak- budakku?" Musa
menjawab: "Mereka adalah hamba-hamba Allah s.w.t, Tuhan Pengatur alam
semesta." Dengan nada mengejek Fir'aun bertanya: "Bukankah engkau
mengatakan bahawa namamu Musa?" Musa menjawab: "Benar." Fir'aun
berkata: "Bukankah engkau yang kami temukan di sungai Nil saat engkau
masih kecil yang tidak mempunyai daya dan kekuatan? Bukankah engkau Musa yang
aku didik di istana ini, lalu engkau memakan makanan kami dan meminum air kami,
dan engkau menikmati kebaikan- kebaikan dari kami? Bukankah engkau yang
membunuh seseorang lalu setelah itu engkau lari? Tidakkah engkau ingat semua
itu? Bukankah mereka mengatakan bahawa pembunuhan merupakan suatu kekufuran?
Kalau begitu, engkau seorang kafir dan engkau seorang pembunuh. Jadi engkau
adalah Musa yang lari dari hukum Mesir. Engkau adalah seseorang yang lari dan
menghindari keadilan. Lalu sekarang engkau datang kepadaku dan berusaha berbicara
denganku. Engkau berbicara tentang apa hai Musa. Sungguh aku telah lupa."
Musa
mengerti bahawa Fir'aun mengingatkan padanya tentang masa lalunya dan Fir'aun
berusaha menunjukkan kepadanya bahawa ia telah mendidiknya dan berlaku baik
padanya. Musa juga memahami bahawa Fir'aun mengancamnya dengan pembunuhan. Musa
memberitahu Fir'aun, bahawa ia bukan seorang kafir ketika membunuh seorang
Mesir tetapi saat itu beliau melakukannya dengan tidak sengaja. Musa
memberitahu Fir'aun bahawa ia lari dari Mesir kerana khuatir akan pembalasan
mereka. Pembunuhan yang dilakukan olehnya bersifat tidak sengaja. Musa tidak
bermaksud untuk membunuh seseorang. Musa telah memberitahu Fir'aun bahawa Allah
s.w.t telah memberinya hikmah dan menjadikannya salah seorang Rasul. Allah
s.w.t menceritakan sebahagian dialog antara Musa dan Fir'aun dalam surah
as-Syuara' sebagaimana firman-Nya:
"Dan
(ingatlah) ketika Tuhanmu menyeru Musa (dengan firman-Nya): 'Datangilah kaum
yang lalim itu, (yaitu) kaum Fir'aun. Mengapa mereka tidak bertakwa? Berkata
Musa: 'Ya Tuhanku, sesungguhnya aku takut bahawa mereka akan mendustakan aku.
Dan (kerananya) sempitlah dadaku dan tidak lancar lidahku maka utuslah (Jibril)
kepada Harun. Dan aku berdosa terhadap mereka, maka aku takut mereka akan
membunuhku.' Allah berfirman: 'Janganlah takut (mereka tidak akan dapat
membunuhmu), maka pergilah kamu berdua dengan membawa ayat-ayat Kami
(mukjizat-mukjizat); sesungguhnya Kami bersamamu mendengarkan (apa-apa yang
mereka katakan). Maka datanglah kamu berdua kepada Fir'aun dan katakanlah:
'Sesungguhnya kami adalah Rasul Tuhan semesta alam, lepaskanlah Bani Israil
(pergi) beserta kami.' Fir'aun menjawab: 'Bukankah kami telah mengasuhmu di
antara (keluarga) kami, waktu kamu masih kanak-kanak dan kamu tinggal bersama
kami beberapa tahun dari umurmu, dan kamu telah berbuat suatu perbuatan yang
telah kamu lakukan itu dan kamu termasuk golongan orang-orang yang tidak
membalas guna.' Berkata Musa: 'Aku telah melakukannya, sedang aku di waktu itu
termasuk orang-orang yang khilaf. Lalu aku lari meninggalkan kamu ketika aku
takut kepadamu, kemudian Tuhanku memberikan kepadaku ilmu serta Dia
menjadikanku salah seorang di antara rasul-rasul. " (QS. as-Syu'ara:
10-21)
Kemudian
bangkitlah emosi Nabi Musa ketika Fir'aun mengingatkan bahawa ia telah berbuat
baik kepada Musa. Musa bangkit dan berbicara kepadanya:
"Budi
yang kamu limpahkan kepadaku itu adalah (disebabkan) kamu telah memperbudak
Bani Israil." (QS. asy-Syu'ara: 22)
Musa ingin
berkata kepadanya, apakah engkau mengira bahawa nikmat yang engkau berikan
kepadaku lalu engkau merasa telah berbuat baik padaku, di mana aku adalah salah
seorang lelaki dari kalangan Bani Israil? Apakah nikmat ini sebanding dengan
cara-caramu memperlakukan bangsa yang besar ini di mana engkau memperbudak
mereka; engkau memperkerjakan mereka dengan cara yang semena-mena. Jika ini
memang demikian maka logik mengatakan bahawa kita seimbang: tiada yang
berhutang dan tiada yang meminjam. Jika tidak demikian maka siapa yang
memberikan bahagian yang lebih besar?
Alhasil
masalahnya adalah dakwah di jalan Allah s.w.t, yaitu satu urusan yang aku tidak
membawa kepadamu dari diriku sendiri. Aku bukan utusan dari bangsa Bani Israil.
Aku bukan juga utusan dari diriku sendiri tetapi aku adalah seorang utusan dari
Allah s.w.t. Aku adalah utusan Tuhan Pengatur alam semesta. Sampai pada tahap ini
Fir'aun mulai memasuki pembicaraan lebih serius: Fir'aun bertanya:
"Siapakah
Tuhan semesta alam itu?" (QS. asy-Syu'ara': 23) Musa Menjawab:
"Tuhan
Pencipta langit dan bumi dan apa-apa yang di antaranya keduanya (itulah
Tuhanmu), jika kamu sekalian (orang-orang) mempercayai-Nya." (QS.
asy-Syu'ara': 24)
Berkata
Fir'aun kepada orang-orang sekelilingnya: "Apakah kamu tidak
mendengarkan?" (QS. asy-Syu'ara': 25)
Musa berkata
dan tidak mempedulikan ejekan Fir'aun itu:
"Tuhan
kamu dan Tuhan nenek-nenek moyang kamu yang dahulu. " (QS. asy-Syu'ara':
26)
Fir'aun
berkata kepada mereka yang datang bersama Musa dari Bani Israil:
"Sesungguhnya Rasulmu yang diutus kepada kamu sekalian benar- benar orang
gila." Musa kembali berkata dan tidak memperhatikan tuduhan Fir'aun dan
ejekannya:
"Tuhan
yang menguasai timur dan barat dan apa yang ada di antara keduanya: (Itulah
Tuhanmu) jika kamu mempergunakan akal. " (QS. asy-Syu'ara': 28)
Allah s.w.t
menceritakan sebahagian dialog yang terjadi antara Fir'aun dan Musa dalam surah
as-Syu'ara':
"Fir'aun
bertanya: 'Siapakah Tuhan semesta alam itu?' Musa Menjawab: 'Tuhan Pencipta
langit dan bumi dan apa-apa yang di antara keduanya (itulah Tuhanmu), jika kamu
sekalian (orang-orang) mempercayai-Nya.' Berkata Fir'aun kepada orang-orang
sekelilingnya: 'Apakah kamu tidak mendengarkan?' Musa berkata: "Tuhan kamu
dan Tuhan nenek-nenek moyang kamu yang dahulu.' Fir'aun berkata: 'Sesungguhnya
Rasulmu yang diutus kepada kamu sekalian benar-benar orang gila.' Musa berkata: 'Tuhan
yang menguasai timur dan barat dan apa yang ada di antara keduanya: (Itulah
Tuhanmu) jika kamu mempergunakan akal.'" (QS. asy-Syu'ara': 23-28)
Allah s.w.t
mengingatkan dalam surah Thaha sebahagian dari peristiwa pertemuan antara
Fir'aun dan Nabi Musa. Allah s.w.t berfirman:
"Maka
datanglah kamu kedua kepadanya (Fir'aun) dan katakanlah: 'Sesungguhnya kami
berdua adalah utusan Tuhanmu, maka lepaskanlah Bani Israil bersama kami dan
janganlah kamu menyeksa mereka. Sesungguhnya kami telah datang kepadamu dengan
membawa bukti (atas kerasulan kami) dari Tuhanmu. Dan keselamatan itu
dilimpahkan kepada orang yang mengikuti petunjuk. Sesungguhnya telah diwahyukan
kepada kami bahawa seksa itu (ditimpakan) atas orang-orang yang mendustakan dan
berpaling.' Berkata Fir'aun: 'Maka siapakah Tuhanmu berdua, hai Musa.' Musa
berkata: 'Tuhan kami ialah (Tuhan) yang telah memberikan kepada tiap-tiap
sesuatu bentuk kejadiannya, kemudian memberinya petunjuk.' Berkata Fir'aun:
'Maka bagaimanakah keadaan-keadaan umat-umat yang dahulu? Musa menjawab:
'Pengetahuan tentang itu ada di sisi Tuhanku, di dalam sebuah kitab. Tuhan kami
tidak akan salah dan tidak akan salah (pula) lupa.'" (QS. Thaha: 47-52)
Kita
perhatikan bahawa Fir'aun tidak bertanya kepada Nabi Musa tentang Tuhan
Pengatur alam atau Tuhan Musa dan Harun dengan maksud bertanya sesungguhnya
atau pertanyaan yang bermaksud untuk mengetahui kebenaran tetapi perkataan yang
dilontarkan Fir'aun semata- mata hanya untuk mengejek. Nabi Musa as menjawabnya
dengan jawapan yang sempurna dan mengena. Nabi Musa berkata: "Sesungguhnya
Tuhan kami adalah Dia yang memberi sesuatu ciptaannya kemudian Dia membimbing
ciptaannya. Dialah sang Pencipta. Dia menciptakan berbagi macam makhluk dan Dia
juga yang membimbingnya sesuai dengan kebutuhannya sehingga makhluk-makhluk
tersebut dapat menjalani kehidupan dengan baik. Allah s.w.t-lah yang
mengarahkan segala sesuatu; Allah s.w.t-lah yang menguasai segala sesuatu; Allah
s.w.t-lah yang mengetahui segala sesuatu; Allah s.w.t-lah yang menyaksikan
segala sesuatu." Al-Quran al-Karim mengungkapkan semua itu dalam ungkapan
yang sederhana namun padat ertinya, yaitu dalam firman-Nya:
"Musa
berkata: "Tuhan kami ialah (Tuhan) yang telah memberikan kepada tiap-tiap
sesuatu bentuk kejadiannya, kemudian memberinya petunjuk." (QS. Thaha: 50)
Kemudian
Fir'aun bertanya, "lalu bagaimana keadaan manusia-manusia yang hidup di
abad-abad pertama di mana mereka tidak menyembah Tuhanmu ini?" Fir'aun
masih ingkar dan mengejek dakwah Nabi Musa. Nabi Musa menjawab: "bahawa
masa-masa yang dahulu di mana mereka tidak menyembah Allah s.w.t adalah masalah
yang semua itu berada di sisi Allah s.w.t. Atau dalam kata lain, semua itu
diketahui oleh Allah s.w.t. Keadaan di masa-masa yang dahulu tercatat dalam
kitab Allah s.w.t. Allah s.w.t menghitung apa yang mereka kerjakan di dalam
kitab. Allah s.w.t tidak pernah lupa." Jawapan Nabi Musa tersebut berusaha
menenangkan Fir'aun tentang orang-orang yang hidup di masa-masa pertama. Jadi
Allah s.w.t mengetahui segala sesuatu dan mencatat apa saja yang dilakukan manusia
dan Allah s.w.t tidak menyia-nyiakan pahala mereka. Kemudian Nabi Musa kembali
menyempurnakan dan menyelesaikan pembicaraannya tentang sifat Tuhannya:
"Yang
telah menjadikan bagimu bumi sebagai hamparan dan yang telah menjadikan bagimu
di bumi itu jalan-jalan, dan menurunkan dari langit air hujan. Maka Kami
tumbuhkan dengan air hujan itu berjenis-jenis dari tumbuh-tumbuhan. Makanlah
dan gembalakanlah binatang-binatangmu. Sesungguhnya pada yang demikian itu,
terdapat tanda-tanda kekuasaan Allah bagi orang-orang yang berakal. Dari bumi
(tanah) itulah Kami menjadikan kamu dan darinya Kami akan mengembalikan kamu
dan darinya Kami akan mengeluarkan kamu pada kali yang lain. " (QS. Thaha:
53-55)
Nabi Musa
menarik perhatian Fir'aun tentang tanda-tanda kebesaran Allah s.w.t di alam
semesta. Nabi Musa menunjukkan kepadanya bagaimana gerakan angin, hujan, dan
tumbuh-tumbuhan. Kemudian Nabi Musa juga menunjukkan bagaimana pengaruh semua
itu pada bumi. Musa memberitahu kepada Fir'aun bahawa Allah s.w.t menciptakan manusia
dari tanah dan setelah itu Dia akan mengembalikan padanya dengan kematian lalu
mengeluarkan manusia darinya di hari kebangkitan. Jadi, di sana terjadi hari
kebangkitan dan pada hari kiamat manusia akan menghadap kepada Allah s.w.t.
Tidak ada seseorang pun yang dikecualikan dari hal itu. Semua hamba Allah s.w.t
akan berdiri dihadapan-Nya pada hari kiamat, termasuk Fir'aun.
Musa datang
kepada Fir'aun sebagai pembawa berita gembira dan sebagai pemberi peringatan,
tetapi peringatan dari Musa ini tidak membikin Fir'aun merenung dan mendapatkan
pelajaran namun justru dialog antara dirinya dan Musa semakin menajam. Bisa
dikatakan bahawa dialog di antara mereka menjadi pertentangan. Ketajaman dialog
mulai menghangat. Kemudian berubahlah bahasa dialog itu. Musa berusaha
menyampaikan argumentasi yang sangat kuat kepada Fir'aun. Musa berusaha membawa
argumentasi rasional tetapi Fir'aun berusaha keluar dari ruang lingkup dialog
yang berdasarkan logik yang sehat. Fir'aun berusaha menggunakan dialog dalam
bentuk yang baru, yaitu suatu cara yang Musa tidak mampu lagi melawannya. Ia
mulai menyerang Musa dan mengancamnya.
Fir'aun
menunjukkan penentangannya kepada kebenaran yang dibawa oleh Musa. Fir'aun acuh
tak acuh terhadap dakwah Nabi Musa. Fir'aun mulai menyerang peribadi Musa. Ia
mulai mempersoalkan pakaian Musa dan kedudukan sosialnya bahkan ia pun
menyerang cara Musa berbicara. Setelah menghina Musa sedemikian rupa, Fir'aun
sengaja memakai metode kekuatan mutlak. Fir'aun bertanya kepada Musa, bagaimana
ia berani menentang penyembahan terhadap dirinya; bagaimana Musa menyembah
selain dirinya; tidakkah Musa mengetahui bahawa Fir'aun adalah tuhan? Bagaimana
Musa tidak mengetahui hakikat ini padahal ia terdidik di istana Fir'aun dan
sangat mengenal lingkungan di sekitar Fir'aun? Setelah Fir'aun menyampaikan
tentang ketuhanan-nya secara mendasar, ia bertanya kepada Musa, bagaimana Musa
berani menyembah tuhan selain dirinya. Ini bererti bahawa Musa ingin dimasukan
ke dalam penjara. Tiada ketentuan di sisi kami bagi orang yang menyembah selain
Fir'aun kecuali penjara adalah tempatnya:
"Fir'aun
berkata: 'Sungguh jika kamu menyembah Tuhan selain aku, benar-benar aku akan
menjadikan kamu salah seorang yang dipenjarakan.'" (QS. asy-Syu'ara': 29)
Musa
mengetahui bahawa argumentasi-argumentasi rasional tidak lagi bermanfaat.
Dialog yang tenang dan sehat berubah menjadi ejekan dan hinaan serta pada
akhirnya menjadi ancaman hukuman penjara. Musa mengetahui bahawa telah tiba
waktunya untuk menunjukkan mukjizat yang dibawanya. Setelah diancam akan
dimasukan ke dalam penjara, ia berkata kepada Fir'aun:
"Musa
berkata: 'Dan apakah (kamu akan melakukan ini) kendatipun aku tunjukkan
kepadamu sesuatu (keterangan) yang nyata?'" (QS. asy- Syu'ara': 30)
Musa
menantang kepada Fir'aun dan Fir'aun menerima tantangannya. Fir'aun ingin tahu
sejauh mana kebenaran Musa.
"Fir'aun
berkata: 'Datangkanlah sesuatu (keterangan) yang nyata itu, jika kamu adalah
termasuk orang-orang yang benar.'" (QS. asy- Syu'ara': 30-31)
Musa
melemparkan tongkatnya di ruangan yang besar itu. Mula-mula Fir'aun menganggap
bahawa tongkat yang dibawanya jatuh kerana Musa gementar menghadapinya. Setelah
Fir'aun meminta padanya bukti atas kebenaran dakwahnya, tiba-tiba tongkat yang
menyentuh tanah itu berubah menjadi ular yang besar yang bergerak dengan cepat
dan gesit. Ular itu menuju ke arah Fir'aun. Fir'aun tampak pucat kerana takut.
Ia tampak gementar di kerusinya kemudian ia berteriak agar mereka menjauhkan
ular itu darinya. Nabi Musa menghulurkan tangannya ke ular itu lalu ular itu
kembali menjadi tongkat yang ada di tangannya sebagaimana semula. Setelah
peristiwa itu, keheningan menyeliputi istana Fir'aun. Nabi Musa kembali
menunjukkan kepada orang-orang yang berdiri di sekitarnya, mukjizatnya yang
kedua. Musa memasukkan tangannya di sakunya lalu mengeluarkannya. Tiba-tiba
tangan itu menjadi putih seperti bulan; tangan itu tiba-tiba mengeluarkan
cahaya yang memenuhi penjuru istana. Akhirnya, semua orang yang hadir di situ
merasakan kekaguman yang luar biasa sedangkan Fir'aun wajahnya tampak menghijau
kerana saking takutnya.
Allah s.w.t
berfirman:
"Maka
Musa melemparkan tongkatnya, yang tiba-tiba tongkat itu (menjadi) ular yang
nyata. Dan ia menarik tangannya (dari dalam bajunya), maka tiba-tiba tangan itu
jadi putih (bersinar) bagi orang- orang yang melihatnya." (QS.
asy-Syu'ara': 32-33)
Keheningan
semakin menyelimuti istana Fir'aun. Pengaruh dua mukjizat yang dibawa oleh Nabi
Musa tertanam pada jiwa orang-orang yang hadir di situ. Pertama-tama mereka
merasakan ketakutan dalam diri mereka kemudian Nabi Musa mengembalikan
tangannya ke sakunya lalu tangannya kembali seperti semula.
Fir'aun
berkata: "Sekarang, pergilah kalian berdua. Nanti kita akan lanjutkan
perbincangan kita." Musa memalingkan wajahnya dan keluar dari istana.
Fir'aun tampak terpukul atas peristiwa itu. Fikirannya mulai berputar-putar. Ia
membayangkan apa yang terjadi di istananya dan di wilayah kekuasaannya
seandainya berita tentang dua mukjizat itu tersebar di tengah-tengah manusia,
lalu manusia mulai membicarakan tentang Musa dan Harun. Fir'aun mengeluarkan
perintahnya agar orang- orang yang melihat peristiwa itu tidak membuka hal itu
kepada masyarakat umum, tetapi para pembantu istana dan sebahagian dari Bani
Israil menyaksikan dua peristiwa itu. Akhirnya, mulailah terjadi perbincangan
di tengah-tengah masyarakat ramai tentang dua mukjizat itu. Fir'aun benar-benar
terdiam ketika menghadapi dua mukjizat yang dibawa oleh Nabi Musa. Ketika Musa
keluar dari istana Fir'aun yang sebelumnya merasa takut dan gementar, kini
menjadi marah. Ia meluapkan kemarahan itu kepada menterinya dan para
pembantunya. Tiba-tiba ia bersikap kasar kepada mereka tanpa sebab yang
diketahui. Fir'aun memerintahkan mereka untuk keluar dari ruangannya dan
meningggalkan dirinya sendirian.
Fir'aun
berusaha untuk menghadapi masalah itu dengan lebih tenang. Fir'aun meminum
beberapa gelas dari minuman keras tetapi rasa marahnya belum hilang juga.
Kemudian ia mengeluarkan perintah untuk mengumpulkan orang-orang dekatnya dan
semua para menteri di istana serta para pemimpin di Mesir. Fir'aun mengeluarkan
perintahnya kepada Haman salah satu ketua para menterinya untuk mengepalai
pertemuan tersebut. Kemudian para pembesar dari kaum Fir'aun berkumpul. Fir'aun
memasuki ruang pertemuan dan wajahnya tampak emosi. Jelas sekali Fir'aun tidak
mahu menerima dengan mudah adanya tuhan lain yang disembah orang-orang Mesir
selain dirinya. Fir'aun cukup berbahagia ketika ia menguasai Mesir dari
memerintah dengan semahunya. Tiba-tiba, ia dikejutkan dengan kedatangan Musa
yang ingin menghancurkan apa saja yang telah dibangunnya. Musa mengatakan pada
dirinya bahawa di sana ada Tuhan yang Esa yang tiada Tuhan lain selain-Nya di
alam semesta. Ini bererti bahawa Fir'aun adalah seorang pembohong. Pemikiran
ini menghantui kepala Fir'aun sehingga Fir'aun menoleh kepada ketua para
menterinya yaitu Haman akhirnya pertemuan bersejarah itu diadakan.
Tidak ada
seorang pun yang berani membuka mulutnya. Fir'aun membuka pertemuan itu dengan
secara tiba-tiba ia melontarkan pertanyaan kepada Haman: "Apakah aku
seseorang pembohong wahai Haman?" Haman menunduk dan bertanya: "Siapa
yang berani menentang Fir'aun?" Fir'aun berkata dengan marah:
"Musa." Bukankah ia mengatakan bahawa ada tuhan lain di langit."
Dengan mantap Haman menjawab: "Sungguh wahai tuanku, Musa berbohong."
Fir'aun berkata dalam keadaan memutar wajahnya ke arah yang lain: "Aku
mengetahui bahawa ia berbohong." Kemudian Fir'aun kembali menoleh ke
Haman:
"Dan
berkatalah Fir'aun: 'Hai Haman, buatkanlah bagiku sebuah bangunan yang tinggi
supaya aku sampai ke pintu-pintu, (yaitu) pintu- pintu langit, supaya aku dapat
melihat Tuhan Musa dan sesungguhnya aku memandangnya seorang pendusta.'"
(QS. al-Mu'min: 36-38)
Fir'aun
mengeluarkan perintah untuk membangun suatu bangunan yang kukuh dan tinggi di
mana ketinggiannya mampu mencapai langit. Perintah Fir'aun itu berdasarkan
peradaban Mesir yang lagi maju di mana mereka cenderung membangun bangunan yang
spektakuler. Namun Fir'aun lupa pada aturan-aturan teknik pembangunan. Meskipun
demikian, Haman bersikap munafik, padahal ia mengetahui kemustahilan membangun
sesuatu bangunan semegah dan setinggi itu. Haman berkata: "Saya ingin
melaksanakan perintah untuk mendirikan bangunan itu sesegera mungkin, tetapi
wahai tuanku dan izinkanlah aku untuk pertama kalinva aku menentang perintahmu.
Sungguh engkau tidak akan mendapati sesuatu pun di langit. Tidak ada di sana
Tuhan selain dirimu." Fir'aun mendengar penolakan ketua para menterinya
itu dengan sangat puas, seakan-akan ia mendengarkan suatu hakikat yang
ditetapkan. Kemudian dalam perkumpulan yang terkenal itu, Fir'aun melontarkan
kata-katanya yang bersejarah:
"Hai
pembesar kaumku, aku tidak mengetahui tuhan bagimu selain aku." (QS.
al-Qashash: 38)
Semua yang
hadir di tempat itu menundukkan kepala tanda setuju. Di antara mereka terdapat
dua orang atau tiga orang yang masih memiliki akal sehat. Ketiga orang itu
mengetahui bahawa sebenarnya Fir'aun adalah seorang pembohong. Meskipun
demikian, mereka membiarakan kebohongan itu dan memilih apa yang disetujui oleh
Fir'aun. Tentu persetujuan ini berakibat pada masyarakat Mesir yang harus
membayar mahal hasil dari persetujuan itu. Para tentera Mesir, para pembesar
istana, dan para dukun tunduk kepada kegilaan Fir'aun. Fir'aun berkata dengan
maksud bertanya kepada para penasihatnya: "Apa yang kalian katakan tentang
Musa?" Haman berkata: "Ia adalah seorang yang pembohong."
Salah
seorang menteri yang lain berkata: "Saya kira ia adalah seorang yang
gila." Sementara itu salah seorang dukun berkata: " - Tampaknya ia
khuatir mereka akan mencurigainya jika ia tidak mengatakan sesuatu pun kepada
mereka - saya kira ia terkena kegilaan." Fir'aun memutus pembicaraan
mereka dengan mengatakan: "Sungguh kalian menggambarkan Musa macam-macam,
namun kalian belum menjawab pertanyaanku. Apa sebenarnya maunya Musa? Apa
sebenarnya persekongkolan yang disembunyikannya." Para penasihat terdiam
kerana rasa takut dan sebagai bentuk kemunafikan terhadap Fir'aun. Mereka hanya
menunggu Fir'aun mengucapkan kalimat-kalimat tertentu lalu mereka menirukannya
dengan mulut-mulut mereka layaknya burung beo. Setelah keheningan menyelimuti
ruangan itu, Fir'aun berkata: "Aku kira bahawa Musa adalah salah satu
tukang sihir yang hebat. Ia ingin mengeluarkan kalian dari negeri kalian dengan
sihirnya. Lalu persekongkolan apa yang kalian siapkan?"
Adalah hal
yang maklum di rejim kekuasaan mutlak bahawa perkumpulan yang dihadiri oleh
para pembesar dan para menteri untuk mengeluarkan pendapat sesama mereka
bererti hanya sekadar untuk mengulang-ulang dan menerima keputusan mutlak dari
penguasa. Para penasihat berkata - setelah Fir'aun memberi mereka kesempatan
untuk mengutarakan pendapat: "Sungguh benar apa yang dikatakan oleh
Fir'aun. Musa adalah seorang tukang sihir. Kalau begitu, masalahnya telah
selesai. Kita akan mengembalikan Musa dan saudaranya, dan kita akan menyebarkan
perintah Fir'aun di Mesir untuk menghadirkan tukang sihir. Jika para tukang
sihir telah datang dan berdiri di hadapan Musa, maka mereka akan dapat
membuktikan bahawa Musa memang tukang sihir dan mereka akan mampu
mengalahkannya. Dengan cara demikian, kita dapat memperdayanya di hadapan
orang-orang Mesir dan anak-anak Bani Israil." Perundingan bersejarah itu
sepakat untuk melaksanakan hal itu. Sepuluh orang dari pembantu Fir'aun keluar
dari istana, Fir'aun dengan menunggangi kenderaan mereka dan mereka segera
berpencar di seluruh penjuru Mesir. Kemudian diumumkan pada hari kedua di
pasar-pasar Mesir bahawa seluruh jago-jago sihir hendaklah menuju ke istana
Fir'aun untuk mendengarkan suatu perintah atau suatu urusan yang penting.
Fir'aun
memanggil Nabi Musa dan berusaha mengancamnya dan menakut- nakutkan tetapi Nabi
Musa tampak tenang. Fir'aun berkata kepada Nabi Musa: "Sesungguhnya engkau
seorang tukang sihir, dan aku menetapkan untuk menyingkap kedokmu di hadapan
semua orang. Tidak lama lagi para tukang sihir akan datang." Nabi Musa
bertanya: "Kapan aku akan bertemu dengan tukang sihir itu?" Fir'aun
berkata: "Di sana terdapat suatu pertemuan atau acara yang sebentar lagi
akan dimulai yang dihadiri oleh banyak orang. Yaitu hari di mana angin bertiup
dengan sepoi-sepoi; hari di mana bumi berhias diri menyambut kedatangan musim
semi. Sungguh itu suatu pertemuan yang menakjubkan dan engkau akan dikalahkan.
Sekarang aku beri kesempatan kamu untuk mencabut dakwahmu. Aku memberikan
kesempatan yang terakhir bagimu untuk menyelamatkan kehormatanmu."
Musa berkata
dengan tidak memperhatikan perkataan Fir'aun yang terakhir: "Kami sepakat
atas pertemuan itu. Kami akan hadir di hari itu di mana manusia akan berkumpul
di pagi hari." Fir'aun bertanya: "Kapan engkau akan datang?"
Musa berkata: "Insya-Allah aku akan hadir di waktu fajar di permulaan
siang."
Allah s.w.t
berfirman:
"Dan
sesungguhnya Kami telah perlihatkan kepadanya (Fir'aun) tanda- tanda kekuasaan
Kami semuanya, maka ia mendustakan dan enggan (menerima kebenaran). Berkata
Fir'aun: 'Adakah kamu datang kepada kami untuk mengusir kami dari negeri kami
(ini) dengan sihirmu, hai Musa! Dan kami pun pasti akan mendatangkan (pula)
kepadamu sihir semacam itu, maka buatlah suatu waktu untuk pertemuan antara
kami dan kamu, yang kami tidak akan menyalahinya dan tidak (pula) kamu di suatu
tempat yang pertengahan (letaknya).' Berkata Musa: "Waktu untuk pertemuan
(kami dengan) kamu itu ialah di hari raya dan hendaklah dikumpulkan manusia
pada waktu matahari sepenggalah naik.'" (QS. Thaha: 56-59)
Nabi Musa
pergi dalam keadaaan tenang. Kemudian para utusan tukang sihir datang ke istana
Fir'aun. Ketika semua berkumpul, Fir'aun memerintahkan agar mereka semua
menemuinya. Ketika masuk menemui Fir'aun, para tukang sihir sujud kepadanya.
Fir'aun memerintahkan mereka untuk berdiri, kemudian Fir'aun mulai
berjalan-jalan di antara mereka sambil mengamati wajah mereka dan pakaian
mereka. Fir'aun tampak terdiam memikirkan sesuatu dan tiba-tiba ia berdiri dan
berkata: "Wahai para tukang sihir, kami sekarang menghadapi masalah yang
kecil dan kami telah memerintahkan agar kalian dihadirkan untuk memecahkan
masalah itu." Para tukang sihir itu menundukkan kepalanya dan mereka
mendengarkan dengan hikmat. Fir'aun kembali berkata: "Salah seorang lelaki
datang kepada kami dan ia mengaku utusan Allah s.w.t; seorang lelaki yang
bernama Musa dan bersama saudaranya, Harun. Musa ini adalah tukang sihir yang
mahir, lebih tangkas dan lebih hebat dari Harun. Oleh kerana itu, kalian harus
mengalahkannya dengan kekalahan yang teruk sehingga ia tidak mampu lagi
mengangkat kepalanya kerana rasa malu." Para tukang sihir tetap
menundukkan kepalanya dan mereka terdiam. Fir'aun berkata: "Mengapa
seseorang di antara kalian tidak bertanya kepadaku tentang sihirnya Musa."
Salah seorang tukang sihir dengan tenang berkata: "Kami menunggu tuan yang
agung menceritakannya kepada kami. Kami tidak ingin memutus pembicaraanmu wahai
tuan."
Dengan nada
marah, Fir'aun berkata: "Musa melemparkan tongkatnya dan tiba-tiba
tongkatnya itu menjadi ular yang sangat besar lalu ia mencabut tangannya dan
tiba-tiba tangannya menjadi putih yang menakjubkan orang-orang yang
melihatnya." Tampak senyum manis menghiasi wajah- wajah para tukang sihir
dan salah seorang mereka berkata: "Hendaklah hati Fir'aun tenang. Ini
adalah permainan kuno; permainan tongkat yang berubah menjadi ular.
Sesungguhnya itu hanya sekadar imaginasi yang menipu orang-orang yang
melihatnya, yang seakan-akan ia bergerak padahal ia tetap di tempatnya."
Fir'aun
berkata: "Aku tidak ingin untuk memasuki perdebatan sekitar masalah
pembuatan sihir. Yang aku inginkan agar kalian mengalahkan Musa. Kami telah
sepakat untuk bertemu pada hari ketika musim semi akan tiba. Masyarakat Mesir
semuanya akan berkumpul. Mereka akan menyaksikan kalian saat kalian
mengalahkannya. Oleh kerana itu, kalian harus dapat mengalahkannya."
Selesailah
perkataan Fir'aun. Ia menunggu para tukang sihir meninggalkannya tapi mereka
masih berdiri. Salah seorang mereka bertanya: "Mengapa tuan kita Fir'aun
tidak berbicara kepada kita tentang urusan yang lebih penting seandainya kita
dapat mengalahkan Musa?" Dengan kehairanan Fir'aun bertanya: "Apa
sesuatu yang lebih penting itu?" Salah seorang tukang sihir berkata:
"Tentu kami minta upah jika kami menang." Dengan tertawa, Fir'aun berkata:
"Jangan khuatir, aku akan memuaskan kalian. Kalian akan menjadi
orang-orang yang dekat. Kami akan mengadakan pekerjaan-pekerjaan baru di istana
bagi para tukang sihir. Kalian jangan khuatir. Tenanglah kerana kalian akan
menerima upah yang layak."
Fir'aun
tertawa melihat kepercayaan para tukang sihir kepada diri mereka, kemudian ia
memerintahkan agar mereka meninggalkan tempatnya. Lalu ia sendiri menuju ke
meja makan siang. Fir'aun duduk sambil makan. Ia berkata sambil menyantap paha
kambing yang besar: "Semenjak Musa datang selera makanku terganggu. Namun
sekarang, kehancuran Musa sudah dekat."
Allah s.w.t
berfirman:
"Dan
Musa berkata: 'Hai Fir'aun, sesungguhnya aku ini adalah seorang utusan dari
Tuhan alam semesta, wajib atasku tidak mengatakannya sesuatu terhadap Allah,
kecuali yang hak. Sesungguhnya aku datang kepadamu dengan membawa bukti yang
nyata dari Tuhanmu, maka lepaskanlah Bani Israil (pergi) bersama aku.' Fir'aun
menjawab: 'Jika benar kamu membawa sesuatu bukti, maka datangkanlah bukti itu
jika (betul) kamu termasuk orang-orang yang benar.' Dan dia mengeluarkan
tangannya, maka ketika itu juga tangan itu menjadi putih bercahaya (kelihatan)
oleh orang-orang yang melihatnya. Pemuka-pemuka kaum Fir'aun berkata:
'Sesungguhnya Musa ini adalah ahli sihir yang pandai, yang bermaksud hendak
mengeluarkan kamu dari negerimu.' (Fir'aun berkata): 'Maka apakah yang kamu
anjurkan?' Pemuka-pemuka itu menjawab: 'Beritahulah ia dan saudara-saudaranya
serta kirimlah ke kota-kota beberapa orang yang akan mengumpulkan (ahli-ahli
sihir), supaya mereka membawa kepadamu semua ahli sihir yang pandai.' Dan
beberapa ahli sihir telah datang kepada Fir'aun mengatakan: '(Apakah)
sesungguhnya kami akan mendapat upah, jika kamilah yang menang Fir'aun
menjawab: 'Ya dan sesungguhnya kamu benar-benar akan termasuk orang-orang yang
dekat (kepadaku).'" (QS. al-A'raf: 104-114)
Kemudian
datanglah hari yang dijanjikan. Orang-orang berbondong- bondong keluar dari
rumah. Mereka membicarakan tentang pertemuan antar Nabi Musa dan Fir'aun.
Mereka menuju ke tempat perayaan sejak pagi hari. Tidak ada seorang pun di
Mesir yang tidak mengetahui tentang peristiwa itu. Orang-orang begitu gembira
ketika para tukang sihir itu datang sebagaimana mereka juga gembira ketika
melihat Fir'aun datang, namun keheningan menyelimuti tempat itu ketika Nabi
Musa dan Nabi Harun datang. Tempat perayaan itu diadakan di tempat terbuka yang
hanya ditutupi oleh payung Fir'aun yang melindungi kepalanya dari terik
matahari. Fir'aun berdiri di tengah-tengah tenteranya. Ia memakai emas dan
permata. Sementara itu, Nabi Musa berdiri dengan menundukkan kepalanya dalam
keadaan mengingat Allah s.w.t.
Keadaan saat
itu benar-benar hening. Kemudian para tukang sihir maju menemui Musa. Mereka
berkata kepada Musa: "Apakah engkau yang pertama kali melempar atau kami
yang pertama kali melempar." Musa berkata: "Kalianlah yang pertama
kali melempar." Para tukang sihir berkata: "Demi kemuliaan Fir'aun,
sesungguhnya kami akan menang." Musa berkata: "Celaka kalian,
janganlah kalian membuat dusta kepada Allah s.w.t nescaya Dia akan mendatangkan
seksa bagi kalian." Sebahagian ahli hakikat berkata: "Nabi Musa
menoleh dan kemudian ia melihat Jibril di sebelah kanannya." Jibril
berkata kepadanya: "Wahai Musa, hendaklah kamu bersikap sopan kepada
wali-wali Allah s.w.t." Musa berkata dalam dirinva: "Mereka para
tukang sihir itu datang dengan maksud menyimpangkan agama Fir'aun." Jibril
kembali berkata: "Bersikap lembutlah terhadap wali-wali Allah s.w.t.
Mereka saat ini sampai salat Ashar berada di sisimu dan setelah salat Ashar
mereka akan berada di syurga."
Para tukang
sihir itu mulai melemparkan tongkat-tongkat mereka dan tali-tali mereka.
Tiba-tiba arena itu dipenuhi dengan ular-ular. Mereka menipu dan menyihir
pandangan orang-orang yang melihatnya. Orang- orang yang melihat sihir itu
merasa takut kerana mereka mendatangkan sihir yang besar. Orang-orang merasa
gembira dan Fir'aun pun menampakkan senyumnya. Ia berkata dalam dirinya:
Sungguh hari ini adalah hari pembalasan atas Musa. Mukjizatnya berupa tongkat
yang ada di tangannya yang dapat berubah menjadi ular, sekarang Fir'aun
menghadirkan kepadanya seluruh tukang sihir di mana tongkat-tongkat dan
tali-tali yang ada di tangan mereka pun berubah menjadi ular. Senyuman Fir'aun
pun semakin melebar.
Nabi Musa
memperhatikan tali-tali tukang sihir dan tongkat-tongkat mereka. Ia merasa
takut. Nabi Musa ingat apa yang dikatakan oleh Jibril dan ia mulai merasakan
ketakutan. Bagaimana mungkin para tukang sihir itu akan masuk syurga dan mereka
akan menjadi wali-wali Allah s.w.t? Nabi Musa merasakan semua itu, namun tiada
seorang pun yang mengetahui hakikat pemikiran yang terlintas dalam benak Nabi
Musa saat ia berdiri dengan bajunya yang sederhana bersama saudaranya di
hadapan kumpulan manusia yang banyak dari para pengawal dan tentera Fir'aun.
Ketika Musa merasakan ketakutan tersebut, maka cahaya yang terang menembus
dalam dirinya dan Allah s.w.t berkata kepadanya:
"Kami
berkata: 'Janganlah kamu takut, sesungguhnya kamulah yang paling unggul
(menang). Dan lemparkanlah apa yang ada di tangan kananmu, nescaya ia akan
menelan apa yang mereka perbuat. Sesungguhnya apa yang mereka perbuat itu
adalah tipu daya tukang sihir (belaka). Dan tidak akan menang tukang sihir itu,
dari mana saja ia datang." (QS.Thaha: 68-69)
Musa merasa
senang ketika mendengar Allah s.w.t menenangkannya. Nabi Musa dapat
mengendalikan dirinya, kemudian beliau mengangkat tongkatnya dan
melemparkannya. Sebelum tongkat itu menyentuh tanah, tiba-tiba terjadilah suatu
mukjizat. Orang-orang dan para tukang sihir Fir'aun bahkan Fir'aun sendiri
menyaksikan sesuatu yang belum pernah mereka saksikan di dunia. Biasanya
seorang tukang sihir dapat menipu pandangan manusia dan memperdaya mereka
seolah-olah ada ular yang bergerak padahal ia tetap di tempatnya. Tetapi apa
yang terjadi saat itu adalah sesuatu yang benar-benar berbeza. Belum sampai
tongkat Nabi Musa menyentuh tanah sehingga ia berubah menjadi ular yang besar
dan sangat gesit.
Tiba-tiba
ular ini menuju ke tali-tali tukang sihir dan tongkat-tongkat mereka yang
bergerak dan ia mulai memakannya satu persatu. Tongkat Nabi Musa memakan
tali-tali tukang sihir dan tongkat-tongkat mereka dengan cepat. Belum berselang
beberapa minit sehingga arena itu kosong dari tali-tali tukang sihir dan
tongkat-tongkat mereka. Tongkat-tongkat dan tali-tali tukang sihir tersembunyi
dalam perut tongkat Nabi Musa. Dan bergeraklah ular yang besar menuju Nabi Musa
lalu beliau menghulurkan tangannya dan tiba-tiba ular itu berubah menjadi
tongkat. Para tukang sihir mengetahui bahawa mereka bukan di hadapan seorang
penyihir. Mereka sebenamya adalah tokoh-tokoh sihir dan para pakar dalam hal
itu di zaman mereka, tetapi apa yang mereka saksikan saat ini bukan termasuk
sihir. Itu adalah mukjizat dari Allah s.w.t.
Akhirnya,
para tukang sihir itu sujud di atas tanah. Mereka berkata: "Kami beriman
kepada Tuhan Pengatur alam semesta. Tuhan yang diyakini oleh Musa dan
Harun." Orang-orang Mesir dan anak-anak Bani Israil menyaksikan mukjizat
yang mengagumkan ini. Mereka melihat bagaimana tukang sihir-tukang sihir
Fir'aun sujud kepada Musa dan Harun. Fir'aun menyaksikan bahawa bola itu kini
berada di tangan Musa dan Harun. Lalu ia bangkit dari duduknya dan berteriak di
depan tukang sihir: "Bagaimana kalian beriman kepadanya sebelum aku
memberi izin kepada kalian." Para tukang sihir berkata: "Untuk
beriman tidak perlu izin." Fir'aun berkata: "Kalau begitu ini adalah
persekongkolan yang jelas. Sesungguhnya Musa adalah guru kalian yang mengajari
kalian sihir. Sungguh tangan-tangan kalian dan kaki-kaki kalian akan diputus
dan kalian akan disalib di pohon kurma. Sungguh ini adalah persekongkolan yang
jelas."
Para tukang
sihir berkata: "Lakukan apa saja yang engkau inginkan, hai Fir'aun. Kami
tidak memilihmu dan kami tidak mengutamakanmu atas mukjizat Ilahi ini.
Sesungguhnya kami beriman kepada Tuhan kami agar Dia mengampuni kami dan
menghapus kesalahan-kesalahan kami. Apa yang engkau berikan terhadap kami
adalah sesuatu yang sedikit, dan apa yang ada di sisi Allah s.w.t lebih baik
dan lebih abadi. Seandainya engkau menyeksa kami dan membunuh kami dan menyalib
kami, maka engkau hanya dapat menyeksa kami di kehidupan dunia ini. Tentu
kehidupan dunia tidak dapat dibandingkan dengan kehidupan akhirat. Kami hanya
ingin mendapatkan pengampunan dari Allah s.w.t dan memasuki syurga."
Kemudian Fir'aun mengeluarkan perintahnya untuk menyalib semua tukang sihir.
Ketika menyaksikan peristiwa tersebut, orang-orang menjadi ketakutan. Kemudian
Nabi Musa dan Nabi Harun meninggalkan tempat itu dan Fir'aun kembali ke
istananya. Allah s.w.t menceritakan dalam surah al-A'raf apa yang dialami
tukang sihir dan Musa dalam firman-Nya:
"Ahli-ahli
sihir berkata: 'Hai Musa, kamukah yang akan melemparkan lebih dahulu, ataukah
kami yang akan melemparkan?' Musa menjawab: 'Lemparkanlah (lebih dahulu)! Maka
tatkala mereka melemparkan, mereka menyulap mata orang dan menjadikan orang
banyak itu takut, serta mereka mendatangkan sihir yang besar (menakjubkan). Dan
Kami mewahyukan kepada Musa: 'Lemparkanlah tongkatmu!' Maka sekoyong-koyong
tongkat itu menelan apa yang mereka sulapkan. kerana itu nyatalah yang benar
dan gagallah yang selalu mereka kerjakan. Maka mereka kalah di tempat itu dan
jadilah mereka orang-orang yang hina. Dan ahli-ahli sihir itu serta merta meniarapkan
diri dengan bersujud. Mereka berkata: 'Kami beriman kepada Tuhan semesta alam,
(Yaitu) Tuhan Musa dan Harun. Fir'aun berkata: 'Apakah kamu beriman kepadanya
sebelum aku memberi izin kepadamu?' Sesungguhnya (perbuatan) ini adalah suatu
muslihat yang telah kamu rencanakan di dalam kota ini, untuk mengeluarkan
penduduknya darinya; maka kelah kamu akan mengetahui (akibat perbuatanmu ini);
sesungguhnya aku akan memotong tangan dan kakimu dengan bersilang secara
bertimbal balik, kemudian sungguh- sungguh aku akan menyalib kamu semuanya.
Ahli-ahli sihir itu menjawab: 'Sesungguhnya kepada Tuhanlah kami kembali. Dan
kamu tidak membalas dendam dengan menyeksa kami, melainkan kerana kami telah
beriman kepada ayat-ayat Tuhan kami ketika ayat-ayat itu datang kepada kami.'
(Mereka berdoa): 'Ya Tuhan kami, limpahkanlah kesabaran kepada kami dan
wafatkanlah kami dalam keadaan berserah diri (kepada-Mu).'" (QS.
al-A"raf: 115-126)
Para tukang
sihir Mesir berubah menjadi Muslim dan mempercayai ajaran yang dibawa oleh Nabi
Musa. Mereka beriman kepada Allah s.w.t. Akhirnya, mereka dinaikkan di
batang-batang pohon kurma untuk disalib dan dipotong tangan-tangan mereka dan
kaki-kaki mereka. Mereka meminta kepada Allah s.w.t agar mereka dimatikan
sebagai orang-orang Muslim.
Kemudian
Musa memahami apa yang diucapkan oleh Jibril as: Mereka sejak saat ini sampai
salat Ashar di sisimu dan setelahnya mereka berada di syurga. Ketika memasuki
waktu Ashar tubuh para tukang sihir itu berlumuran darah. Mereka disalib oleh
para tentera Fir'aun. Fir'aun menghadapi masalah baru. Fir'aun mengadakan
serangkaian pertemuan- pertemuan penting di istananya. Fir'aun memanggil
penanggung jawab tentera dan pasukan. Fir'aun juga memanggil apa saat ini
dinamakan dengan kepala intelejen. Bahkan Fir'aun juga memanggil para menteri
dan para penjabat serta tukang-tukang dukun. Jadi, Fir'aun memanggil semua yang
mempunyai kekuatan untuk mengubah jarum sejarah.
Fir'aun
bertanya kepada kepala intelejennya: "Apa yang dikatakan orang-
orang?" Ia berkata: "Anak buahku telah kusebar di antara khalayak dan
mereka mendapat informasi bahawa Musa dapat memenangkan perlumbaan itu kerana
ia berhasil membikin suatu konspirasi bersama para tukang sihir." Kemudian
Fir'aun bertanya kepada salah seorang ketua keamanan: "Apa yang terjadi
pada jasad-jasad tukang sihir?" Ia berkata: "Anak buahku
menggantunginya di tempat umum dan di pasar-pasar untuk menakuti manusia dan
kami sebarkan berita bahawa Fir'aun akan membunuh setiap orang yang memiliki
persekongkolan." Lalu Fir'aun bertanya kepada komandan pasukan: "Apa
yang dikatakan oleh pasukan?" Ia menjawab: "Mereka menginginkan agar
mendapatkan perintah untuk bergerak di tempat mana pun yang ditentukan oleh
Fir'aun." Fir'aun berkata: "Belum datang giliran pasukan maka akan
datang gilirannya."
Fir'aun
kemudian terdiam. Lalu Haman salah seorang ketua para menteri bergerak dan
mengangkat tangannya dan ia mulai meminta untuk berbicara, dan Fir'aun
mengizinkan kepadanya. Haman berkata: "Apakah kita akan membiarkan Musa
dan kaumnya untuk membuat kerosakan di muka bumi dan mereka mengalihkan ibadah
kepada selainmu?" Fir'aun berkata: "Sungguh engkau dapat membaca
fikiranku wahai Haman. Kita akan membunuh anak-anak mereka dan akan
mempermalukan perempuan-perempuan mereka. Aku memiliki kekuasaan di atas
mereka."
Pasukan
Fir'aun pergi untuk membunuh anak-anak laki dari Bani Israil dan menodai
kehormatan wanita-wanita mereka, serta memenjarakan siapa pun yang menentang.
Musa berdiri menyaksikan apa yang terjadi tanpa mampu turut campur dan tanpa
mampu mencegahnya. Yang beliau lakukan hanya memerintahkan kaumnya untuk
bersabar. Beliau memerintahkan mereka untuk meminta pertolongan kepada Allah
s.w.t dan bersabar atas segala ujian. Beliau menjadikan para tukang sihir
sebagai teladan bagi mereka di mana tukang sihir Mesir itu mampu menahan derita
di jalan Allah s.w.t tanpa berkeluh kesah. Nabi Musa memberitahu mereka bahawa
tentera-tentera Fir'aun berbuat aniaya di muka bumi yang seakan-akan bumi
adalah milik khusus mereka. Sebenarnya Allah s.w.t akan mewariskan bumi kepada
orang-orang yang bertakwa.
Kemudian
intimidasi yang dilakukan Fir'aun sangat mempengaruhi jiwa Bani Israil sehingga
mereka merasakan kekalahan dan pesimis. Mereka berkata kepada Musa: "Wahai
Musa kami sangat menderita sebelum kedatanganmu dan sesudah kedatanganmu,
anak-anak dibunuh sebelum kedatanganmu dan sesudah kedatanganmu."
Seakan-akan mereka berkata kepada Musa bahawa keberadaanmu tidak memberikan
manfaat sedikit pun. Kami tetap merasakan kesendirian. Musa menolak kebodohan
mereka ini. Ia memberitahu mereka bahawa Allah s.w.t akan menghancurkan
musuh-musuh mereka, kemudian Allah s.w.t akan menjadikan bumi dikuasai oleh
mereka. Tetapi lagi-lagi mereka tetap mengadu kepada Musa dan tampak bahawa
mereka tidak kuat lagi menahan penderitaan yang mereka alami.
Musa
menghadapi keadaan yang sulit. Beliau berusaha melawan kemarahan Fir'aun dan
konspirasinya. Pada saat yang sama, Nabi Musa mendengar keluhan kaumnya. Di
tengah-tengah keadaan yang demikian, Qarun bergerak. Qarun adalah seorang
putera Bani Israil. Ia berasal dari kaum Musa tetapi ia justru menentang Musa.
Kekayaannya dan status sosialnya menjadikannya lebih dekat kepada rejim
Fir'aun. Allah s.w.t menceritakan kepada kita tentang kekayaan Qarun. Allah
s.w.t berkata kepada kita bahawa kunci-kunci kamar yang menyimpan kekayaannya
sangat sulit dipikul oleh sekelompok laki-laki yang kuat sekalipun. Seandainya
kita ingin mengetahui kunci-kunci kekayaan ini yang sedemikian rupa, maka kita
dapat membayangkan kekayaan itu sendiri. Qarun memiliki berbagai macam kekayaan
dan dalam jumlah yang banyak. Bahkan saking kayanya, pelana kudanya terbuat
dari kulit yang dihiasi oleh perak dan emas.
Jika Qarun
keluar dengan membawa pesona dunia yang diikuti oleh rombongannya dan disinari
oleh matahari, maka emas-emas yang dibawanya tampak menyala di bawah sengatan
matahari. Pemandangan demikian sangat mengagumkan bagi orang-orang yang
mencintai dunia. Kekayaan yang dimiliki Qarun membuatnya bersikap angkuh
sehingga tidak mudah baginya untuk menerima nasihat. Tampak bahawa kekayaannya
dan kesombongannya membuatnya merasa bergembira, sehingga tertawanya Qarun
menjadi tertawa yang paling terkenal di kalangan Bani Israil, dan kebenarannya
menyaingi kebenaran Fir'aun dan Haman. Kedua orang itu (Fir'aun dan Haman)
menguasai Mesir secara keseluruhan, sedangkan Qarun hanya mengusai sebahagian
dari Mesir.
Orang-orang
yang berakal dari kaumnya menasihatinya agar ia berfikir sejenak tentang
akhiratnya, dan barangkali mereka berkata kepadanya: "Sesungguhnya tak
seorang pun menasihatimu untuk meninggalkan dunia secara keseluruhan dan
menempuh jalan orang-orang yang zuhud tetapi mereka menasihatimu agar engkau
tidak melupakan bahagianmu dari dunia. Sebagaimana mereka menasihatimu agar
jangan sampai engkau melupakan bahagianmu dari akhirat."
Qarun hanya
merasa puas dengan bahagiannya dari dunia. Imaginasi akalnya mengatakan bahawa
kekayaan ini datang kerana usaha kerasnya sebagaimana ia menduga kekayaannya
adalah tanda bahawa Allah mencintainya. Bahkan ia mengira bahawa ia lebih utama
dan lebih mulia dari Musa. Musa adalah seorang yang fakir sedangkan Qarun
adalah seorang yang kaya, maka bagaimana seorang yang fakir yang tidak memakai
satu pun gelang dari emas dapat memperoleh kedudukan yang mulia di sisi Allah
dibandingkan dengan seorang yang kaya yang mampu membuat pelana kudanya dari
emas. Demikianlah pandangan Qarun dan Fir'aun terhadap Musa.
Allah s.w.t
berfirman:
"Bukankah
aku lebih baik daripada orang yang hina ini dan yang hampir tidak dapat
menjelaskan (perkataannya)?" (QS. az-Zukhruf: 52)
Demikianlah
pernyataan Fir'aun kepada Musa. Terdapat kesesuaian antara pendapat Fir'aun dan
Qarun terhadap Musa. Sesuai dengan kedudukan sosial dan kekayaannya, Qarun
menjadi sahabat Fir'aun dan mendukung rejim kekuasaannya. Bukan hanya Qarun,
Fir'aun dan Haman yang menjadi tawanan khayalan ini, bahkan kaum Fir'aun pun
memiliki pendapat yang sama. Yakni, bagi orang-orang Mesir, Musa hanya sekadar
seorang tukang sihir yang mengalahkan jaguh-jaguh sihir lainnya. Namun ini
tidak bererti bahawa masyarakat Mesir tidak memiliki keutamaan sedikit pun. Di
tengah-tengah masyarakat Mesir masih terdapat orang yang beriman kepada Nabi
Musa namun ia menyembunyikan keimanannya kerana khuatir terhadap kejahatan
Fir'aun.
Di sana juga
ada orang yang bertanya-tanya dengan kebodohan: Jika Allah s.w.t memang
mencintai Musa lalu mengapa ia dijadikan seorang yang fakir. Qarun menjadi
fitnah atau cubaan di tengah-tengah kaumnya dan juga bagi orang-orang Mesir.
Ketika Qarun keluar dengan membawa pesona dunianya maka orang-orang yang
menginginkan kehidupan dunia berkata:
"Maka
keluarlah Qarun kepada kaumnya dengan kemegahannya. Berkatalah orang-orang yang
menghendaki kehidupan dunia: 'Moga- moga kiranya kita mempunyai seperti apa
yang telah diberikan kepada Qarun; sesungguhnya ia benar-benar mempunyai
keberuntungan yang besar." (QS. al-Qashash: 79)
Sedangkan
orang-orang yang berakal sehat - biarpun jumlah mereka sedikit - mereka
memandang bahawa kekayaan Qarun yang begitu luar biasa tidak bererti sedikit
pun di sisi Allah s.w.t. Allah s.w.t tidak memandang kekayaan yang banyak jika
jiwa manusia menjadi gelap kerananya. Di tengah-tengah keadaan yang demikian
sulit, Nabi Musa menghadapi Qarun yang menentangnya. Musa sebagai seorang Nabi
mesti menunjukkan sikap yang baik dan kesucian yang agung. Tampaknya Qarun
sepakat dengan Fir'aun untuk berusaha menjatuhkan Musa di depan pengikutnya
dengan tuduhan yang berlawanan dengan kesuciannya.
Akhirnya,
pada suatu hari Nabi Musa dikejutkan dengan suatu tuduhan di mana ada seorang
wanita yang menuduhnya berbuat tidak senonoh kepadanya dan mengatakan bahawa
Musa pernah tidur bersamanya kelmarin. Kami kira Nabi Musa sangat kaget dengan
tuduhan ini dan beliau tidak mengetahui apa yang dikatakannya atau bagaimana
beliau membela dirinya menghadapi tuduhan seperti itu. Kemungkinan besar beliau
salat dan menghadap Allah s.w.t. Kemudian beliau menemui wanita itu dan
bertanya, mengapa ia menuduhkan padanya sesuatu yang tidak benar. Tiba-tiba
wanita itu menangis dan meminta ampun kepada Musa. Ia memberitahu Musa bahawa
Qarun memberinya wang sebagai imbalan atas fitnah yang ditebarkannya terhadap
Musa. Mendengar itu, Musa mendoakan buruk buat Qarun. Kemudian Allah s.w.t
berkehendak untuk mendatangkan mukjizat di saat yang tepat yang menjelaskan
kepada manusia bahawa Dia Maha kuasa, Maha kuat, dan Maha Perkasa, dan bahawa
harta hanya sebahagian ujian dan fitnah, bukan sebagai suatu keutamaan yang
dengannya manusia dapat dinilai.
Mukjizat
yang Allah s.w.t turunkan adalah membinasakan Qarun dan menenggelamkan rumahnya
dan hartanya. Qarun keluar untuk menemui kaumnya dengan menampakkan pesona
dunianya. Lalu bumi terbelah di bawah kakinya dan Qarun pun tersungkur di bumi.
Kami tidak mengetahui apakah itu gempa yang pertama kali terjadi atau itu
adalah gempa yang Allah s.w.t perintahkan kepada bumi untuk terjadi. Yang kita
ketahui adalah bahawa bumi terbelah dan ia menelan Qarun. Bumi menenggelamkan
istana-istana Qarun, hewan-hewan ternaknya, emasnya, peraknya dan semua
kekayaannya serta orang dekatnya.
Sebahagian
dongeng mengatakan bahawa itu terjadi di Fuyum, dan danau Qarun adalah yang
dikenal orang-orang Mesir dengan nama ini. Ia adalah tempat yang dihuni oleh
Qarun dan menjadi tempat istananya dan tempat menyimpan hartanya. Alhasil,
Al-Quran al-Karim tidak menentukan tempat datangnya azab ini dan tidak juga
menyebut kapan itu terjadi. Al-Quran hanya menceritakan apa yang terjadi. Tentu
penentuan tempat dan waktu bukan sesuatu yang penting tetapi yang penting
adalah pelajaran yang terjadi itu.
Allah s.w.t
berfirman dalam surah al-Qhashash:
"Sesungguhnya
Qarun adalah termasuk kaum Musa, maka ia berlaku aniaya terhadap mereka, dan
Kami telah menganugerahkan kepadanya perbendaharaan harta yang kunci-kuncinya
sungguh berat dipikul oleh sejumlah orang yang kuat-kuat. (Ingatlah) ketika
kaumnya berkata kepadanya: 'Janganlah kamu terlalu bangga; sesungguhnya Allah
tidak menyukai orang-orang yang terlalu membanggakan diri.' Dan carilah pada
apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan
janganlah kamu melupakan kebahagiaanmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat
baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu, dan
janganlah kamu berbuat kerosakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak
menyukai orang-orang yang berbuat kerosakan. Qarun berkata: 'Sesungguhnya aku
hanya diberi harta itu, kerana ilmu yang ada padaku.' Dan apakah ia tidak
mengetahui, bahawasanya Allah sungguh telah membinasakan umat-umat sebelumnya
yang lebih kuat daripadanya, dan lebih banyak mengumpulkan harta? Dan tidakkah
perlu ditanya kepada orang-orang yang berdosa itu, tentang dosa-dosa mereka.
Maka keluarlah Qarun kepada kaumnya dalam kemegahannya. Berkatalah orang-orang
yang menghendaki kehidupan dunia: 'Moga-moga kiranya kita mempunyai seperti apa
yang telah diberikan kepada Qarun; sesungguhnya ia benar-benar mempunyai
keberuntungan yang besar. Berkatalah orang-orang yang dianugerahi ilmu:
'Kecelakaan yang besarlah bagimu, pahala Allah adalah lebih baik bagi
orang-orang yang beriman dan beramal saleh, dan tidak diperoleh pahala itu,
kecuali orang- orang yang sabar.' Maka Kami benamkanlah Qarun beserta rumahnya
ke dalam bumi. Maka tidak ada baginya suatu golongan pun yang menolongnya
terhadap azab Allah, dan tiadalah ia termasuk orang- orang (yang dapat) membela
(dirinya). Dan jadilah orang-orang yang kelmarin mencita-citakan kedudukan
Qarun itu, berkata: "Aduhai benarlah Allah melapangkan rezeki bagi siapa
yang Dia kehendaki dari hamba-hamba-Nya dan menyempitkannya; kalau Allah tidak
melimpahkan kurnia-Nya atas kita benar-benar Dia telah membenamkan kita (pula).
Aduhai benarlah, tidak beruntung orang- orang yang mengingkari (nikmat Allah).'
Negeri akhirat itu. Kami jadikan untuk orang-orang yang tidak ingin
menyombongkan diri dan berbuat kerosakan di (muka) bumi. Dan kesudahan (yang
baik) itu adalah bagi orang-orang yang bertakwa. " (QS. al-Qashash: 76-83)
Orang-orang
dahulu banyak membicarakan ilmu ini yang Qarun mengklaim bahawa ia diberi ilmu
itu. Sebahagian mereka mengatakan bahawa itu adalah ilmu kimia yang dengannya
Qarun mampu mengubah tembaga menjadi emas. Sebahagian lagi mereka mengatakan
bahawa Qarun mengetahui ismullah al-A'zham (nama Allah yang agung) lalu ia
menggunakannya untuk mengubah bahan-bahan itu menjadi emas. Tetapi orang-orang
yang berakal dari kalangan orang-orang dahulu membantah hal itu. Menurut
mereka, Qarun tidak mengetahui ismullah al-A'zham. Qarun adalah seorang
munafik. Mereka juga tidak percaya bahawa Qarun dapat membuat racikan kimia.
Kami kira,
ini semua adalah dongengan semata yang tidak layak untuk menjelaskan
sebab-sebab kekayaannya. Menurut hemat kami, Qarun adalah seorang yang lalim di
mana ia melakukan pekerjaan yang tidak sehat. Dan boleh jadi ia memanfaatkan
persahabatan dengan Fir'aun untuk mendapatkan fasiliti-fasiliti dari Fir'aun.
Dan kerana persahabatan itu, ia berani menentang Musa. Qarun melakukan
kejahatan di sana-sini dan kerananya ia mengatakan bahawa harta yang diperolehnya
adalah hasil dari kerja kerasnya dan ilmunya. Qarun telah membuat kebohongan
dan kelaliman dan ia mendapatkan kekayaan dengan cara-cara yang tidak sehat.
Penyimpangan
dari keimanan kepada Allah s.w.t meskipun sehujung rambut pada akhirnya menyeret
manusia kepada sikap kesombongan. Manusia itu akan menentang kebenaran dan ia
tidak mampu lagi mengikuti kebenaran sehingga pada gilirannya sesuatu yang
bohong pun akan menjadi laksana sesuatu yang realistik dan tidak perlu lagi
dipersoalkan. Belum lama Qarun mendapatkan seksa sehingga orang- orang mukmin
yang mengikuti Nabi Musa merasakan kelapangan yang sebelumnya mereka merasa
tertindas. Orang-orang Mesir dan anak-anak Israil menyaksikan mukjizat ini.
Akhirnya,
pertentangan antara Fir'aun dan Nabi Musa mencapai puncaknya. Fir'aun meyakini
bahawa Musa sangat mengancam kekuasaannya. Musa - sebagaimana nabi-nabi yang
lain - membawa ajarannya dengan penuh kelembutan tetapi ketika ia berhadapan
dengan puncak kejahatan dan sumber-sumber yang lalim maka ia tidak segan- segan
untuk menghancurkannya. Nabi Musa menantang sumber kejahatan di zamannya, yaitu
Fira'un. Kemudian Fir'aun melontarkan ide untuk membunuh Musa. Fir'aun mengira
bahawa membunuh Musa adalah cara satu-satunya untuk menyelesaikan masalahnya:
"Dan
berkata Fir'aun (kepada pembesar-pembesarnya): 'Biarkanlah aku membunuh Musa
dan hendaklah ia memohon kepada Tuhannya, kerana sesungguhnya aku khuatir dia
akan menukar agamamu atau menimbulkan kerosakan di muka bumi.'" (QS.
al-Mu'min: 26)
Kita
perhatikan bahawa Fir'aun berusaha untuk mencegah orang-orang yang menuju
kebenaran; Fir'aun berusaha memberhentikan tugas para nabi; ia berusaha
menyesatkan manusia dengan mengatakan bahawa justru Musa yang ingin menyesatkan
mereka; ia mengusulkan kepada para menterinya dan para pembesarnya untuk
membiarkannya membunuh Musa. Tentu ia tidak membunuh Musa dengan tangannya
sendiri tetapi ia hanya sekadar melontarkan fikiran untuk membunuhnya di depan
mereka dan yang melaksanakan hal tersebut adalah para pejabat istana. Kami kira
Haman sangat berperan dalam pelaksanaan ide ini. Kemudian terbentuklah kelompok
orang-orang munafik yang mendukung ide Fir'aun ini.
Ide tersebut
hampir segera dibenarkan kalau tidak ada seorang dari keluarga Fir'aun. Ia
adalah seorang lelaki dari kalangan pejabat negara yang terpandang. Al-Quran
tidak menyebutkan namanya kerana namanya tidak begitu penting dan begitu juga
ia tidak menyebutkan sifatnya kerana sifatnya tidak begitu penting. Al-Quran
hanya menceritakan keadaan lelaki ini yang menyembunyikan keimanannya. Ia
berbicara di tengah-tengah perkumpulan yang di situ disampaikan ide untuk
membunuh Musa. Kemudian ia menghentikan ide gila itu dan berusaha meruntuhkan
ide itu. Ia berkata bahawa Musa hanya mengatakan bahawa Allah s.w.t adalah
Tuhannya, lalu untuk mendukung penyataannya itu ia membekali dirinya dengan
bukti-bukti yang jelas yang menunjukkan bahawa ia benar-benar seorang rasul.
Kemudian ada dua kemungkinan dan tidak ada kemungkinan ketiga: pertama bahawa
Musa adalah seorang pembohong, kedua ia seorang yang benar. Jika ia seorang
pembohong maka kebohongannya itu akan kembali kepada dirinya sendiri dan ia
tidak melakukan sesuatu yang kerananya ia harus dibunuh. Namun jika ia benar
lalu kita membunuhnya maka gerangan apa yang akan menjamin kita dari
keselamatan terhadap azab yang dijanjikannya? Seorang mukmin yang
menyembunyikan keimanannya itu berkata kepada kaumnya: "Sesungguhnya hari
ini kita berada di tempat-tempat kekuatan sebagaimana yang dialami oleh Qarun di
mana ia memiliki kekayaan dan kekuatan kemudian terjadilah apa yang terjadi
padanya. Siapakah yang akan menyelamatkan kita dari azab Allah s.w.t ketika
datang? Siapakah yang dapat menolong kita dari seksaan-Nya jika menimpa kita?
Tindakan melampaui batas kita dan usaha kita untuk membohongkan kebenaran telah
membuat kita rugi."
Perkataan
lelaki mukmin itu memuaskan para hadirin. Orang lelaki itu adalah seseorang
yang tidak begitu menampakkan loyalitinya kepada Fir'aun. Ia bukan dari
kalangan pengikut Musa. Tampaknya ia berbicara dengan motivasi untuk
mempertahankan kekuasaan Fir'aun, dan menurutnya tidak ada sesuatu yang dapat
menjatuhkan kekuasaan Fir'aun seperti kebohongan dan tindakan yang melampaui
batas dan membunuh jiwa-jiwa yang tidak berdosa.
Dari sinilah
kata-kata lelaki mukmin itu memancarkan kekuatannya yang cukup mempengaruhi
Fir'aun, para menterinya, dan anak buahnya. Meskipun ide Fir'aun untuk membunuh
Musa digagalkan oleh lelaki mukmin itu, namun Fir'aun mengatakan kata-kata
bersejarahnya yang kemudian menjadi contoh dari sikap orang-orang yang lalim:
"Fir'aun
berkata: Aku tidak mengemukakan kepadamu, melainkan apa yang aku pandang baik;
dan aku tiada menunjukkan kepadamu selain jalan yang benar.'" (QS.
al-Mu'min: 29)
Demikianlah
pernyataan para penguasa yang lalim ketika mereka menghadapi masyarakat mereka.
Aku tidak melihat pendapatku kecuali sesuai dengan apa yang aku pertimbangkan.
Ini adalah pendapat kami yang khusus. Ia merupakan pendapat yang membimbing
kalian menuju jalan petunjuk, sedangkan pendapat lainnya salah. Oleh kerana
itu, kita harus tetap melawannya dan membinasakannya. Allah s.w.t menceritakan
sikap demikian ini dalam surah Ghafir:
"Dan
seorang laki-laki yang beriman di antara pengikut-pengikut Fir'aun yang
menyembunyikan imannya berkata: 'Apakah kamu akan membunuh seorang laki-laki
kerana dia menyatakan: 'Tuhanku ialah Allah,' padahal dia telah datang kepadamu
dengan membawa keterangan-keterangan dari Tuhanmu. Dan jika ia seorang pendusta
maka dialah yang menanggung (dosa) dustanya itu; dan jika ia seorang yang benar
nescaya sebahagian (bencana) yang diancamkannya kepadamu akan menimpamu.'
Sesungguhnya Allah tidak menunjuki orang-orang yang melampaui batas lagi
pendusta. (Musa berkata): 'Hai kaumku, untukmu lah kerajaan pada hari ini
dengan berkuasa di muka bumi. Siapakah yang akan menolong kita dari azab Allah
jika azab itu menimpa kita!' Fir'aun berkata: 'Aku tidak mengemukakan kepadamu,
melainkan apa saja yang aku pandang baik; dan aku tiada menunjukkan kepadamu
selain jalan yang benar.'" (QS. al-Mu'min 28-29)
Perdebatan
tersebut tidak berhenti pada batas ini. Fir'aun mengutarakan kata-katanya
tetapi seorang mukmin itu tetap tidak puas dengannya, kemudian lelaki mukmin
itu kembali berbicara:
"Dan
orang yang beriman itu berkata: 'Hai kaumku, sesungguhnya aku khuatir kamu akan
ditimpa (bencana) seperti kehancuran golongan yang bersekutu. (Yakni) seperti
keadaan kaum Nuh, Ad Tsamud dan orang-orang yang datang sesudah mereka. Dan
Allah tidak akan menghendaki berbuat kelaliman terhadap hamba-hamba-Nya. Hai
kaumku, sesungguhnya aku khuatir terhadapmu akan seksaan hari
panggil-memanggil, (yaitu) hari (ketika) kamu (lari) berpaling ke belakang,
tidak ada bagimu seorang pun yang menyelamatkan dirimu dari (azab) Allah, dan
siapa yang disesatkan Allah, nescaya tidak ada baginya seorang pun yang akan
memberi petunjuk. Dan sesungguhnya telah datang Yusuf kepadamu dengan membawa
keterangan- keterangan, tetapi kamu senantiasa dalam keraguan tentang apa yang
dibawanya kepadamu, hingga ketika dia meninggal, kamu berkata: 'Allah tidak
akan mengirimkan seorang (rasul pun) sesudahnya. Demikianlah Allah menyesatkan
orang-orang yang melampaui batas dan ragu-ragu. (Yaitu) orang-orang yang
memperdebatkan ayat-ayat Allah tanpa alasan yang sampai kepada mereka. Amat
besar kemurkaan (bagi mereka) di sisi Allah dan di sisi orang-orang yang
beriman. Demikianlah Allah mengunci mati hati orang yang sombong dan
sewenang-wenang." (QS. al-Mu'min: 30-35)
Kita
perhatikan dalam pembicaraan tersebut terdapat perbezaan dengan pembicaraan
sebelumnya. Lelaki mukmin itu berusaha menguraikan pada pembicaraan akhirnya
tentang bukti-bukti sejarah. Ia menyampaikan kepada Firaun dan kaumnya
argumentasi-argumentasi yang cukup untuk menunjukkan kebenaran Musa. Ia memperingatkan
mereka agar jangan sampai mengganggu Musa. Sebelum masa mereka, terdapat
umat-umat yang menentang rasul-rasul yang dikirim oleh Allah s.w.t, lalu Allah
s.w.t menghancurkan mereka. Mereka adalah kaum Nuh, kaum 'Ad, dan kaum Tsamud.
Zaman mereka tidak terlalu jauh dengan zaman sekarang.
Sejarah
Mesir menunjukkan bukti kebenaran ucapannya di mana Nabi Yusuf datang dengan
membawa bukti yang jelas kemudian terdapat orang-orang yang merugikan dakwahnya
lalu mereka beriman padanya setelah keselamatan hampir saja tercabut dari
mereka. Lalu apa keanehan di balik pengutusan para rasul dari Allah s.w.t?
Sejarah masa lalu harus menjadi bahan renungan. Bukankah kelompok minoriti
orang- orang mukmin memperoleh kemenangan ketika mereka benar-benar beriman
atas kelompok majoriti yang kafir? Bukankah Allah s.w.t telah menghancurkan
orang- orang kafir? Allah s.w.t menenggelamkan mereka dengan taufan dan Allah
s.w.t menghancurkan mereka dengan kilat atau Allah s.w.t menenggelamkan mereka
dalam bumi. Apa yang kita tunggu sekarang dan dari mana kita tahu bahawa usaha
kita membela Fir'aun mati-matian akan membawa keuntungan bagi kita semua?
Pembicaraan
lelaki mukmin yang intelektual itu mengandung beberapa peringatan yang
mengerikan. Tampaknya ia berhasil memuaskan para hadirin bahawa ide membunuh
Musa adalah ide yang tidak aman. Atau dengan kata lain, itu adalah ide yang
tidak menjamin keselamatan mereka. Oleh kerana itu, ide tersebut hendaklah
ditinggalkan. Setelah itu, lelaki mukmin itu berusaha untuk menunjukkan kepada
mereka kebenaran yang dibawa oleh Musa. Ia yang semula menggunakan bahasa
isyarat, kini berusaha untuk menggunakan bahasa yang terang dan gamblang. Ia
telah berani menampakkan kebenaran:
"Orang
yang beriman itu berkata: 'Hai kaumku, ikutilah aku, aku akan menunjukkan
kepadamu jalan yang benar. Hai kaumku, sesungguhnya kehidupan dunia ini
hanyalah kesenangan (sementara) dan sesungguhnya akhirat itulah negeri yang
kekal. Barang siapa mengerjakan perbuatan jahat, maka dia tidak akan dibalas
melainkan sebanding dengan kejahatan itu. Dan barang siapa mengerjakan amal
yang saleh baik laki-laki mahupun perempuan sedang ia dalam keadaan beriman,
maka mereka akan masuk syurga, mereka diberi rezeki di dalamnya tanpa
hisab.'" (QS. al-Mu'min: 38-40)
Akhirnya,
keimanan lelaki mukmin itu pun tersingkap. Ia diketahui sebagai seorang mukmin
yang tidak lagi menyembunyikan keimanannya. Pada akhir pembicaraannya, ia
menegaskan:
"Hai
kaumku, bagaimanakah kamu, aku menyeru kamu kepada keselamatan, tetapi kamu
menyeru aku ke neraka? (Mengapa) kamu menyeruku kafir kepada Allah dan
mempersekutukan-Nya dengan apa yang tidak aku ketahui padahal aku menyeru kamu
(beriman) kepada Yang Maha Perkasa lagi Maha Pengampun? Sudah pasti bahawa apa
yang kamu seru supaya aku (beriman) kepadanya tidak dapat memperkenankan seruan
apa pun baik di dunia mahupun di akhirat. Dan sesungguhnya kita kembali kepada
Allah dan sesungguhnya orang-orang yang melampaui batas, mereka itulah penghuni
neraka. Kelak kamu akan mengingat kepada apa yang kukatakan kepada kamu. Dan
aku menyerahkan urusanku kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Melihat akan
hamba-hamba-Nya." (QS. al-Mu'min: 41-44)
Lelaki
mukmin itu mengakhiri pembicaraan dengan kata-kata yang berani ini. Kami kira,
Allah s.w.t telah mengirim lelaki mukmin ini dari kalangan Fir'aun agar Fir'aun
melupakan Musa. Konteks Al-Quran menyingkap bahawa lelaki ini merupakan salah
seorang intelektual Mesir yang mengetahui sejarah dan mampu menganalisis serta
memiliki kemampuan untuk menghubungkan satu peristiwa dengan peristiwa yang
lain sehingga ia mengetahui sebab-sebab dan akhir dari suatu peristiwa.
Orang yang
beriman itu mampu menggiring akal mereka menuju kebenaran. Fir'aun tersibukkan
dengan lelaki mukmin ini hingga beberapa saat ia lupa untuk memikirkan Musa.
Lelaki mukmin itu berasal dari keluarga Fir'aun. Ia adalah kerabat dekatnya dan
salah seorang pejabat negaranya. Keimanannya terhadap kebenaran menjadikan
istana Fir'aun terbagi menjadi dua kubu: kubu pro Musa dan kubu anti Musa. Ini
bererti kemenangan yang besar bagi Musa. kerana itu, membunuh lelaki mukmin itu
akan mengganggu atau menggoyangkan keberadaan cendekiawan Mesir di mana ia
adalah salah seorang dari mereka.
Demikianlah,
Fir'aun menghadapi masalah yang rasa-rasanya sulit atau mustahil untuk
terpecahkan. Membunuh lelaki mukmin itu tidak akan memberikan dampak yang baik,
begitu juga membiarkannya hidup juga tidak memberikan dampak yang baik.
Akhirnya, mereka membikin suatu konspirasi untuk menyingkirkannya. Kemudian di
sinilah bimbingan Allah s.w.t diturunkan:
"Maka
Allah memeliharanya dari kejahatan tipu daya mereka, dan Fir'aun beserta
kaumnya dikepung oleh azab yang amat buruk." (QS. al-Mu'min: 45)
Untuk
beberapa saat, Fir'aun disibukkan dengan masalah baru ini, tetapi Fir'aun
adalah Fir'aun. Ia tetap memakai busana kesombongannya; ia tetap menyeksa Bani
Israil, menghina mereka dan menodai kehormatan wanita-wanita serta membunuh
anak-anak. Akhirnya, tibalah waktunya bagi Allah s.w.t untuk bersikap keras
kepada keluarga Fir'aun. Allah s.w.t menurunkan bencana kepada mereka dan
menakut-nakuti mereka dengan azab sehingga mereka mengurungkan niat untuk
menghancurkan Musa dan laki-laki mukmin itu, dan sebagai pembuktian atas
kebenaran kenabian Musa. Allah s.w.t menurunkan tahun-tahun yang kering dan
tandus kepada orang-orang Mesir di mana bumi tampak kering kontang dan sungai
Nil pun mengering hingga buah-buahan jarang sekali ditemukan dan harga semakin
mencekik leher. Akibatnya, kelaparan melanda di sana-sini. Dalam keadaan
demikian, orang-orang Mesir menganggap bahawa kehidupan mereka terancam. Adalah
hal yang maklum bahawa seksa yang seperti ini akan selalu menimpa manusia
ketika mereka berpaling dari keimanan dan takwa.
Allah s.w.t
berfirman:
"Jikalau
sekitarnya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan
melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka
mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami seksa mereka disebabkan
perbuatannya." (QS. al-A'raf: 96)
Hukum yang
lama diperlakukan atas penduduk Mesir kerana dua sebab: pertama, sikap dingin
mereka terhadap pembunuhan yang dilakukan Fir'aun kepada para tukang sihir,
kedua, sikap dingin mereka terhadap kelaliman penguasa mereka. Aneh sekali
ketika kaum Fir'aun mengembalikan masa paceklik ini dan musibah kelaparan ini
pada suatu sebab yang sangat menghairankan. Mereka mengatakan bahawa apa yang
menimpa mereka kerana kesialan yang dibawa oleh Musa. Kelaparan yang melanda
mereka, kefakiran, dan kekurangan buah-buahan yang mereka rasakan saat ini
adalah disebabkan oleh adanya Musa di tengah-tengah mereka.
Kemudian
kefakiran mereka semakin meningkat dan mereka semakin menjauh dari kebenaran.
Mereka meyakini bahawa sihir Musa adalah yang bertanggungjawab terhadap apa
yang menimpa mereka pada musim paceklik ini. Mereka mengira dengan kebodohan
mereka bahawa kekeringan yang melanda negeri mereka adalah sebagai alat atau
kekuatan yang digunakan oleh Musa untuk menyihir mereka. Namun perlu
diperhatikan bahawa pemikiran demikian tidak mewakili pemikiran umumnya
masyarakat saat itu, tetapi pemikiran ini datang dan dihembuskan oleh
kelompok-kelompok yang berkuasa. Akhirnya, Allah s.w.t menurunkan azab yang
lebih keras kepada mereka. Allah s.w.t berfirman:
"Dan
sesungguhnya Kami telah menghukum (Fir'aun dan) kaumnya dengan (mendatangkan)
musim kemarau yang panjang dan kekurangan buah-buahan, supaya mereka mengambil
pelajaran. Kemudian apabila datang kepada mereka kemakmuran, mereka berkata:
'Ini adalah kerana (usaha) kami.' Dan jika mereka ditimpa kesusahan, mereka
lemparkan sebab kesialan itu kepada Musa dan orang-orang yang besertanya.
Ketahuilah, sesungguhnya kesialan mereka itu adalah ketetapan dari Allah, akan
tetapi kebanyakan neraka tidak mengetahuinya. Mereka berkata: 'Bagaimanapun
kamu mendatangkan keterangan kepada kami untuk menyihir kami dengan keterangan
itu maka, kami sekali-kali tidak akan beriman kepadamu.' Maka Kami kirimkan kepada
mereka taufan, belalang, kutu, katak dan darah sebagai bukti yang jelas, tetapi
mereka tetap menyombongkan diri dan mereka adalah kaum yang berdosa. (QS.
al-A'raf: 130-133)
Allah s.w.t
mengirimkan berbagai macam azab dengan harapan agar mereka kembali kepada Allah
s.w.t dan melepaskan Bani Israil serta membiarkan mereka pergi bersama Musa.
Allah s.w.t mengirim taufan kepada mereka. Setelah masa paceklik, datanglah
tahun yang penuh dengan air sehingga bumi pun tenggelam dengan air sehingga
mereka tidak dapat bercucuk tanam. Setelah mereka diseksa dengan sedikitnya air
maka kali ini mereka mendapatkan limpahan air yang luar biasa. Mereka segera
datang kepada Nabi Musa sambil berkata:
"Dan
ketika mereka ditimpa azab (yang telah diterangkan itu) mereka pun berkata:
'Hai Musa, mohonkanlah untuk kami kepada Tuhanmu dengan (perantaraan) kenabian
yang diketahui Allah ada pada sisimu. Sesungguhnya jika kamu dapat
menghilangkan azab itu dari kami, pasti kami akan beriman kepadamu dan akan
kami biarkan Bani Israil pergi bersamamu.'" (QS. al-A'raf: 134)
Kemudian
Nabi Musa berdoa kepada Tuhannya sehingga azab disingkirkan dari mereka. Air
yang memancar dengan dahsyat itu berhenti dan bumi kembali mengambil air yang
cukup sehingga layak untuk dibuat bercucuk tanam. Nabi Musa meminta kepada
mereka untuk mewujudkan janji mereka, yaitu melepaskan tawanan Bani Israil.
Tapi mereka tidak memenuhinya. Kemudian datanglah tanda kebesaran yang lain
yaitu dalam bentuk turunnya belalang. Allah s.w.t mengirim sekawanan belalang yang
memenuhi tanaman dan buah-buahan. Ketika belalang- belalang itu terbang maka
tanaman-tanaman mereka dan buah-buahan mereka tersembunyi dari pandangan kerana
saking banyaknya belalang- belalang itu. Belalang itu memakan makanan
orang-orang Mesir.
Melihat
keadaan demikian, mereka pun pergi ke Musa dan meminta kepadanya agar berdoa
kepada Tuhannya agar menyingkirkan seksaan ini dari mereka dan mereka berjanji
untuk melepaskan padanya Bani Israil. Nabi Musa pun lagi-lagi berdoa kepada
Tuhannya sehingga Allah s.w.t menyingkirkan azab itu dari mereka. Dan
belalang-belalang itu kembali ke tempat asalnya. Mereka dapat menanami kembali
bumi dengan baik. Lalu Nabi Musa meminta kepada mereka untuk melepaskan Bani
Israil namun mereka menunda-nundanya sehingga Nabi Musa mengetahui bahawa
sebenarnya mereka tidak serius untuk memenuhi janji mereka.
Kemudian
datanglah seksaan Allah s.w.t yang lain, yaitu dikirim-Nya berbagai macam hama.
Tersebarlah hama yang membawa penyakit. Lagi- lagi mereka datang kepada Nabi
Musa dan mengulangi janji mereka dan Nabi Musa pun berdoa kepada Allah s.w.t.
Kali ini mereka pun tetap mengingkari janji mereka. Lalu datanglah seksaan
Allah s.w.t yang lain dalam bentuk dikirim-Nya katak di mana bumi dipenuhi
dengan katak. Katak itu melompat-lompat ke sana-sini dan memenuhi makanan
orang- orang Mesir serta berada di rumah mereka sehingga mereka sangat
terganggu dengan kehadiran katak-katak liar itu. Lagi-lagi mereka menemui Nabi
Musa dan kembali mengulangi janji mereka dan meminta padanya agar ia berdoa
kepada Tuhannya agar Allah s.w.t menyingkirkan azab dari mereka. Tetapi mereka
pun tetap mengingkari janji mereka.
Selanjutnya,
Allah s.w.t menurunkan azab yang lain yaitu darah di mana sungai Nil berubah
menjadi darah sehingga tidak seorang pun dapat meminumnya. Kita ketahui bahawa
mukjizat-mukjizat pertama berupa sesuatu yang biasa terjadi pada tanaman.
Berkurangnya air Nil atau bertambahnya air tersebut atau serangan belalang atau
hama dan katak, semua ini adalah bukan hal baru bagi orang-orang Mesir. Yang
baru adalah kejadian ini terjadi dengan sangat tiba-tiba dan sangat mencekam.
Sedangkan mukjizat atau azab yang lain adalah azab yang tidak biasa terjadi di
daerah Mesir, yaitu azab yang belum pernah terjadi sebelumnya di mana air
sungai Nil berubah menjadi darah.
Perubahan
sungai itu menjadi darah hanya terjadi di kalangan orang- orang Mesir sedangkan
Musa dan kaumnya dapat meminum airnya seperti biasanya. Namun ketika seorang
Mesir memenuhi tempat gelasnya dengan air maka ia akan mendapati bahawa
gelasnya penuh dengan darah. Melihat peristiwa tersebut, orang-orang Mesir
tergoncang sebagaimana istana Fir'aun juga tergoncang melihat seksa yang
mengerikan dan baru ini. Lagi-lagi mereka menuju ke Nabi Musa dan meminta
kepadanya agar berdoa kepada Tuhannya dan mereka berjanji pada kali ini untuk
membebaskan orang-orang Bani Israil. Nabi Musa pun berdoa kepada Tuhannya
sehingga azab itu disingkirkan dari orang-orang Mesir. Meski demikian. istana
Fir'aun tidak mengizinkan Musa untuk menemui kaumnya dan pergi bersama mereka.
Lalu bagaimana sikap Fir'aun sendiri? Fir'aun tetap menunjukkan pembangkangnya
dan kesombongannya. Fir'aun mengumumkan di tengah-tengah kaumnya bahawa dia
tuhan. Bukankah - kata Fir'aun - dia memiliki kerajaan Mesir dan sungai-sungai
ini mengalir di bawah kekuasaannya? Fir'aun memberitahu bahawa Musa adalah
tukang sihir yang bohong dan ia hanya seorang fakir yang tidak mampu
menggunakan satu kalung emas dan satu gelang emas.
Allah s.w.t
berfirman:
"Dan
sesungguhnya Kami telah mengutus Musa dengan membawa mukjizat-mukjizat Kami
kepada Fir'aun dan pemuka-pemuka kaumnya. Maka Musa berkata: 'Sesungguhnya aku
adalah dari utusan Tuhan seru sekalian alam. Maka tatkala dia datang kepada
mereka dengan membawa mukjizat-mukjizat Kami dengan serta merta mereka mengetawakannya.
Dan tidakkah Kami perlihatkan kepada mereka sesuatu mukjizat kecuali mukjizat
itu lebih besar dari mukjizat-mukjizat sebelumnya. Dan Kami timpakan kepada
mereka azab supaya mereka kembali (kejalan yang benar). Dan mereka berkata:
'Hai ahli sihir berdoalah kepada Tuhanmu untuk (melepaskan) kami sesuai dengan
apa yang telah dijanjikan-Nya kepadamu; sesungguhnya kami (jika doamu
dikabulkan) benar-benar akan menjadi orang yang mendapat petunjuk. Maka tatkala
Kami menghilangkan azab itu dari mereka, dengan serta merta mereka memungkiri
(janjinya). Dan Fir'aun berseru kepada kaumnya (seraya) berkata: 'Hai kaumku,
bukankah kerajaan Mesir ini kepunyaanku dan (bukankah) sungai-sungai ini
mengalir di bawahku; maka apakah kamu tidak melihat(nya)?' Bukankah aku lebih
baik dari orang yang hina ini dan yang hampir tidak dapat dijelaskan
(perkataannya)? Mengapa tidak dipakaikan kepadanya gelang dari emas atau
malaikat datang bersama-sama dia untuk mengiringkannya.' Maka Fir'aun
mempengaruhi kaumnya dengan (perkataannya itu) lalu mereka patuh kepadanya.
Sesungguhnya mereka adalah kaum yang fasik." (QS. az-Zukhruf: 46-54)
Perhatikanlah
ungkapkan Al-Quran: Maka Fir'aun mempengaruhi kaumnya dengan (perkataannya itu)
lalu mereka patuh kepadanya. Fir'aun memenjara akal mereka, membelenggu
kebebasan mereka, dan menutup masa depan mereka yang cerah. Fir'aun menodai
kemanusiaan mereka sehingga mereka mentaatinya. Bukankah ketaatan ini aneh?
Namun keanehan ini hilang ketika kita mengetahui bahawa mereka adalah orang- orang
yang fasik. Kefasikan menjadikan seseorang tidak peduli dengan masa depannya
dan kepentingannya serta urusannya. Pada akhirnya, ia akan mendapati
kehancuran. Demikianlah yang terjadi pada kaum Fir'aun.
Allah s.w.t
berfirman:
"Maka
tatkala mereka membuat Kami murka, Kami menghukum mereka lalu Kami tenggelamkan
mereka semuanya (di laut), dan Kami jadikan mereka sebagai pelajaran dan contoh
bagi orang-orang yang kemudian." (QS. az-Zukhruf: 55-56)
Tampak jelas
bahawa Fir'aun tidak beriman kepada Musa. Fir'aun tidak menghentikan usaha
untuk menyeksa Bani Israil dan ia tetap merendahkan kaumnya. Maka melihat
kenyataan yang demikian, Musa dan Harun berdoa buruk untuk Fir'aun:
"Musa
berkata: 'Ya Tuhan kami, sesungguhnya Engkau telah memberi kepada Fir'aun dan
pemuka-pemuka kaumnya dengan perhiasan dan harta kekayaan dalam kehidupan
dunia, ya Tuhan kami, akibatnya mereka menyesatkan (manusia) dari jalan Engkau.
Ya Tuhan kami, binasakanlah harta benda mereka, dan kunci matilah hati mereka,
maka mereka tidak beriman hingga mereka melihat seksaan yang pedih.' Allah
berfirman: 'Sesungguhnya telah diperkenankan permohonan kamu berdua, sebab itu
tetaplah kamu berdua pada jalan yang lurus dan janganlah sekali-kali mengikuti
jalan orang-orang yang tidak mengetahui.'" (QS. Yunus: 88-89)
Kemudian
datanglah izin kepada Nabi Musa untuk meninggalkan Mesir dengan disertai oleh
kaumnya yang mengikutinya. Sikap kaum Nabi Musa sangat aneh. Tidak semua
kaumnya beriman kepadanya. Allah s.w.t berfirman:
"Maka
tidak ada yang beriman kepada Musa, melainkan pemuda- pemuda dari kaumnya
(Musa) dalam keadaan takut bahawa Fir'aun dan pemuka-pemuka kaumnya akan
menyeksa mereka. Sesungguhnya Fir'aun itu sewenang-wenang di muka bumi. Dan
sesungguhnya dia termasuk orang-orang yang melampaui batas." (QS. Yunus:
83)
Selesailah
urusan. Allah s.w.t telah menetapkan untuk membuat suatu keputusan hukum
terhadap Fir'aun. Allah s.w.t memerintahkan kepada Musa untuk keluar dan
mengizinkan Bani Israil untuk pergi. Mereka bersiap-bersiap untuk keluar dan
pergi bersama Musa. Mereka membawa perhiasan-perhiasan mereka lalu datanglah
malam kepada mereka. Nabi Musa berjalan bersama mereka dan menyeberangi Laut
Merah dan menuju ke negeri Syam. Sementara itu, utusan Fir'aun dan intelejennya
bergerak. Sampailah berita kepada Fir'aun bahawa Musa telah pergi beserta
kaumnya. Fir'aun mengeluarkan perintahnya di segenap penjuru kota agar pasukan
yang besar berkumpul. Fir'aun menyampaikan alasan yang aneh di balik
pengumpulan tentera itu sebagaimana disampaikan oleh Al-Quran:
"Dan
sesungguhnya mereka membuat hal-hal yang menimbulkan amarah kita. " (QS.
asy-Syu'ara': 55)
Fir'aun
telah naik pitam melihat aksi Musa. "Secara peribadi aku telah marah
padanya. Jumlah mereka sedikit namun kemarahan kita terhadap mereka sungguh
banyak. Kalau demikian, ini adalah peperangan." Fir'aun benar-benar
seorang penjahat kelas kakap. Ia tidak berusaha menyembunyikan niatnya di balik
kata-kata besarnya. Misalnya, secara diplomasi ia dapat mengatakan bahawa
keamanan kerajaan terancam atau sistem ekonomi akan hancur jika para pekerja
ini yang digaji dengan sangat murah ini akan keluar. Fir'aun tidak mengatakan
semua itu tetapi ia hanya menyatakan bahawa ia sedang emosi. Nabi Musa
membuatnya naik pitam dan ini sudah cukup untuk mengeluarkan perintah agar para
tentera dikumpulkan. Manusia membenarkan tindakan Fir'aun untuk seribu kalinya
setelah membohongkannya. Tiada seorang pun yang menentangnya dan tidak ada
seorang pun yang mempersoalkan sebab kenapa di balik pengumpulan tentera itu.
Akhirnya,
bergeraklah tentera Fir'aun dengan membawa persenjataan yang lengkap dan mereka
berusaha mengejar Nabi Musa. Fir'aun duduk di atas kenderaan perangnya dan
mengawasi tentera di sekitamya sambil tersenyum. Barangkali ia membayangkan,
jika sejak semula ia melakukan itu maka gerak-geri Musa akan dapat
dipatahkannya dan ia dapat membunuhnya. Alhasil, ia sekarang berada di jalan
untuk menangkap Musa dan membunuhnya dan menyelesaikan masalah seluruhnya.
Nabi Musa
berdiri di depan Laut Merah. Tampak dari kejauhan bahawa debu yang ditebarkan
oleh tentera Fir'aun mulai mendekat. Lalu setelah itu tampak panji-panji
tentera. Melihat hal itu, kaum Nabi Musa merasakan ketakutan. Mereka menghadapi
situasi sangat sulit dan berbahaya: di depan mereka ada laut sementara di
belakang mereka ada musuh. Mereka tidak memiliki kesempatan sedikit pun untuk
berperang dengan pasukan Fir'aun kerana mereka hanya terdiri dari
wanita-wanita, anak-anak kecil, dan orang-orang lelaki yang tidak bersenjata.
Fir'aun akan menyembelih mereka semuanya.
Tiba-tiba
terdengarlah teriakan dari kaum Nabi Musa: "Fir'aun akan menyusul kita dan
menangkap kita." Nabi Musa berusaha menenangkan mereka sambil berkata:
"Tidak. Sesungguhnya Tuhanku bersamaku dan Dia pun akan
membimbingiku." Kita tidak mengetahui bagaimana perasaan Nabi Musa saat
itu atau apa yang difikirkannya. Yang jelas, ia tidak mendapat kepercayaan
seperti ini kecuali setelah Allah s.w.t mewahyukan kepadanya agar ia memukulkan
tongkatnya ke lautan itu. Kemudian Nabi Musa pun memukulkan tongkat yang
dibawanya kepada lautan itu.
Demikianlah
bahawa kehendak Allah s.w.t pasti terlaksana meskipun harus bertentangan dengan
logik manusia. Allah s.w.t ingin menunjukkan mukjizat, kemudian Allah s.w.t
mewahyukan kepada Musa untuk memukulkan tongkatnya kepada lautan. Pemukulan
tongkat terhadap lautan hanya sekadar sebab yang kemudian diikuti dengan
terbelahnya lautan. Belum sampai Nabi Musa mengangkat tongkatnya sehingga
malaikat Jibril turun ke bumi lalu Nabi Musa memukulkan tongkatnya ke lautan.
Tiba-tiba laut itu terbelah menjadi dua bahagian: satu bahagian menjadi kering
kontang di mana di sebelah kanannya terdapat ombak dan di sebelah kirinya juga
terdapat ombak. Nabi Musa bersama kaumnya berjalan sehingga mereka dapat
melewati lautan. Ini adalah mukjizat yang sangat besar. Ombak bergelombang:
meninggi dan menurun sehingga tampak ada tangan tersembunyi yang mencegahnya
agar jangan sampai menenggelamkan Nabi Musa atau bahkan membasahinya sekalipun.
Demikianlah
Nabi Musa dan kaumnya berhasil melewati lautan. Sementara itu, Fir'aun sampai
ke lautan. Ia menyaksikan mukjizat ini. Ia melihat lautan terdapat jalan kering
yang terbelah menjadi dua. Fir'aun saat itu merasakan ketakutan tetapi
lagi-lagi keras kepalanya dan pembangkangnya tetap menyalakan api peperangan
sehingga ia menyuruh pasukannya untuk maju. Ketika Musa selesai menyeberangi
lautan, ia menoleh ke lautan dan ia ingin memukulkan dengan tongkatnya sehingga
kembali sebagaimana mestinya, tetapi Allah s.w.t mewahyukan kepadanya agar ia
membiarkan lautan seperti semula. Seandainya ia memukulkan tongkatnya kepada
lautan dan laut itu kembali seperti semula nescaya Nabi Musa akan selamat dan
Fir'aun pun akan selamat, sedangkan Allah s.w.t telah berkehendak untuk
menenggelamkan Fir'aun. Oleh kerana itu, Musa diperintahkan untuk membiarkan
lautan seperti semula. Allah s.w.t mewahyukan kepadanya:
"Dan
biarlah laut itu tetap terbelah. Sesungguhnya mereka adalah tentera yang akan
ditenggelamkan." (QS. ad-Dukhan: 24)
Fir'aun
bersama tenteranya sampai di tengah lautan. Ia sudah melewati separuhnya dan ia
akan sampai ke tepi yang lain. Kemudian Allah s.w.t memerintahkan kepada
Jibril. Lalu Jibril menggerakkan ombak sehingga ombak itu menerpa Fir'aun dan
menenggelamkannya beserta tenteranya. Fir'aun dan tenteranya tenggelam.
Pembangkang telah tenggelam sedangkan keimanan kepada Allah s.w.t telah
selamat.
Ketika
tenggelam, Fir'aun melihat tempatnya di neraka. Kini. ia sedar dan tabir telah
terkuak di depannya. Fir'aun telah menjemput sakaratul maut. Ia telah menyedari
bahawa Musa adalah seorang yang benar dan ia telah menyia-nyiakan dirinya
dengan menentangnya dan berusaha memeranginya. Fir'aun berusaha menunjukkan
keimanannya.
"Hingga
bila Fir'aun itu hampir tenggelam berkatalah dia: 'Saya percaya bahawa tidak
ada Tuhan melainkan Tuhan yang dipercayai oleh Bani Israil, dan saya termasuk
orang-orang yang berserah diri (kepada Allah).'" (QS. Yunus: 90)
Taubat
Fir'aun tidak berguna dan tidak diterima; taubat yang justru disampaikan ketika
ia menyaksikan azab dan akan memasuki pintu kematian. Jibril berkata kepadanya:
"Apakah
sekarang (baru kamu percaya), padahal sesungguhnya kamu telah derhaka sejak
dahulu, dan kamu termasuk orang-orang yang berbuat kerosakan." (QS. Yunus:
91)
Yakni, tidak
ada taubat bagimu. Sungguh telah selesai waktu taubat bagimu dan engkau telah
binasa. Selesailah urusan ini dan tiadalah keselamatan bagimu. Yang selamat
hanyalah tubuhmu dan engkau akan dilemparkan oleh ombak ke tepi sehingga
tubuhmu sebagai bukti kebesaran Allah s.w.t bagi orang-orang yang hidup
sesudahmu:
"Maka
pada hari ini Kami selamatkan badanmu supaya kamu dapat menjadi peringatan bagi
orang-orang yang datang sesudahmu dan sesungguhnya kebanyakan dari manusia
lengah dari tanda-tanda kekuasaan Kami." (QS. Yunus: 92)
Apa yang
terjadi pada Fir'aun merupakan sunatullah yang abadi yang terjadi sebagai
pelajaran bagi hamba-hamba Allah s.w.t.
Allah s.w.t
berfirman:
"Maka
tatkala mereka melihat azab Kami, mereka berkata: 'Kami beriman hepada Allah
saja dan kami kafir kepada sembahan- sembahan yang telah kami persekutukan
dengan Allah.'" (QS. al- Mu'min: 84)
Allah s.w.t
menceritakan sikap Fir'aun bersama Musa dalam firman-Nya:
"Dan
Kami wahyukan (perintahkan) kepada Musa: 'Pergilah di malam hari dengan membawa
hamba-hamba-Ku (Bani Israil), kerana sesungguhnya kamu sekalian akan disusuli.
Kemudian Fir'aun mengirimkan orang yang mengumpulkan (tenteranya) ke kota-kota.
(Fir'aun berkata): 'Sesungguhnya mereka (Bani Israil) benar-benar golongan
kecil-kecil, dan sesungguhnya mereka membuat hal-hal yang menimbulkan amarah
kita, dan sesungguhnya kita benar-benar golongan yang selalu berjaga-jaga.'
Maka Kami keluarkan Fir'aun dari kaumnya dari taman-taman dan mata air, dan
(dari) perbendaharaan dan kedudukan yang mulia, demikianlah halnya dan Kami
anugerahkan semuanya (itu) kepada Bani Israil. Maka Fir'aun dan bala tenteranya
dapat menyusuli mereka di waktu matahari terbit. Maka setelah kedua golongan
itu saling melihat, berkatalah pengikut- pengikut Musa: 'Sesungguhnya kita
benar-benar akan disusul.' Musa menjawab: 'Sekali-kali kita tidak akan
tersusul; sesungguhnya Tuhanku besertaku, kelak Dia akan memberi petunjuk
kepadaku.' Dan di sanalah Kami dekatkan golongan yang lain. Dan Kami selamatkan
Musa dan orang-orang yang besertanya semuanya. Dan Kami tenggelamkan golongan
yang lain itu. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar merupakan suatu
tanda yang besar (mukji- zat) dan tetapi adalah kebanyakan mereka tidak
beriman. Dan sesungguhnya Tuhanmu benar-benar Dialah Yang Maha Perkasa lagi
Maha Penyayang." (QS. asy-Syu'ara': 52-68)
Tersingkaplah
kejahatan dan kelaliman Fir'aun. Ombak lautan menggiring tubuhnya ke tepi. Kami
tidak mengetahui tepi mana yang dimaksud, yang menggiring tubuh seseorang yang
mengaku dirinya sebagai tuhan; seseorang yang tidak ada seorang pun yang berani
menentangnya. Diduga kuat bahawa ombak menggiring jasadnya ke tepi barat lalu
orang-orang Mesir melihatnya dan mengetahui bahawa tuhan mereka yang mereka
sembah, yang mereka taati adalah sekadar seseorang yang tidak mampu menjauhkan
kematian dari lehernya.
Setelah itu,
orang-orang Mesir mengetahui kebenaran secara sempurna. Al-Quran al-Karim tidak
menceritakan kepada kita apa yang mereka perbuat setelah jatuhnya rejim Fir'aun
dan setelah tenteranya tenggelam; Al-Quran tidak menceritakan kepada kita
bagaimana reaksi mereka setelah Allah s.w.t menghancurkan apa yang diperbuat
oleh Fir'aun dan kaumnya dan apa yang mereka bangun; Al-Quran tidak menyinggung
semua itu; Al-Quran justru memfokuskan keadaan Musa dan Harun dan bagaimana
peristiwa yang dialami Bani Israil bersama kedua nabi itu.
Fir'aun
Mesir telah mati. Ia tenggelam di hadapan mata orang-orang Mesir dan Bani
Israil. Meskipun ia telah mati, tetapi pengaruhnya tetap membekas pada jiwa
orang-orang Mesir dan Bani Israil. Sungguh sangat sulit untuk menghilangkan
pengaruh kehinaan yang sekian lama atau sekian tahun tertanam dalam jiwa dan
kemudian jiwa itu menjadi mulia. Fir'aun telah menanamkan pada jiwa Bani Israil
sesuatu yang akan kita ketahui dari ayat-ayat Al-Quran. Fir'aun telah
membiasakan mereka untuk mendapatkan kehinaan. Fir'aun telah menghancurkan jiwa
mereka dari dalam. Fir'aun telah merosak suasana rohani mereka yang bersih.
Fir'aun telah merosak fitrah mereka sehingga mereka menyeksa Musa dan menyakiti
Musa dengan sikap penentangan dan kebodohan.
Mukjizat
pembelahan lautan masih segar di fikiran mereka. Pasir-pasir laut yang basah
masih membekas dan masih terdapat dalam sandal- sandal Bani Israil ketika
mereka lewat di depan kaum yang menyembah berhala. Seharusnya mereka
menampakkan kemarahan mereka atas kelaliman terhadap akal, dan mereka memuji
kepada Allah s.w.t kerana mereka mendapatkan petunjuk pada jalan keimanan dan
kebenaran. Tetapi mereka justru menoleh kepada Musa dan meminta kepadanya agar
menjadikan tuhan lain bagi mereka yang dapat mereka sembah seperti orang-orang
itu. Mereka merasa cemburu ketika melihat orang-orang yang menyembah berhala
itu dan mereka pun menginginkan hal yang sama. Mereka merasakan kerinduan
kepada hari-hari syirik yang lalu yang mereka dapati di bawah naungan Fir'aun.
Nabi Musa mengetahui betapa bodohnya mereka.
Allah s.w.t
berfirman:
"Dan
Kami seberangkan Bani Israil ke seberang lautan itu, maka setelah mereka sampai
pada suatu kaum yang tetap menyembah berhala mereka, Bani Israil berkata: 'Hai
Musa, buatlah untuk kami sebuah tuhan (berhala) sebagaimana mereka mempunyai
beberapa tuhan (berhala).' Musa menjawab: 'Sesungguhnya kamu ini adalah kaum
yang tidak mengetahui (sifat-sifat Tuhan).' Sesungguhnya mereka itu akan
dihancurkan kepercayaan yang dianutnya dan akan batal apa yang selalu mereka
kerjakan. Musa menjawab: 'Patutkah aku mencari Tuhan untuk kamu yang selain
daripada Allah, padahal Dialah yang telah melebihkan kamu atas segala umat. Dan
(ingatlah hai Bani Israil), ketika Kami menyelamatkan kamu dari (Fir'aun) dan
kaumnya, yang mengazab kamu dengan azab yang sangat jahat, yaitu mereka
membunuh anak-anak lelakimu dan membiarkan hidup wanita-wanitamu. Dan pada yang
demikian itu cubaan yang besar dari Tuhanmu. " (QS. al-A'raf: 138-141)
Musa
berjalan bersama kaumnya di Saina', yaitu suatu gurun yang di dalamnya terdapat
pohon yang dapat melindungi dari sengatan matahari dan di dalamnya terdapat
makanan dan air. Kemudian rahmat Allah s.w.t turun kepada mereka di mana mereka
mendapatkan al-Manna dan Salwa dan mereka dinaungi oleh awan. Al-Manna adalah
makanan yang rasanya mendekati manis dan ia dihasilkan oleh sebahagian
pohon-pohon yang berbuah di mana angin membawa kepada mereka rasa demikian ini
dari daun-daun pohon. Allah s.w.t juga mengirim kepada mereka as-Salwa, yaitu
salah satu burung yang bernama as-Saman.
Ketika
mereka merasakan kehausan yang sangat saat di Saina' tidak ada setitis air pun
maka Nabi Musa memukulkan dengan tongkatnya kepada batu sehingga batu itu
memancarkan dua belas mata air. Bani Israil terbagi menjadi dua belas cucu maka
Allah s.w.t mengirim air tersebut kepada setiap kelompok. Meskipun mereka
mendapatkan kemuliaan dan kehormatan yang sedemikian rupa, tetapi lagi-lagi
jiwa mereka yang sakit tidak dapat menyedarkan mereka untuk mensyukuri
nikmat-nikmat ini. Mereka justru mendebat Nabi Musa dan mengatakan bahawa
mereka bosan dengan makanan ini dan mereka ingin memiliki bawang merah dan
bawang putih serta kacang-kacangan. Semua makanan ini adalah makanan
tradisional Mesir. Bani Israil meminta kepada Nabi mereka untuk berdoa kepada
Allah s.w.t dan mengeluarkan dari bumi makanan- makanan ini. Nabi Musa melihat
bahawa mereka menganiaya diri mereka sendiri, dan Nabi Musa menyedari betapa
mereka merindukan kehinaan mereka saat mereka bersama Fir'aun. Mereka berani
menolak makanan- makanan yang baik dan makanan-makanan yang mulia, dan sebagai
gantinya, mereka malah menginginkan makanan-makanan yang rendah mutunya. Allah
s.w.t berfirman:
"Dan
ingatlah ketika kamu berkata: 'Hai Musa, kami tidak bisa sabar (tahan) dengan satu
macam makanan saja. Sebab itu, mohon-kanlah untuk kami kepada Tuhanmu, agar Dia
mengeluarkan bagi kami dari apa yang ditumbuhkan bumi, yaitu: 'Sayur-sayuran,
ketimunnya, bawang putihnya, kacang adasnya, dan bawang merahnya.' Musa
berkata: 'Maukah kamu mengambil sesuatu yang rendah sebagai pengganti yang
lebih baik? Pergilah kamu ke suatu kota, pasti kamu memperoleh apa yang kamu
minta.' Lalu ditimpakanlah kepada mereka nista dan kehinaan, serta mereka
mendapat kemurkaan dari Allah. Hal itu (terjadi) kerana mereka selalu
mengingkari ayat-ayat Allah dan membunuh para nabi yang memang tidak
dibenarkan. Demikianlah itu (terjadi) kerana mereka selalu berbuat derhaka dan
melampaui batas. " (QS. al-Baqarah: 61)
Nabi Musa
berjalan bersama kaumnya menuju Baitul Maqdis. Nabi Musa memerintahkan kaumnya
untuk memasukinya dan memerangi siapa pun yang ada di dalamnya serta berusaha
menguasai tempat itu. Demikianlah telah datang ujian terakhir kepada mereka
setelah mereka menyaksikan mukjizat dan ayat-ayat Allah s.w.t serta hal-hal
yang luar biasa. Telah datang saat ujian kepada mereka untuk berperang - kerana
mereka sebagai orang-orang mukmin - melawan kaum penyembah berhala. Namun
kaum Nabi Musa menolak untuk memasuki tanah suci. Nabi Musa berusaha menyedarkan
mereka dengan menceritakan bagaimana nikmat Allah s.w.t yang turun kepada
mereka; bagaimana Allah s.w.t menjadikan di tengah-tengah mereka para nabi dan
menjadikan mereka raja-raja yang mewarisi kerajaan Fir'aun; dan bagaimana
mereka diberi suatu kekayaan dan anugerah yang tidak dapat didapatkan oleh
seseorang pun di dalam dunia.
Kaum Nabi
Musa takut kepada peperangan dan beralasan bahawa di dalamnya terdapat kaum
yang perkasa dan mereka tidak akan masuk ke tanah suci sehingga orang-orang
yang kuat itu keluar darinya. Kitab-kitab kuno mengatakan bahawa mereka keluar
dalam jumlah enam ratus ribu. Nabi Musa tidak dapat mendapatkan seseorang pun
di antara mereka yang siap melakukan peperangan kecuali dua orang. Kedua orang
ini berusaha untuk menyedarkan kaum agar mereka memasuki tanah suci itu dan
berperang. Mereka berdua berkata: "Sungguh hanya sekadar kalian memasuki
pintu darinya maka kalian akan mendapatkan kemenangan." Tetapi Bani Israil
menampakkan ketakutan dan tubuh mereka tampak gementar.
Pada kali
yang lain - sesuai dengan tabiat mereka - mereka merindukan menyembah berhala
ketika melihat ada kaum yang menyembah berhala. Mereka telah rosak dan mereka
telah kalah dari dalam diri mereka; mereka telah biasa mendapatkan kehinaan
sehingga mereka tidak mampu berperang. Yang tersisa hanyalah, mereka mampu
untuk bersikap tidak sopan pada Nabi Musa as dan kepada Tuhannya. Kaum Nabi
Musa berkata kepadanya dalam kalimat yang terkenal:
"Pergilah
kamu bersama Tuhanmu, dan berperanglah kamu berdua, sesungguhnya kami hanya
duduk menanti di sini saja." (QS. al-Maidah: 24)
Mereka
mengucapkan kata-kata tersebut dengan lantang dan jelas serta tanpa rasa malu.
Nabi Musa mengetahui bahawa kaumnya sangat jauh dari kebaikan. Fir'aun telah
mati tetapi pengaruhnya tetap tertanam dalam jiwa mereka di mana untuk
mengubatinya memerlukan waktu yang lama. Nabi Musa kembali kepada Tuhannya dan
memberitahu-Nya bahawa ia tidak memiliki sesuatu pun kecuali dirinya dan
saudaranya. Nabi Musa berdoa buruk kepada kaumnya agar Allah s.w.t memisahkan
antara dirinya dan mereka. Allah s.w.t menurunkan keputusan-Nya kepada generasi
ini yang telah rosak fitrahnya. Yaitu keputusan yang berupa: mereka disesatkan
selama empat puluh tahun sehingga generasi ini mati atau mereka mencapai usia
senja dan kemudian akan lahir generasi yang baru; generasi yang belum rosak
jiwanya dan mereka akan dapat berperang dan memperoleh kemenangan.
Allah s.w.t
berfirman:
"Dan
(ingatlah) ketika Musa berkata kepada kaumnya: 'Hai kaumku, ingatlah nikmat Allah
atasmu ketika Dia mengangkat nabi-nabi di antaramu, dan dijadikan-Nya kamu
orang-orang merdeka, dan diberikannya kepadamu apa yang belum pernah
diberikan-Nya kepada seseorang pun di antara umat-umat yang lain.' Hai kaumku,
masuklah ke tanah suci (Palestina) yang telah ditentukan Allah bagimu, dan
janganlah kamu lari ke belakang (kerana takut kepada musuh) maka kamu menjadi
orang-orang yang rugi. Mereka berkata: 'Hai Musa, sesungguhnya di dalam negeri
itu ada orang-orang yang gagah perkasa, sesungguhnya kami sekali-kali tidak
akan memasukinya sebelum mereka keluar darinya. Jika mereka keluar darinya,
pasti kami akan memasukinya.' Berkatalah dua orang di antara orang-orang yang
takut (kepada Allah) yang Allah telah memberi nikmat atas keduanya: 'Serbulah
mereka dengan melalui pintu gerbang (kota) itu, maka bila kamu memasukinya
nescaya kamu akan menang. Dan hanya kepada Allah hendaklah kamu bertawakal,
jika kamu benar-benar orang yang beriman.' Mereka berkata: 'Hai Musa, kami
sekali-kali tidak memasukinya selama-lamanya selagi mereka ada di dalamnya,
kerana itu pergilah kamu bersama Tuhanmu, dan berperanglah kamu berdua,
sesungguhnya kami hanya duduk menanti di sini saja.' Berkata Musa: 'Ya Tuhanku,
aku tidak menguasai kecuali diriku sendiri dan saudaraku. Sebab itu pisahkanlah
antara kami dengan orang-orang yang fasik itu. 'Allah berfirman: '(Jika
demikian), maha sesungguhnya negeri itu diharamkan atas mereka selama empat
puluh tahun, (selama itu) mereka akan berputar-putar kebingungan di bumi
(padang Tiih) itu. Maka janganlah kamu bersedih hati (memikirkan nasib)
orang-orang yang fasik itu." (QS. al-Maidah: 20-26)
Dimulailah
hari-hari kesesatan. Mereka melewati tempat yang tertutup. Mereka memulai dari
tempat yang mereka akhiri dan sebaliknya. Alhasil, mereka berjalan tanpa tujuan
sepanjang siang-malam, pagi-sore. Mereka memasuki daratan di daerah Saina'.
Nabi Musa kembali ke tempat yang beliau bertemu di dalamnya untuk pertama
kalinya dengan kalimat- kalimat Allah s.w.t. Bani Israil turun dari at-Thur, dan
Nabi Musa mendaki gunung sendirian. Di sana diturunkan Taurat dan Tuhannya
berdialog dengannya. Sebelum Nabi Musa naik untuk bertemu dengan Tuhannya, ia
menjadikan saudaranya, Harun, sebagai khalifahnya untuk kaumnya. Harun
diangkatnya sebagai wakilnya yang bertanggungjawab untuk mengurus kaumnya. Dan
Musa pun pergi menuju Tuhannya.
Allah s.w.t
berfirman:
"Dan
telah Kami jadikan kepada Musa (memberikan Taurat) sesudah berlalu waktu tiga
puluh malam, dan Kami sempurnakan jumlah malam itu dengan sepuluh (malam lagi),
maka sempurnakanlah waktu yang telah ditentukan Tuhannya empat puluh malam. Dan
berkata Musa kepada saudaranya yaitu Harun: 'Gantikanlah aku dalam (memimpin)
kaumku, dan perbaikilah, dan janganlah kamu mengikuti jalan orang-orang yang
membuat kerosakan'" (QS. al-A'raf: 142)
Orang-orang
dahulu mengatakan bahawa Nabi Musa berpuasa selama tiga puluh hari sepanjang
malam dan siang tanpa mencecah makanan sedikit pun kemudian Nabi Musa tidak
ingin untuk berdialog kepada Tuhannya sementara mulutnya dalam keadaan seperti
mulut orang yang berpuasa. Lalu beliau memakan sedikit dari tanaman bumi dan
beliau mengunyahnya. Tuhannya berkata kepadanya: "Mengapa engkau
berbuka?" Musa menjawab: "Ya Tuhanku, aku tidak ingin berbicara
denganmu kecuali mulutku dalam keadaan baik baunya." Allah s.w.t menjawab:
"Tidakkah engkau mengetahui wahai Musa bahawa mulut orang yang berpuasa di
sisi-Ku lebih baik daripada bau misik. Kembalilah engkau berpuasa selama
sepuluh hari kemudian datanglah kepada-Ku." Nabi Musa as pun melaksanakan
perintah-Nya.
Kami tidak
mengetahui secara pasti, mengapa Nabi Musa berpuasa selama empat puluh malam,
bukan tiga puluh hari. Yang kita ketahui bahawa Allah s.w.t menambah sepuluh
hari yang lain. Setelah itu, turunlah Taurat; turunlah kepadanya sepuluh
wasiat:
1. Perintah
untuk hanya menyembah kepada Allah s.w.t dan tidak menyekutukan-Nya.
2.
Larangan untuk bersumpah bohong atas nama Allah s.w.t.
3.
Menjaga kehormatan pada hari Sabtu. Dengan pengertian, memfokuskan hari Sabtu
sebagai hari ibadah.
4.
Perintah untuk menghormati ayah dan ibu.
5.
menyedari bahawa Allah s.w.t yang dapat memberi dan membagi.
6.
Janganlah engkau membunuh.
7.
Janganlah engkau berzina.
8.
Janganlah engkau mencuri.
9.
Janganlah memberikan kesaksian yang palsu.
10. Jangan
engkau merasa tertipu atau terpikat kepada rumah temanmu atau Isterinya atau
budaknya atau sapinya atau keledainya.
Para ulama
salaf mengatakan bahawa kandungan sepuluh wasiat ini telah terdapat dalam dua
ayat dalam Al-Quran, yaitu dalam firman-Nya:
"Katakanlah:
'Marilah kubacakan apa yang diharamkan atas kamu oleh Tuhanmu, yaitu: Janganlah
kamu mempersekutukan sesuatu dengan Dia, berbuat baiklah terhadap kedua ibu dan
bapakmu, dan janganlah kamu membunuh anak-anak kamu kerana takut kemiskinan.
Kami akan memberi rezeki kepadamu dan kepada mereka; dan janganlah kamu
mendekati perbuatan-perbuatan yang keji, baik yang tampak di antaranya mahupun
yang tersembunyi, dan janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah
(membunuhnya) melainkan dengan sesuatu (sebab) yang benar.' Demikian itu yang
diperintahkan oleh Tuhanmu kepadamu supaya kamu memahaminya. Dan janganlah kamu
mendekati harta anak yatim, kecuali dengan cara yang lebih bermanfaat, hingga sampai
ia dewasa. Dan sempurnakan takaran dan timbangan dengan adil. Kami tidak
memikulkan beban kepada seseorang melainkan dengan kesanggupannya. Dan apabila
kamu berkata, maka hendaklah kamu berlaku adil kendatipun dia adalah
kerabat(mu), dan penuhilah janji Allah. Yang demikian itu diperintahkan Allah
kepadamu agar kamu ingat. " (QS. al-An'am: 151- 152)
Allah s.w.t
menceritakan kepada kita bagaimana keadaan Musa ketika ia pergi untuk menemui
janji dengan Tuhannya. Musa ketika berpuasa selama empat puluh malam bermaksud
untuk lebih mendekat kepada Tuhannya. Ketika Allah s.w.t berdialog dengannya,
maka Musa merasakan cinta yang semakin bergelora kepada Tuhannya. Kami tidak
mengetahui perasaan apa yang ada di hati Musa ketika ia meminta kepada Tuhannya
agar dapat melihatnya. Seringkali cinta yang ada di dalam manusia mendorong
dirinya untuk meminta sesuatu yang mustahil. Lalu bagaimana bayangan Anda
terhadap cinta yang berhubungan dengan cinta kepada Allah s.w.t. Ia adalah
hakikat cinta. Kedalaman perasaan Nabi Musa kepada Tuhannya dan kecintaannya
kepada sang Pencipta, semua ini mendorongnya untuk meminta kepada Allah s.w.t
agar dapat melihatnya.
Allah s.w.t
berfirman:
"Dan
tatkala Musa datang untuk (munajat dengan Kami) pada waktu yang telah Kami
tentukan dan Tuhan telah berfirman (langsung) kepadanya, berkatalah Musa: 'Ya
Tuhanku, tampakkanlah (diri Engkau) kepadaku agar aku dapat melihat kepada
Engkau.'" (QS. al- A'raf: 143)
Demikianlah
dorongan cinta dari para pencinta sejati. Musa bertanya dan meminta kepada
Tuhannya sesuatu yang menakjubkan tetapi Allah s.w.t menjawabnya:
"Tuhan
berfirman: 'Kamu sekali-kali tidak sanggup melihat-Ku." (QS. al-A'raf:
143)
Seandainya
Allah s.w.t hanya mengatakan demikian maka ini pun sebagai bentuk keadilan
dari-Nya, tetapi keadaan di sini adalah keadaan cinta Ilahi dari Musa. Dorongan
cinta yang dibalas dengan dorongan cinta. Demikianlah Nabi Musa mendapatkan
rahmat dari Tuhannya. Allah s.w.t memberitahunya bahawa ia tidak akan mampu
melihat-Nya kerana tak satu pun dari makhluk yang tidak dapat "menangkap
cahaya" dari Allah s.w.t. Allah s.w.t memerintahkannya agar melihat
gunung, dan jika gunung itu masih menetap di tempatnya maka ia akan dapat
melihat Tuhannya.
Allah s.w.t
berfirman:
"Tetapi
lihatlah ke bukit itu, maka jika ia tetap di tempatnya (sebagai sediakala)
nescaya kamu dapat melihat-Ku. Tatkala Tuhannya menampakkan diri kepada gunung
itu, dijadikannya gunung itu hancur luluh dan Musa pun jatuh pengsan. (QS.
al-A'raf: 143)
Tiada
seorang pun yang dapat "menangkap" cahaya Allah s.w.t. Nabi Musa
mengetahui hakikat ini dan menyaksikan sendiri. Ash'aq adalah al-Maut
(kematian) atau al-Ighma' (keadaan tidak sedarkan diri atau pengsan). Kami
tidak mengetahui bagaimana keadaan yang dialami Nabi Musa ketika ia kehilangan
kehidupannya atau kesedarannya.
"Maka
setelah Musa sedar kembali, dia berkata: 'Maha Suci Engkau, aku bertaubat
kepada Engkau dan aku orang yang pertama-tama beriman.'" (QS. al-A'raf:
143)
Para mufasir
klasik cukup serius meneliti dan memperbincangkan ayat- ayat ini. Misalnya,
mereka bertanya-tanya: bagaimana Nabi Musa meminta kepada Allah s.w.t agar
dapat melihat-Nya, padahal ia tahu bahawa itu adalah hal yang tidak mungkin
atau mustahil. Mereka berselisih pendapat dalam hal itu dan saling adu
argumentasi. Mu'tazilah memiliki pendapat yang lain dan Ahlusunah pun memiliki
pendapat yang lain lagi. Pokok pembicaraan semuanya berkisar pada: bagaimana
seorang nabi tidak mengetahui - padahal ia adalah makhluk Allah s.w.t yang
paling dekat dengan-Nya - bahawa melihat Allah s.w.t adalah hal yang
sangat mustahil?
Kami kira
bahawa sikap Nabi Musa tersebut menggambarkan puncak cinta dan kedalaman dari
hatinya, yang ini merupakan gambaran yang tinggi dari sejarah yang dilalui oleh
Nabi Musa. Kita sekarang berada di hadapan puncak cinta kepada Allah s.w.t. Dan
seorang pencinta tidak menginginkan selain melihat "wajah"
kekasihnya. Menurut logik akal bahawa melihat Allah s.w.t adalah hal yang
mustahil, tetapi kapan cinta pernah peduli dengan logik itu. Nabi Musa
terdorong untuk mendapatkan pengalaman baru yaitu suatu pengalaman yang
kayaknya ia sengaja melakukannya untuk mewakili kita semua. Nabi Musa nekad dan
mendorong kita untuk meminta. Ia lebih dahulu merasakan keadaan tidak sedarkan
diri dan ia telah membuktikan kepada kita dengan tubuhnya yang mulia dan rohnya
yang suci bahawa tak seorang pun dapat "menangkap" cahaya Allah
s.w.t. Nabi Musa dalam keadaan tak sedarkan diri lalu ketika bangun ia
memuja-muja Allah s.w.t dan bertaubat serta meminta ampun kepadaNya:
"Dia
berkata: 'Maha Suci Engkau, aku bertaubat kepada Engkau.'" (QS. al-A'raf:
143)
Mengapa Nabi
Musa bertaubat? Orang-orang sufi berkata: Ia bertaubat dari dorongan cinta yang
besar di mana ia meminta sesuatu yang mustahil, padahal ia menyedari itu adalah
mustahil. Ini adalah tafsiran yang memuaskan yang didukung oleh konteks
ayat-ayat tersebut. Perhatikanlah ayat-ayat (tanda-kebesaran) Allah s.w.t dan
bagaimana Dia mengingatkan Musa terhadap apa-apa yang diterimanya dari berbagai
macam nikmat. Allah s.w.t berkata kepada Musa:
"Hai
Musa, sesungguhnya Aku memilih (melebihkan) kamu dari manusia yang lain (di
masamu) untuk membawa risalah-Ku dan untuk berbicara langsung dengan-Ku. Sebab
itu, berpegang teguhlah kepada apa yang Aku berikan kepadamu dan hendaklah kamu
termasuk orang-orang yang bersyukur. Dan telah Kami tuliskan untuk Musa pada
luh-luh (Taurat) segala sesuatu sebagai pelajaran dan penjelasan bagi segala
sesuatu; maka (Kami berfirman): 'Berpeganglah kepadanya dengan teguh dan
suruhlah kaummu berpegang kepada (perintah-perintahnya) dengan sebaik-baiknya.'"
(QS. al-A'raf: 144-145)
Ahli tafsir
memperhatikan firman Allah s.w.t kepada Musa: "Sesungguhnya Aku memilih
(melebihkan) kamu dari manusia yang lain (di masamu) untuk membawa risalah-Ku
dan untuk berbicara langsung dengan-Ku."
Kemudian
dilakukanlah perbandingan antara Nabi Musa dan nabi-nabi yang lain. Dikatakan
bahawa pemilihan ini dikhususkan hanya kepadanya dan di zamannya saja, dan
tidak berlaku di zaman sebelumnya kerana ada Nabi Ibrahim di zaman itu,
sedangkan Nabi Ibrahim lebih baik dari Nabi Musa. Begitu juga pemilihan ini
tidak berlaku pada zaman setelahnya kerana ada Nabi Muhammad bin Abdullah saw
dan ia lebih baik dari mereka berdua.
Kami ingin
menghindari perdebatan ini, bukan kerana kami percaya bahawa semua nabi sama.
Memang Allah s.w.t memberitahu kita bahawa Dia mengutamakan sebahagian nabi
atau sebahagian yang lain dan mengangkat darjat sebahagian mereka atau
sebahagian yang lain, tetapi pengutamaan ini adalah hal yang tidak boleh kita
sentuh. Hendaklah kita beriman kepada seluruh nabi dan kita harus menunjukkan
penghormatan kita kepada mereka semua. Adalah bukan hal yang sopan jika kita
mencuba membanding-bandingkan di antara para nabi. Yang utama adalah, hendaklah
kita meyakini dan mengimani mereka semua. Akhirnya, selesailah perjumpaan Musa
dengan Tuhannya. Kemudian Nabi Musa kembali kepada kaumnya dalam keadaan marah
dan jengkel. Di alam wujud tidak ada seorang manusia yang memiliki kelembutan
dan kerelaan hati yang begitu besar seperti Nabi Musa, tetapi ia diberitahu
oleh Tuhannya bahawa kaumnya telah menyimpang dari jalannya. Oleh kerana itu,
ia kembali dalam keadaan marah dan jengkel kepada mereka. Allah s.w.t
berfirman:
"Mengapa
kamu datang lebih cepat daripada kaummu, hai Musa? Berkata Musa: 'Itulah mereka
sedang menyusuli aku dan aku bersegera kepada-Mu, ya Tuhanku, agar supaya
Engkau redha (kepadaku). Allah berfirman: 'Maka sesungguhnya, Kami telah
menguji kaummu sesudah kamu tinggalkan, dan mereka telah disesatkan oleh
Samiri. Kemudian Musa kembali kepada kaumnya dengan marah dan bersedih hati.
" (QS. Thaha: 83-86)
Musa turun
dari gunung dan membawa papan Taurat. Rasa-rasanya hatinya mendidih dan
jengkel. Kita dapat membayangkan bagaimana emosi yang membakar Nabi Musa saat
ia mengayunkan langkahnya menuju kaumnya. Betapa tidak, belum lama Nabi Musa
meninggalkan kaumnya dan menemui Tuhannya, mereka mendapatkan fitnah melalui
Samiri. Fitnah ini adalah, bahawa Bani Israil - ketika keluar dari Mesir
- membawa banyak dari harta perhiasan orang-orang Mesir dan emas-emas mereka.
Mereka mengambilnya untuk mereka memanfaatkan dalam pesta perayaan mereka.
Kemudian mereka selamat kerana mukjizat pembelahan lautan di mana lautan
menenggelamkan Fir'aun dan tenteranya sehingga harta mereka yang berupa emas
dimiliki oleh Bani Israil.
Harun
mengetahui bahawa emas tersebut bukan milik mereka lalu Harun memintanya dari
mereka dan menimbunnya di tanah. Bani Israil tidak memerlukannya kerana saat
ini mereka sedang tersesat. Mereka berjalan di tengah-tengah gurun sehingga
tidak bermanfaat bagi mereka emas- emas itu. Harun, saudara kandung Musa,
menggali tanah dan meletakkan emas-emas itu lalu menimbunkan di atasnya tanah.
Samiri melihat apa yang dilakukan oleh Harun. Setelah itu, dia mengeluarkannya
dan membuat sebuah patung sapi yang menyerupai sapi Ibis sesembahan orang-orang
Mesir. Samiri adalah seorang pemahat yang mahir. Dia mampu membuat anak sapi
yang menarik di mana ketika dia meletakkannya di arah angin maka akan masuk
darinya udara dari celah bahagian belakangnya lalu keluar dari hidungnya.
Samiri membuat suara yang menyerupai suara sapi yang sebenamya.
Konon,
rahsia kehebatan sapi ini adalah kerana Samiri telah mengambil segenggam tanah
yang dilalui Jibril ketika ia turun ke bumi dalam peristiwa mukjizat pembelahan
laut. Yakni Samiri melihat sesuatu yang tidak dilihat oleh kaum Nabi Musa.
Kemudian dia mengambil segenggam tanah dari bekas yang dilalui seorang utusan
(Jibril) dan meletakkannya bersama emas. Samiri membuat darinya anak sapi.
Jibril as tidak berjalan di atas sesuatu kecuali sesuatu itu menjadi hidup.
Ketika Samiri menambahkan tanah itu ke emas lalu membuat darinya anak sapi maka
anak sapi itu dapat bersuara seperti anak sapi yang sebenarnya. Demikianlah
kisah Samiri. Kita mengetahui sekarang bahawa jika tanah ditambahkan ke emas
dan melebur maka tanah itu akan terpisah dari emas dan akan meninggalkan bekas
(lubang) di tempat terpisahnya itu. Diduga kuat bahawa Samiri menggunakan tanah
itu seperti tanah yang lain dalam usaha untuk mengeringkan bahagian dalam dari
anak sapi di mana patung itu berubah menjadi patung yang mempunyai suara.
Setelah itu,
Samiri keluar menemui Bani Israil dengan membawa apa yang dibuatnya. Mereka
bertanya kepadanya: "Apa ini, hai Samiri?" Ia menjawab: "Ini
adalah tuhan kalian dan tuhan Musa." Mereka berkata: "Bukankah Musa
sedang menemui Tuhannya?" Samiri menjawab: "Musa telah lupa ia pergi
untuk menemui tuhannya di sana, padahal sebenarnya tuhannya ada di sini."
Akhirnya, Bani Israil menyembah anak sapi ini.
Barangkali
pembaca akan merasa hairan terhadap fitnah ini. Bagaimana akal kaum itu dapat
tunduk sampai pada keadaan seperti ini? Bukankah mereka telah menyaksikan
mukjizat yang besar? Bagaimana mereka dengan mudah menyembah berhala?
Kebingungan tersebut segera hilang ketika kita lihat keadaan kejiwaan kaum yang
menyembah anak sapi itu. Mereka telah terdidik di Mesir pada saat mereka
menyembah berhala dan sangat mengkultuskan anak sapi Ibis. Mereka terdidik di
bawah kehinaan dan perbudakan sehingga jiwa mereka menjadi ternoda dan fitrah
mereka menjadi tercemar. Mereka menyaksikan mukjizat-mukjizat dari Allah s.w.t
tetapi mukjizat itu berbenturan dengan jiwa-jiwa yang putus asa. Mukjizat ini
tidak mampu memuaskan mereka untuk mempercayai kebenaran. Mereka masih saja
dihinggapi keinginan untuk menyembah berhala. Mereka adalah para penyembah
berhala seperti tokoh-tokoh Mesir yang dahulu. Oleh kerana itu, mereka
menyembah anak sapi. Sikap mereka ini tidak terlalu mengagetkan kita. Sebab,
setelah mereka menyaksikan mukjizat pembelahan lautan, mereka melihat suatu
kaum yang menyembah berhala, lalu mereka minta kepada Nabi Musa agar menjadikan
tuhan bagi mereka seperti kaum yang menyembah berhala itu.
Jadi,
masalahnya adalah masalah klasik. Pada hakikatnya, hasrat untuk menyembah
berhala bererti menyembah berhala itu sendiri. Apa yang dilakukan Samiri
adalah, ia memanfaatkan kerinduan kaum untuk menyembah berhala. Kemudian Samiri
memilih agar anak sapi yang diciptakannya berbentuk emas kerana ia mengetahui
bahawa umumnya Bani Israil lemah (mudah terpedaya) pada emas. Akhirnya, fitnah
yang ditimbulkan oleh Samiri tersebar di sana sini. Harun sangat terpukul
ketika mengetahui Bani Israil menyembah anak sapi dari emas. Mereka terbagi
menjadi dua kelompok: minoriti dari mereka beriman dan mengetahui bahawa ini
adalah tipu daya dan kebohongan semata, sedangkan majoriti mereka mengingkari
Harun dan tetap melampiaskan kerinduan mereka untuk menyembah berhala. Harun
berdiri di tengah- tengah kaumnya dan mulai menasihati mereka. Ia berkata
kepada mereka: "Sesungguhnya kalian tertipu dengannya. Ini adalah fitnah
(godaan). Samiri telah memanfaatkan kebodohan kalian dengan menciptakan anak
sapi itu. Lembu itu bukan tuhan kalian dan bukan juga tuhan Musa:
"Sesungguhnya
Tuhanmu ialah (Tuhan) Yang Maha Pemurah, maka ikutilah ahu dan taatilah
perintahku." (QS. Thaha: 90)
Para
penyembah anak sapi menolak nasihat Harun. Kelompok orang- orang yang bodoh itu
tidak mahu lagi menerima nasihat. Harun kembali memperingatkan mereka dan
menceritakan kembali kepada mereka bagaimana mukjizat-mukjizat Allah s.w.t
dapat menyelamatkan mereka, dan bagaimana Allah s.w.t memuliakan dan menjaga
mereka. Tetapi mereka menutup telinga dan menolak segala nasihatnya. Mereka
justru melemahkan posisi Harun dan nyaris saja membunuhnya. Adalah jelas bahawa
Harun lebih lemah daripada Musa, sehingga para kaum tidak takut lagi. Harun
khuatir jika ia menggunakan kekuatan dan menghancurkan berhala-berhala yang
mereka sembah, maka akan terjadi fitnah di tengah-tengah kaum dan akan tercipta
perang saudara. Akhirnya, Harun memilih untuk menunda hal itu sampai kedatangan
Musa. Harun mengetahui bahawa Musa seorang yang kuat yang mampu mengatasi
fitnah ini tanpa harus menumpahkan darah. Sementara itu, Bani Israil terus
menari di sekitar anak sapi. Samiri - mudah-mudahan Allah s.w.t melaknatnya -
adalah penyebab fitnah ini, dan ia menari-nari serta berputar-putar di
sekeliling berhala.
Al-Qurthubi
dalam tafsirnya pada juz kesebelas menyebutkan fitnah yang timbulkan oleh
Samiri. Qurthubi berkata: "Imam Abu Bakar at-Thurthusi ditanya: "Apa
yang dikatakan oleh pemimpin kita al-Faqih tentang kelompok lelaki yang
memperbanyak zikrullah dan menyebut Muhammad saw. Sebahagian mereka menari-nari
sehingga pengsan. Mereka menghadirkan sesuatu dan memakannya. Apakah hadir
bersama mereka boleh atau tidak? Berilah kami fatwa, mudah-mudahan engkau
diberi pahala." Qurthubi menjawab pertanyaan ini dengan menukil penjelasan
gurunya: "Mazhab sufi (yang beliau maksudkan adalah orang-orang yang
menari-nari yang dipraktikkan oleh sebahagian aliran sufi untuk mengekspresikan
zikir) berdasarkan kebodohan dan kesesatan serta sesuatu yang sia-sia. Islam
hanya berdasarkan Kitab Allah s.w.t dan sunah Rasul-Nya. Praktik tari-tarian
seperti itu adalah sesuatu yang pertama kali diciptakan oleh pengikut-pengikut
Samiri ketika mereka menjadikan anak sapi sebagai tuhan mereka. Mereka
menari-nari di sekitarnya dan berkumpul di situ. Itu adalah agama kekufuran dan
penyembahan terhadap anak sapi."
Nabi saw
duduk bersama sahabatnya dan seakan-akan di atas kepala mereka terdapat burung,
kerana saking hormatnya mereka terhadap beliau. Hendaklah penguasa dan wakilnya
mencegah orang-orang itu untuk hadir di masjid dan selainnya. Dan tidak
diperkenankan bagi seorang pun yang beriman kepada Allah s.w.t dan hari
kemudian untuk hadir bersama orang-orang itu atau membantu kebatilan mereka.
Ini adalah pendapat mazhab Malik, Abu Hanifah, Syafi'i, Ahmad bin Hambal, dan
lain-lain dari para imam kaum Muslim.
Demikianlah
pernyataan al-Qurthubi berkaitan dengan masalah tersebut. Anda dapat
membayangkan sejauh mana kecemerlangan fikirannya dan sejauh mana ketakwaannya.
Selanjutnya, kita kembali kepada kisah Nabi Musa. Nabi Musa turun dari gunung
untuk kembali menemui kaumnya. Kemudian ia mendengar teriakan kaum saat mereka
menari-nari di sekitar anak sapi. Kaum itu berhenti ketika melihat Nabi Musa
muncul di depan mereka. Dan tiba-tiba keheningan menyelimuti mereka. Nabi Musa
berteriak dan berkata:
"Dan
tatkala Musa telah kembali kepada kaumnya dengan marah dan sedih hati,
berkatalah dia: 'Alangkah buruknya perbuatan yang kamu kerjakan sesudah
kepergianku!'" (QS. al-A'raf: 150)
Musa
berjalan menuju ke Harun, lalu ia meletakkan papan Taurat dengan tangannya di
atas tanah. Tampaknya api kemarahan telah membakamya. Musa memegang Harun dari
rambut kepalanya sampai rambut janggutnya sambil berkata:
"Hai
Harun, apa yang menghalangi kamu ketika kamu melihat mereka telah sesat,
(sehingga) kamu tidak mengikuti aku? Maka apakah kamu telah (sengaja)
menderhakai perintahku?" (QS. Thaha: 92-93)
Musa
bertanya, "Apakah Harun tidak mentaati perintahnya, bagaimana ia
mendiamkan fitnah ini; bagaimana ia tetap bersama mereka dan tidak meninggalkan
mereka serta berlepas diri dari perbuatan mereka; bagaimana ia tetap diam dan
tidak berusaha melawan mereka, bukankah orang yang diam atau membiarkan suatu
kesalahan itu bertanda bahawa ia merestuinya atau bahagian dari kesalahan
itu?" Keheningan semakin meningkat ketika gelora api kemarahan Musa
semakin membara. Harun berbicara kepada Musa dan meminta kepadanya untuk
melepaskan kepalanya dan janggutnya kerana mereka berdua berasal dari ibu yang
satu. Harun mengingatkan Musa akan kedekatan hubungannya melalui ibu, bukan
melalui ayah agar hal itu lebih dapat membuat Musa merasa kasihan kepadanya:
"Harun
menjawab: 'Hai putera ibuku, janganlah kamu pegang janggutku dan jangan (pula)
kepalaku.'" (QS. Thaha: 94)
Harun
memberi pengertian kepada Musa bahawa ia sama sekali tidak bermaksud menentang
perintahnya, dan ia pun tidak menunjukkan sikap merestui penyembahan anak sapi,
tetapi ia khuatir jika ia meninggalkan mereka dan pergi lalu Musa bertanya
kepadanya, mengapa ia tidak tetap tinggal bersama mereka? Mengapa seorang yang
bertanggungjawab kepada mereka justru meninggalkan mereka? Di samping itu, ia
juga khuatir jika ia memerangi mereka dengan kekerasan maka terjadi peperangan
di antara mereka. Lalu Musa akan bertanya kepadanya, mengapa ia membikin
perpecahan di antara mereka dan mengapa ia tidak menunggu kembalinya Musa






0 Komentar:
Posting Komentar