Ketika cahaya tauhid padam di muka bumi, maka kegelapan yang tebal hampir
saja menyelimuti akal. Di sana tidak tersisa orang-orang yang bertauhid kecuali
sedikit dari orang-orang yang masih mempertahankan nilai-nilai ajaran tauhid.
Maka Allah SWT berkehendak dengan rahmat- Nya yang mulia untuk mengutus seorang
rasul yang membawa ajaran langit untuk mengakhiri penderitaan di tengah-tengah
kehidupan. Dan ketika malam mencekam, datanglah matahari para nabi. Kedatangan
Nabi tersebut sebagai bukti terkabulnya doa Nabi Ibrahim as kekasih Allah SWT,
dan sebagai bukti kebenaran berita gembira yang disampaikan oleh Nabi Isa as.
Allah SWT menyampaikan selawatnya kepada Nabi itu, sebagai bentuk rahmat
dan keberkahan. Para malaikat pun menyampaikan selawat kepadanya sebagai bentuk
pujian dan permintaan ampunan, sedangkan orang-orang mukmin berselawat
kepadanya sebagai bentuk penghormatan. Allah SWT berfirman:
"Sesungguhnya Allah dan malaikat-malaikat-Nya berselawat untuk Nabi.
Hai orang-orang yang beriman, berselawatlah kamu untuk Nabi dan ucapkanlah
salam penghormatan kepadanya." (QS. al-Azhab: 56)
Sebelumnya Allah SWT mengutus para nabi-Nya sebagai rahmat kepada kaum dan
zaman mereka saja, namun Allah SWT mengutus beliau saw sebagai rahmat bagi alam
semesta. Beliau Nabi Muhammad saw datang dengan membawa rahmat yang mutlak
untuk kaum di zamannya dan untuk seluruh zaman. Allah SWT berfirman, "Dan
aku tidak mengutusmu kecuali sebagai rahmat bagi alam semesta."
Hakikat dakwah para nabi sebelumnya adalah menyebarkan Islam, begitu juga
ajaran yang dibawa oleh Nabi yang terakhir adalah Islam. Beliau saw adalah
Muhammad bin Abdillah bin Abdul Muthalib, anak seorang wanita Quraisy. Beliau
saw adalah pemimpin anak-anak Nabi Adam as. Beliau saw adalah hamba Allah SWT
dan Rasul-Nya, serta rahmat Allah SWT yang dihadiahkan kepada umat manusia.
Beliau saw lahir di tanah Arab. Ketika itu malam gelap, tiba-tiba Abdul
Muthalib membayangkan bahawa matahari telah terbit, lalu ia bangun dan ternyata
mendapati dirinya di pertengahan malam, keheningan yang luar biasa menyelimuti
gurun yang terbentang. Ia menuju pintu khemah, lalu menyaksikan bintang-bintang
bersinar di langit, dan dunia tampak di selimuti dengan malam. Ia kembali
menutup pintu khemah dan tidur. Belum lama ia dikuasai oleh rasa kantuk yang
amat sangat, sehingga ia kembali bermimpi untuk kedua kalinya. Segala
sesuatunya tampak jela s kali ini, Sesungguhnya sesuatu yang besar
memerintahnya untuk melaksanakan perintah yang sangat penting, "Galilah
zamzam!" Dalam mimpinya Abdul Muthalib bertanya: "Apakah itu
zamzam?" Kemudian untuk kedua kalinya perintah itu mengatakan bahawa ia
diperintahkan untuk menggali zamzam. Belum lama Abdul Muthalib melihat sesuatu
yang bersembunyi itu, sehingga ia berdiri di tempat tidurnya dan hatinya
berdebar dengan keras. Abdul Muthalib bangkit, lalu ia membuka pintu khemah
kemudian pergi ke gurun yang luas. Apakah erti zamzam? Tiba- tiba fikirannya
dipenuhi dengan cahaya yang datang dari jauh, bahawa pasti zamzam adalah sebuah
sumur, tetapi apa yang diinginkan oleh suara yang datang dalam tidur itu agar
ia menggali sumur, di sana tidak ada jawapan selain satu jawapan dari
pertanyaan ini, yaitu agar orang- orang yang berhaji dan berkeliling di sekitar
Ka'bah dapat meminumnya. Tetapi apa nilai dari sumur itu sendiri, bukankah di
sana terdapat banyak sumur yang dapat diminum oleh orang-orang yang berhaji.
Abdul Muthalib duduk di tengah-tengah pasir gurun pada pertengahan malam,
ia memikirkan bintang-bintang sembari merenungkan cerita- cerita kuno yang
mengatakan tentang sumur yang memancar darinya air sebagai akibat dari pukulan
kaki Nabi Ismail as, di sana juga ada cerita yang mengatakan bahawa sumur itu
telah binasa sesuai dengan perjalanan zaman.
Matahari terbit di atas gurun Jazirah Arab, Abdul Muthalib keluar menemui
orang-orang, dan menceritakan kepada mereka bahawa ia akan menggali sebuah
sumur di tempat tertentu, ia menunjukkan ke tempat yang di situ ia diberitahu
oleh suara yang ada dalam mimpinya. Orang- orang Quraisy menolaknya,
Sesungguhnya tempat yang diisyaratkan oleh Abdul Muthalib terletak di antara
dua berhala dari berhala-berhala yang biasa disembah oleh masyarakat setempat,
yaitu di antara berhala yang bernama Ashaf dan Nalah. Abdul Muthalib merasa
bahawa usahanya sia- sia untuk meyakinkan kaumnya agar mengizinkannya untuk
menggali sumur. Mereka mengetahui bahawa Abdul Muthalib tidak mempunyai sesuatu
selain hanya seorang anak. bahawasanya ia tidak memiliki anak- anak yang dapat
menolong dan memperkuatnya serta melaksanakan keinginan-keinginannya.
Pada saat itu di kawasan negeri Arab dipenuhi dengan kabilah-kabilah yang
terjalin suatu ikatan fanatisme atau kesukuan yang kuat dan usaha untuk
melindungi keluarga yang sangat menonjol. Akhirnya Abdul Muthalib pergi dalam
keadaan sedih, lalu ia berdiri di hadapan Ka'bah dan mengungkapkan suatu nazar
kepada Allah SWT. Ia berkata: "Jika aku mendapat sepuluh anak laki-laki,
dan mereka menginjak usia dewasa, sehingga mereka mampu melindungiku saat aku
menggali sumur Zamzam, maka aku akan menyembelih salah seorang dari mereka di
sisi Ka'bah sebagai bentuk korban."
Pintu langit pun terbuka untuk doanya. Belum sampai berlangsung satu tahun,
isterinya melahirkan anaknya yang kedua dan setiap tahun ia melahirkan anak
laki-laki sampai pada tahun yang ke sembilan, sehingga Abdul Muthalib mempunyai
sepuluh anak laki-laki. Kemudian berlalulah zaman dan anak-anak Abdul Muthalib
menjadi besar.
Abdul Muthalib akhirnya menjadi seseorang yang memiliki kemampuan. Kemudian
Abdul Muthalib berusaha melakukan rencananya yang diisyaratkan dalam mimpinya
itu, yaitu ia bersiap-siap untuk mengorbankan salah satu anaknya sebagai bentuk
pelaksanaannya dari nazarnya. Maka dilakukanlah undian atas sepuluh anaknya,
lalu keluarlah nama anaknya yang paling kecil yaitu Abdullah. Ketika nama anak
itu keluar dalam undian, maka orang-orang yang ada disekitarnya berusaha
memberontak, mereka mengatakan bahawa mereka tidak akan membiarkan Abdullah
disembelih.
Abdullah saat itu terkenal sebagai seseorang yang bersih di kawasan Arab,
ia telah dapat menarik simpati masyarakat di sekitarnya. Ia tidak pernah
menyakiti seseorang pun. Bahkan ia tidak pernah meninggikan suaranya lebih dari
orang lain. Senyuman khas Abdullah terkenal sebagai senyuman yang paling lembut
di kawasan Jazirah Arab. Muatan rohaninya demikian jernih, dan hatinya yang
mulia menyerupai sebuah kebun di tengah-tengah gurun hati-hati yang keras, oleh
kerana itu semua manusia datang kepadanya dan menentang usaha penyembelihannya.
Para pembesar Quraisy berkata, "Lebih baik kami menyembelih anak-anak kami
daripada ia harus disembelih, dan menjadikan anak-anak kami sebagai tebusan
baginya. Kami tidak akan menemukan seseorang pun yang lebih baik dari dia
seandainya kami menyembelihnya, pertimbangkanlah kembali masalah itu, dan
biarkan kami bertanya kepada dukun."
Abdul Muthalib tampak tidak mampu menghadapi tekanan ini, lalu ia
mempertimbangkan kembali apa yang telah ditetapkannya. Kemudian mereka
mendatangi seorang dukun. Si dukun berkata: "Berapakah taruhan yang kalian
miliki?" Mereka menjawab: "Sepuluh ekor unta." Dukun itu
berkata: "Datangkanlah sepuluh unta, lalu lakukanlah kembali undian
atasnya dan atas nama Abdullah, jika undian datang padanya, maka tambahlah
sepuluh ekor unta lagi, lalu ulangilah terus undian tersebut, demikian hingga
tidak keluar lagi nama Abdullah."
Kemudian dilakukanlah undian atas nama Abdullah dan atas sepuluh ekor unta
yang besar. Undian itu pun mengeluarkan terus nama Abdullah, hingga Abdul
Muthalib menambah sepuluh ekor unta lagi, kemudian lagi- lagi yang keluar nama
Abdullah sehingga mereka pun menambah sepuluh ekor unta lagi sampai jumlah unta
itu telah mencapai seratus ekor unta. Setelah itu, datanglah nama unta
tersebut. Maka saat itu, masyarakat demikian gembiranya sehingga berlinangan
air mata, kegembiraan dari mereka kerana melihat Abdullah berhasil
diselamatkan. Kemudian disembelihlah seratus ekor unta di sisi Ka'bah, dan
mereka membiarkannya di situ sehingga korban itu tidak disentuh oleh seseorang
pun dan juga disentuh oleh binatang-binatang buas.
Abdul Muthalib sangat gembira atas keselamatan anaknya, Abdullah. Lalu ia
menetapkan untuk menikahkannya dengan gadis terbaik di Jazirah Arab, kemudian
ia keluar dengannya pada suatu hari dari Ka'bah ke rumah Wahab, dan di sana ia
meminang untuknya Aminah binti Wahab. Kemudian Aminah binti Wahab menikah
dengan Abdullah bin Abdul Muthalib, seorang pemuda yang paling mulia dan paling
dicintai oleh orang-orang Quraisy.
Dinyalakanlah api-api di gunung-gunung Mekah, agar para musafir dan para
tamu mengetahui tempat diadakannya acara tersebut, yaitu acara pernikahan
antara Abdullah dan Aminah. Lalu disembelihlah haiwan- haiwan korban, dan
manusia dari kalangan orang-orang fakir bahkan binatang-binatang buas dan
burung makan darinya. Abdullah tinggal bersama isterinya dua bulan di rumah
pernikahan, hingga suatu hari ada khabar bahawa kafilah akan berangkat, lalu
Abdullah pun mengikuti kafilah tersebut dan melakukan perjalanan bersama
kafilah perdagangan Quraisy
menuju Syam, itu adalah kesempatan terakhir yang diperoleh Aminah binti
Wahab bersamanya. Wajah Abdullah yang mulai tampak berseri-seri mengucapkan
selamat tinggal kepada Aminah, lalu setelah itu bayang- bayang wajahnya
tersembunyi bersama kafilah dan mereka pun hilang. Aminah tidak mengetahui
bahawa itu adalah kesempatan terakhirnya setelah dua bulan dari perkawinannya.
Abdullah mengunjungi paman- pamannya dari kabilah bani Najar di Madinah, dan di
sana ia meletakkan jasadnya di muka bumi, ia meninggal dunia.
Abdullah bin Abdul Muthalib kini telah meninggal. Saat itu ia berusia dua
puluh lima tahun. Khabar kematiannya tiba-tiba tersebar dan sangat memilukan
hati orang-orang yang mendengarnya, sehingga khabar itu sampai ke isterinya.
Aminah tampak menangis tersedu-sedu dan ia tampak menyampaikan pertanyaan-pertanyaan
pada dirinya dan tidak mengetahui jawapannya, mengapa Allah SWT menebusnya
dengan seratus unta jika kemudian Dia menetapkan kematian baginya.
Tidak lama kemudian, lalu bergeraklah dirahimnya janin dengan gerakan yang
sedikit, ia tampak mulai mengetahui bahawa ia sedang hamil. Aminah menangis dua
kali, pertama ia menangis untuk dirinya sendiri dan kali ini ia menangis untuk
anak yang ditinggal mati ayahnya sebelum ia sempat dilahirkan. Aminah tidak
pernah mengetahui sebelumnya bahawa janin yang dikandungnya akan menjadi anak
yatim, ayahnya meninggal saat ia dilahirkan.
Anak yatim ini harus menanggung beban anak-anak yatim dan orang- orang
fakir serta orang-orang yang sedih di muka bumi. Ia akan menjadi Nabi yang
terakhir dan rasul-Nya kepada manusia. Ia akan menjadi rahmat yang dihadiahkan
kepada manusia dan tidak akan mengetahui makna rahmat kecuali orang yang
merasakan penderitaan dan kepahitan. Inilah anak kecil yang sebelum dilahirkan
telah menelan kesedihan. Dan berlalulah hari demi hari, lalu hilanglah tangisan
penderitaan dan mata Aminah pun telah mengering, namun kesedihannya tampak
menyerupai sebuah pohon yang tumbuh bersama kehausan.
Kemudian kesedihannya hari demi hari semakin ia rasakan tetapi kesedihannya
itu mulai tidak tampak ketika ia mendapatkan bahawa janin yang dikandungnya
tidaklah memberatkannya, sebaliknya ia merasakan betapa ringannya janin yang
dikandungnya bagaikan merpati yang berkeliling di seputar Ka'bah, dan
seandainya kesedihannya yang selalu mengitarinya, maka tidak ada wanita yang
lebih bahagia darinya dengan kehamilan yang ringan ini. Janin itu adalah
manusia yang mulia di sisi Tuhan, kemudian semakin dekatlah hari kelahirannya.
Sementara itu, pasukan Abrahah mendekati Mekah.
Abrahah adalah seorang penguasa Yaman, yaitu pada saat Yaman tunduk kepada
Habasyah setelah penguasa Persia diusir. Di Yaman ia membangun suatu gereja
yang menunjukkan bangunan yang menakjubkan. Abrahah membangunnya dengan niat
agar orang-orang Arab berpaling dari Baitul Haram di Mekah. Ia melihat betapa
orang- orang Yaman tertarik dengan rumah tersebut. Dan ketika ia tidak melihat
gereja yang dibangunnya memiliki daya tarik seperti itu dan tidak mampu menarik
hati orang-orang Arab, maka ia berkeinginan kuat untuk menghancurkan Ka'bah,
sehingga orang-orang tidak menuju ke Ka'bah lagi melainkan ke gerejanya.
Demikianlah akhirnya ia menyiapkan pasukan yang besar yang dipenuhi dengan
berbagai senjata, kemudian pasukan itu menuju Ka'bah.
Pasukan Abrahah terdiri dari kelompok gajah yang besar yang digunakannya
untuk menghancurkan Ka'bah. Gajah-gajah itu bagaikan tank-tank yang kita
gunakan saat ini. Orang-orang Arab pun mendengar rencana tersebut. Memang
orang-orang Arab saat itu terkenal sebagai penyembah berhala, meskipun demikian
mereka sangat memberikan penghargaan dan penghormatan terhadap Ka'bah, kerana
mereka meyakini bahawa mereka adalah anak-anak Nabi Ibrahim as dan Nabi Ismail
as pemelihara Ka'bah.
Perjalanan pasukan tiba-tiba dihadang oleh seorang lelaki yang mulia dari
penduduk Yaman yang bernama Dunaher. Ia mengajak kaumnya dan dari kalangan
orang-orang Arab untuk memerangi Abrahah, sehingga ada beberapa orang yang
mengikutinya. Abrahah berhadapan dengan tentera tersebut tetapi pasukan yang
sedikit itu dapat dengan mudah dipatahkan oleh pasukan kafir yang besar itu.
Kemudian Dunaher pun kalah dan menjadi tawanan Abrahah. Pasukan Abrahah
tersebut juga sempat ditentang oleh Nufail bin Hubaid al-Aslami, namun Abrahah
pun dapat mengalahkan mereka dan berhasil menawan Nufail.
Kemudian ketika Abrahah melewati kota Taif, menghadaplah kepadanya beberapa
orang tokoh setempat, dan mereka tampak gementar ketakutan dan berkata
kepadanya bahawa sesungguhnya 'rumah' yang ditujunya tidak berada di tempat
mereka, tetapi berada di Mekah. Hal itu mereka sampaikan dengan maksud untuk
memalingkannya dari rumah berhala mereka, di mana mereka membangun di dalamnya
berhala yang bernama Latha kemudian mereka mengutus seseorang yang akan
menunjukkan kepada Abrahah letak Ka'bah. Ketika Abrahah berada di antara Taif
dan Mekah, ia mengutus seorang pemimpin pasukannya sehingga ia melihat keadaan
Mekah. Di sana ia merampas banyak harta dari kaum Quraisy dan selain mereka,
dan di antara yang dirampasnya adalah dua ratus unta milik Abdul Muthalib bin
Hasyim. Saat itu Abdul Muthalib adalah salah seorang pembesar Quraisy dan
pemimpin mereka, serta pengawas sumur Zamzam.
Kedatangan utusan Abrahah di Mekah telah menimbulkan gejolak pada
kabilah-kabilah. Akhirnya kaum Quraisy bergerak, begitu juga kaum Khananah.
Kemudian mereka mengetahui bahawa mereka tidak memiliki kemampuan untuk melawan
Abrahah, sehingga mereka membiarkannya, lalu tersebarlah di Jazirah Arab berita
tentang datangnya pasukan yang kuat yang sulit untuk ditandingi. Dalam surat
yang dibawa oleh utusannya itu, Abrahah menyampaikan bahawa ia tidak datang
untuk memerangi mereka, namun ia datang hanya untuk menghancurkan Ka'bah. Jika
mereka tidak menentangnya, maka darah mereka tidak akan ditumpahkan. Lalu
utusan itu menemui Abdul Muthalib, ia menceritakan tentang keinginan Abrahah.
Abdul Muthalib berkata: "Kami tidak ingin memeranginya kerana kami tidak
memiliki kekuatan. Ka'bah adalah rumah Allah SWT yang mulia dan suci, dan rumah
kekasih-Nya Ibrahim. Jika Ia mencegahnya, maka itu adalah rumah-Nya dan tempat
suci-Nya, namun jika Ia membiarkannya, maka demi Allah kami tidak memiliki
kekuatan untuk mempertahankannya." Kemudian utusan itu pergi bersama Abdul
Muthalib menuju Abrahah.
Abdul Muthalib adalah seseorang yang sangat terpandang dan sangat mulia. Ia
memiliki kewibawaan dan kehormatan yang mengagumkan. Ketika Abrahah melihatnya,
Abrahah menampakkan penghormatan kepadanya. Abrahah memuliakannya dan
mendudukannya di bawahnya, ia tidak suka bahawa ia duduk bersamanya di kursi
kekuasaannya. Lalu Abrahah turun dari kerusinya dan duduk di atas sebuah
permaidani dan mendudukkan Abdul Muthalib di sisinya. Kemudian ia berkata
kepada penerjemahnya: "Katakan padanya apa kebutuhannya?" Abdul
Muthalib berkata: "Kebutuhanku adalah agar Abrahah mengembalikan dua ratus
ekor unta yang diambilnya dariku" Ketika Abdul Muthalib mengatakan
demikian, wajah Abrahah berubah, lalu ia berkata kepada penerjemahnya:
"Katakan padanya sungguh aku merasa kagum ketika melihatnya, kemudian aku
merasakan kehati-hatian saat berbicara dengannya, apakah engkau berbicara
denganku tentang dua ratus ekor unta yang telah aku ambil, lalu engkau
membiarkan rumah yang merupakan simbol agamanya dan datuk-datuknya, yang aku
datang untuk menghancurkannya dan dia tidak menyinggungnya sama sekali"
Abdul Muthalib menjawab: "Aku adalah pemilik unta, sedangkan pemilik rumah
itu adalah Tuhan yang melindunginya." Abrahah berkata: "Dia tidak
akan mampu melindunginya dariku." Abdul Muthalib menjawab: "Lihat
saja nanti!"
Selesailah dialog antara Abdul Muthalib dan Abrahah. Abrahah pun
mengembalikan unta yang telah dirampasnya. Abdul Muthalib pergi menemui
orang-orang Quraisy dan menceritakan apa yang dialaminya, dan ia memerintahkan
mereka untuk meninggalkan Mekah dan berlindung dibalik gua-gua di gunung.
Akhirnya kota Mekah dikosongkan oleh pemiliknya. Aminah binti Wahab keluar ke
gunung-gunung di dekat kota Mekah kemudian malaikat turun di bumi Jarzirah
Arab.
Abdul Muthalib berdiri dan memegangi pintu Ka'bah dan berdiri bersama
dengan sekelompok orang-orang Quraisy, mereka berdoa kepada Allah SWT dan
meminta perlindungan-Nya, agar para malaikat memerintahkan gajah-gajah tidak
melangkahkan kakinya sehingga gajah itu pun tetap di tempatnya dan mentaati
perintah para malaikat, kemudian gajah-gajah itu menerima pukulan yang dahsyat
namun gajah-gajah itu tetap berdiam di tempatnya, gajah-gajah itu tampak
gementar dan berteriak tetapi lagi-lagi gajah-gajah itu menolak untuk bergerak
dan tidak bergerak selangkah pun. Abrahah bertanya: "Mengapa pasukan tidak
bergerak?" Kemudian dikatakan kepadanya bahawa gajah-gajah menolak untuk
bergerak. Abrahah mengangkat cemetinya. Dengan muka emosi, ia ingin melihat apa
yang sebenarnya terjadi dengan gajah-gajahnya.
Matahari saat itu bersinar dan ia duduk di khemahnya. Ketika ia keluar,
matahari bersembunyi di balik segerombolan burung. Abrahah mengangkat
pandangannya ke arah langit. Mula-mula ia membayangkan bahawa ia melihat
sekawanan awan yang hitam. Kemudian ia mengamat- amati awan itu. Dan ternyata
ia bukan awan biasa. Itu adalah sekelompok burung yang menutupi cahaya matahari
dan menyerupai awan yang tebal. Burung ababil, burung yang banyak.
Gajah-gajah semakin berteriak dengan kencang dan tampak ketakutan. Dan rasa
takut itu kini menghinggapi seluruh pasukan. Abrahah berteriak di tengah-tengah
pasukannya agar gajah diusahakan untuk maju secara paksa. Kemudian terbukalah
salah satu jendela dari jendela al-Jahim, dan burung-burung itu menghujani
pasukan dengan batu dari Sijil, yaitu batu yang sama yang pernah dihujankan
kepada kaum Nabi Luth. Batu itu menyerupai bom-bom atom yang digunakan saat
ini.
Jika Anda membaca buku-buku kuno, maka Anda akan mengetahui bagaimana
peristiwa yang menimpa pasukan Abrahah. Anda akan membayangkan bahawa Anda
berada di hadapan suatu kekuatan yang menghancurkan yang tidak diketahui asal
muasalnya. Dunia mengenali sebahagian darinya setelah empat belas abad dari
peristiwa tersebut. Buku-buku itu mengatakan bahawa pasukan itu dihancurkan
dengan penghancuran yang dahsyat.
Para tentera Abrahah kembali dalam keadaan binasa di mana daging- daging
dari tubuh mereka berciciran di jalan. Abrahah pun mendapatkan luka dan mereka
keluar dari tempat itu dalam keadaan dagingnya terpisah satu persatu. Abrahah
pun terbelah dadanya dan mati. Kemudian jasad para pasukannya tersebar dan
berciciran di bumi, seperti tanaman yang dimakan oleh binatang. Setelah
mendekati setengah abad, turunlah suatu surah di Mekah yang menceritakan
tentang peristiwa itu:
"Apakah kamu tidak memperhatikan bagaimana Tuhanmu telah bertindak
terhadap tentera gajah? Bukankah Dia telah menjadikan tipu daya mereka (untuk
menghancurkan Ka 'bah) itu sia-sia? Dan Dia mengirimkan kepada mereka burung
yang berbondong-bondong, yang melempari mereka dengan batu (berasal) dari tanah
yang terbakar, lalu Dia menjadikan mereka seperti daun yang dimakan
(ulat)." (QS. al-Fil: 1-5)
Pasukan gajah yang ingin memporak-porandakan Mekah dikalahkan. Kemudian
mereka dihancurkan dan Tuhan pemilik Ka'bah berhasil melindungi rumah suci-Nya.
Perlindungan tersebut bukan sebagai penghormatan bagi orang yang tinggal di
rumah itu dan bukan sebagai bentuk pengkabulan doa kaum yang menyembah berhala
yang memenuhi tempat itu. Allah SWT sebagai Pelindung Ka'bah memeliharanya
kerana adanya hikmah yang tinggi; Allah SWT menginginkan sesuatu bagi rumah
itu; Allah SWT ingin melindunginya agar tempat itu menjadi tempat yang damai
bagi manusia dan supaya tempat itu menjadi pusat dari akidah yang baru dan
menjadi tanah bebas yang aman, yang tidak dikuasai oleh seseorang pun dari luar
dan juga tidak didominasi oleh pemerintahan asing yang akan membatasi dakwah.
Yang demikian itu kerana di sana terdapat rumah dari rumah-rumah di Mekah yang
lahir di sana seorang anak di mana ibunya bernama Aminah binti Wahab dan
ayahnya adalah Abdullah, salah seorang tokoh Arab. Anak itu belum dilahirkan
dan belum dapat tugas kenabian dan ia belum memikul Islam di atas pundaknya dan
belum menjadi rahmat bagi alam semesta. Kemudian datanglah Abrahah yang ingin
menghancurkan semua ini tanpa ia mengetahui semua rahsia ini.
Tragedi yang menimpa Abrahah adalah kerana bahawa ia berusaha menentang
kehendak Ilahi sehingga kehendak Ilahi itu menghancurkannya dengan mukjizat yang
mengagumkan. Datanglah banyak burung dengan membawa batu-batuan yang tidak
didengar suaranya. Kemudian burung- burung melemparkan batu-batu itu kepada
Abrahah berserta tenteranya. Semua ini berdasarkan rencana Ilahi terhadap
rumah-Nya dan agama-Nya serta nabi-Nya sebelum orang mengetahui bahawa Nabi
Islam telah bersiap-siap untuk meninggalkan tempat tidurnya di perut ibunya dan
mulai memasuki kehidupan yang keras di muka bumi.
Di tengah-tengah kegembiraan Mekah kerana keselamatan penghuninya dan selamatnya
Ka'bah, Aminah binti Wahab bermimpi: di tengah suatu malam ia menyaksikan
dirinya berdiri sendirian di tengah-tengah gurun, dan telah keluar dari dirinya
suatu cahaya besar yang menyinari timur dan barat dan terbentang hingga langit.
Aminah tiba-tiba terbangun dari tidurnya namun ia tidak mengetahui tafsir dari
mimpinya.
Berlalulah hari demi hari dari tahun gajah. Dan pada waktu sahur dari malam
Senin hari kedua belas dari bulan Rabiul Awal, Aminah melahirkan seorang anak
kecil yang yatim yang bernama Muhammad bin Abdillah bin Abdul Muthalib, seorang
cucu dari Ismail bin Ibrahim bin Adam.
Sebelum ia dilahirkan, dunia mati kerana kehausan padanya. Kehausan dunia
sangat besar kepada cinta, rahmat, dan keadilan. Sekarang teiah berlalu 600
tahun dari kelahiran al-Masih dan orang-orang Masehi telah menjauhi ajaran
cinta, bahkan keyakinan-keyakinan berhalaisme telah meresap kepada sebahagian
kelompok mereka dan kejernihan ajaran tauhid telah ternodai. Sedangkan
orang-orang Yahudi telah meninggalkan wasiat-wasiat Musa dan mereka kembali
menyembah lembu yang terbuat dari emas. Dan setiap orang dari mereka lebih
memilih untuk memiliki lembu emas yang khusus. Demikianlah, berhalaisme telah
menyerang di bumi. Bumi dipenuhi oleh kegelapan. Akal disingkirkan dan Tuhan
dilupakan dan mereka menyerahkan diri mereka kepada pembohong.
Ketika jantung dunia telah terkena kekeringan, maka memancarlah dari timur
suatu mata air keimanan yang jernih yang menjadi puas dengannya separa dunia.
Dan mukjizat besar terjadi ketika mata air ini mengeluarkan air yang jernih
dari jantung gurun yang paling besar ketandusannya di dunia, yaitu gurun
jazirah Arab. Berkenaan dengan penggambaran masa tersebut, dalam hadis yang
mulia dikatakan: "Sesungguhnya Allah melihat penduduk bumi lalu Dia murka
kepada mereka, baik orang-orang Arab mahupun orang-orang Ajam kecuali
sebahagian kecil dari Ahlul kitab."
Di tenda yang kasar, lahirlah seorang anak yatim yang kemudian
bertanggungjawab untuk memberikan minum kepada dunia yang haus pada cinta,
keadilan, kebebasan, serta kebenaran. Sementara itu, beberapa langkah dari
tempat kelahirannya terdapat berhala-berhala yang memenuhi Baitul 'Athiq dan
sekitar Ka'bah yang dibangun oleh Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail agar menjadi
rumah Allah SWT dan Dia disembah di dalamnya dan manusia merasa tenteram di
dalamnya. Di rumah yang kuno ini - yang dibangun sebelumnya oleh Adam -
dipenuhi patung- patung tuhan yang terbuat dari batu dan kayu. Ini menunjukkan
betapa akal orang-orang Arab saat itu mengalami titik terendah.
Sementara itu nun jauh di sana, tepatnya di Yatsrib atau Madinah dipenuhi
oleh orang-orang Yahudi yang mereka datang di sana kerana melarikan diri dari
penindasan orang-orang Romawi. Mereka tinggal di situ bagaikan
serigala-serigala di atas tanah yang tersubur di mana mereka melakukan monopoli
dalam perdagangan. Mereka membangun kejayaan mereka dengan memanfaatkan
orang-orang Arab dan kehairanan mereka terhadap diri mereka sendiri.
Para cendekiawan Yahudi memperdagangkan segala sesuatu, dimulai dari emas
sampai Taurat. Mereka menyembunyikan kertas-kertas darinya dan menampakkan
sebahagiannya; mereka mengubah kertas-kertas Taurat itu untuk memperkaya diri
mereka. Pada saat orang-orang Yahudi menyembah emas dan sangat lihai melakukan
persekongkolan, orang- orang Arab justru menyembah batu dan mereka pandai
berperang. Mereka juga lihai dalam membuat syair lalu menggantungkannya di atas
tirai-tirai Ka'bah. Orang-orang Arab hidup di bawah naungan sistem kesukuan di
mana kepala suku adalah pemimpin dan nilainya sebanding dengan anak buahnya,
dan kemampuan mereka dalam berperang. Dan keutamaan seseorang di lihat dari asal
muasalnya serta nilainya juga di lihat dari kefanatikannya serta kebanggaannya
kepada nasab yang merupakan kemuliaannya, juga kefanatikannya terhadap berhala
tertentu yang merupakan agamanya. Jadi, segala bentuk kemuliaan dan kewibawaan
tidak terbentuk kecuali dalam ruang lingkup yang sempit dalam kabilah atau
kesukuan.
Sedangkan di tempat yang jauh dari Mekah, Romawi menyerupai burung rajawali
yang lemah, namun belum sampai kehilangan kekuatannya. Orang-orang Romawi
sangat menyanjung kekuatan. Sedangkan di belahan timur dari utara negeri Arab,
orang-orang Persia menyembah api dan air. Api tetap menyala di tempat
peribadatan mereka di mana manusia rukuk untuknya. Dan di sana terdapat danau
Sawah yang dianggap suci oleh mereka.
Sementara itu, Kisra, raja kaum Persia duduk di atas singgahsananya dan
memberikan keputusan terhadap manusia. Keputusan Kisra selalu didengar dan
dilaksanakan. Tidak ada seorang pun yang berani menentangnya dan menolaknya.
Orang-orang Persia berhasil mengalahkan Romawi dan Yunani, sehingga mereka
menjadi kekuatan yang dahsyat di muka bumi. Meskipun mereka memiliki kekuatan
yang sangat luar biasa, namun penyembahan api jelas-jelas menunjukkan betapa
bodohnya mereka dan betapa kekuatan mereka diliputi oleh kebodohan sehingga
akal mereka tercabut dan mereka terhalangi untuk mencapai kebenaran. Alhasil,
kegelapan semakin meningkat di setiap penjuru bumi dan kehidupan berubah
menjadi hutan yang lebat di mana di dalamnya seorang yang kuat akan
menyingkirkan seorang yang lemah dan di dalamnya yang menang adalah kebatilan.
Di tengah-tengah suasana yang demikian kelam, lahirlah seorang anak di
tenda Mekah. Ketika anak tersebut lahir, maka padamlah api yang disembah oleh
kaum Persia dan keringlah danau Sawah yang disucikan oleh manusia, bahkan
robohlah empat belas loteng dari istana Kisra. Dan syaitan merasa bahawa
penderitaan yang besar telah merobek-robek hatinya. Ini semua sebagai simbol
dimulainya kehancuran kejahatan atau keburukan di muka bumi dan terbebasnya
akal manusia dari penyembahan terhadap sesama manusia atau terhadap hal-hal
yang bersifat khurafat. Manusia diajak hanya untuk menyembah kepada Allah SWT.
Kelahiran Rasul sebagai bukti hilangnya kelaliman, sebagaimana kelahiran Nabi
Musa yang menunjukkan kebebasan Bani Israil dari kelaliman Fir'aun.
Ajaran Muhammad bin Abdillah merupakan ajaran revolusi yang paling
meyakinkan dan yang paling penting yang pernah dikenal di dunia; ajaran yang
bertugas untuk menyelamatkan dan membebaskan akal dan materi. tentera Al-Quran
adalah tentera yang paling adil dan paling berani untuk menghancurkan
orang-orang yang lalim. Kita akan melihat dalam sejarah Nabi bahawa
kejadian-kejadian luar biasa telah mengelilingi Ka'bah sebelum kelahirannya.
Kemudian terjadilah peristiwa luar biasa setelah kelahirannya di mana
terjadilah peristiwa pembelahan dada pada saat beliau masih kecil, begitu juga
beliau dinaungi oleh awan di waktu kecil, bahkan beliau terkenal pada saat
masih kecil dengan kecenderungan untuk meninggalkan permainan-permainan yang
biasa dimainkan oleh anak-anak kecil seusia beliau. Allah SWT memberikan
penjagaan khusus kepadanya sehingga Jibril as turun kepadanya dengan membawa
wahyu.
Selanjutnya, mukjizatnya yang pertama adalah mukjizat yang terdapat pada
keperibadiannya dan pemikiran-pemikirannya. Itulah yang menjadi mukjizatnya
yang terbesar setelah Al-Quran; itu adalah bangunan rohani yang tinggi di mana
beliau mampu menahan penderitaan di jalan Allah SWT. Dan dalam menegakkan
kebenaran, beliau memikul berbagai macam rintangan. Beliau melaksanakan amanat
yang dikembangnya secara sempurna dan sebaik-baik mungkin. Hal yang indah yang
dikatakan tentang mukjizat Nabi setelah diutusnya beliau adalah bahawa beliau
tidak mempunyai mukjizat selain usaha membebaskan akal: tanpa memiliki kekuatan
luar biasa selain membebaskan fikiran, tanpa dalil selain kalimat Allah SWT.
Sedangkan Isa bin Maryam telah berdakwah dan mengajak manusia untuk
menciptakan kesamaan, persaudaraan, dan cinta kasih di antara mereka, namun
Muhammad saw diberi kurnia untuk mewujudkan persamaan, persaudaraan, dan cinta
kasih di antara orang-orang mukmin di tengah- tengah kehidupannya dan setelah
kehidupannya.
Ketika Nabi Isa mampu menghidupkan orang-orang yang mati dan mengeluarkan
mereka dari kuburan, Muhammad bin Abdillah menghidupkan orang-orang hidup dari
kematian mereka yang tidak pernah mereka sedari. Itu adalah bentuk kematian
yang paling berat. Beliau juga mengeluarkan mereka dari kegelapan dan kebodohan
menuju cahaya ilmu, dan dari belenggu syirik dan kekufuran menuju dunia tauhid.
Sulaiman sebagai seorang Nabi dan raja mampu memperkerjakan jin untuk
mengabdi padanya, bahkan mereka mampu terbang beribu-ribu mil untuk
menghadirkan singgasana musuh-musuhnya agar mereka semua tercengang terhadap
kemampuannya, sehingga mereka masuk Islam. Namun Muhammad saw justru mengabdi
kepada Islam hanya sebagai seorang tentera yang sederhana. Beliau mengetahui
bahawa ketika beliau lalai sesaat saja dari dakwah di jalan Allah SWT, maka
kesempatannya dalam menyebarkan agama Islam akan hilang.
Di saat terjadi peristiwa besar dalam peperangan, tiba-tiba azan solat
dikumandangkan, sehingga para pasukan yang berperang mengerjakan solat. Tidak
ada malaikat yang turun untuk melindungi mereka ketika solat atau mencegah
datangnya anak-anak panah dari punggung mereka saat sujud. kerana itu,
hendaklah para pasukan melindungi dirinya sendiri. Para pasukan mukmin berusaha
solat secara bergantian: sebahagian mereka solat dan sebahagian mereka bertugas
untuk menjaga.
Allah SWT berfirman:
"Dan apabila kamu berada di tengah-tengah mereka (sahabatmu) lalu kamu
hendak mendirikan solat bersama-sama mereka, maka hendaklah segolongan dari
mereka berdiri (solat) bersertamu dan menyandang senjata, kemudian apabila
mereka sujud (telah menyempurnakan serakaat), maka hendaklah mereka pindah dari
belakangmu (untuk menghadapi musuh) dan hendaklah datang golongan yang kedua
yang belum bersembahyang, lalu bersembahyanglah mereka denganmu, dan hendaklah
mereka bersiap siaga dan menyandang senjata. Orang-orang kafir ingin agar kamu
lengah terhadap senjatamu dan harta bendamu, lalu mereka menyerbu kamu dengan
sekaligus."(QS. an-Nisa': 102)
Selesailah masalah itu dan tidak ada malaikat yang turun untuk
melindunginya dan menolongnya. Ini adalah masa kematangan akal dan masa
keletihan para nabi dan orang-orang mukmin. Dan sesuai kadar keletihan mereka
dalam menyampaikan ajaran Islam, mereka pun akan mendapatkan balasan yang
besar.
Pada masa para nabi sebelum Nabi Muhammad saw, mereka menghadirkan
mukjizat-mukjizat kepada kaum mereka saat memulai dakwah, sehingga kaum
tersebut mempercayai apa saja yang mereka bawa, sedangkan Nabi Muhammad bin
Abdillah tidak menghadirkan kepada kaumnya selain dirinya dan ketulusannya.
Allah SWT telah memutuskan untuk melindungi Musa dan memerintahkannya untuk
mengangkat gunung di atas kaumnya hingga mereka beriman kepada Taurat, atau
untuk menjatuhkan gunung tersebut di atas mereka. Ketika mengetahui hal yang
Demikian itu, orang-orang Yahudi sujud dengan meletakkan pipi mereka di atas
tanah dan mereka mengamati bukit batu yang berada di atas kepala mereka yang
diangkat oleh tangan yang tersembunyi. Sedangkan Nabi Muhammad bin Abdillah tak
pernah memaksa seseorang pun. Berimanlah beberapa orang kepadanya dan puaslah
beberapa orang kepadanya dan matilah bersamanya orang-orang yang mati dalam
keadaan puas. Beliau tidak membawa pedang kecuali saat panah yang beracun
mendekati jantung Islam dan mengancamnya.
Dakwah para nabi menuntut terjadinya mukjizat demi mukjizat. Ini kerana
masa kekanak-kanakan manusia serta kelemahan akal dan hilangnya panca indera
menuntut rahmat Allah SWT untuk mendatangkan mukjizat yang sesuai dengan masa
turunnya mukjizat tersebut dan budaya masyarakat setempat. Adalah hal yang
maklum bahawa di tengah-tengah penduduk Mekah saat itu tidak terdapat
orang-orang yang cerdas atau orang-orang yang bijak yang mampu menyerap
kata-kata yang baik. Dan kesulitan yang dihadapi oleh Islam adalah bahawa ia
tidak diturunkan pada masa ini saja, tetapi Islam diturunkan untuk setiap masa.
Allah SWT mengetahui bahawa manusia telah memasuki masa kematangan berfikir
yang mengagumkan, maka hikmah-Nya menuntut bahawa pernyataan yang pertama kali
disebutkan dalam risalah-Nya adalah "iqra'" (bacalah). Di samping
itu, risalah tersebut mengandung pemikiran yang universal, sistem yang
membangun, dan hukum yang mempesona, serta kebebasan yang diidamkan, dan
manusia yang sempurna.
Adalah tidak mengurangi kehormatan para nabi sebelum Nabi Muhammad saw di
mana mereka tidak diutus di masa-masa kematangan pemikiran, tetapi yang
menambah kehormatan Nabi Muhammad saw bahawa beliau diutus di tengah-tengah
masa kematangan berfikir, dan beliau diutus sebelum datangnya masa ini. Beliau
memikul berbagai lipat cubaan yang pernah dipikul oleh para nabi; beliau
berdakwah dengan menanggung berbagai lipat godaan dan cubaan; beliau mengalami
seksaan yang pernah dialami oleh semua para nabi; beliau mencintai Allah SWT
sebagaimana para nabi mencintai-Nya. Allah SWT memuliakannya ketika beliau
mengimami mereka di saat solat pada saat beliau melakukan Isra' dan Mi'raj.
Meskipun demikian, ketika beliau keluar pada suatu hari menemui
sahabat-sahabatnya dan mendapati mereka mengutamakan para nabi dan
mendahulukannya atas mereka, maka beliau justru menampakkan kemarahan dan
wajahnya berubah. Beliau berkata: "Janganlah kalian mengutamakan aku atas
Yunus bin Mata."
Melalui pernyataan itu, beliau berusaha meletakkan suatu pondasi pemikiran
yang harus dilalui oleh kaum Muslim di mana para nabi memang memiliki darjat tertentu
di sisi Allah SWT. Boleh jadi ada nabi yang lebih afdal atau yang lebih mulia
daripada yang lain. Siapakah yang menetapkan hal itu? Tidak ada seorang pun
selain Allah SWT. Ada pun kaum Muslim hendaklah mereka berhenti pada batas
tertentu yang seharusnya mereka berikan berkaitan dengan sopan santun terhadap
para nabi. Selama Allah SWT menyampaikan selawat kepada rasul sebagai bentuk
penghormatan dan memerintahkan mereka untuk menyampaikan selawat kepadanya, dan
selama Rasulullah seperti nabi-nabi yang lain, maka hendaklah mereka juga
berselawat kepada semua nabi tanpa perbezaan, meskipun pada bentuk selawat itu
sendiri.
Sementara itu, bayi yang mungil itu yang lahir di Mekah bergerak setelah
tahun gajah. Kemudian berita tersebar di sana sini dan Sampailah ke telinga
datuknya bahawa cucunya telah dilahirkan. Abdul Muthalib segera menuju ke
tempat itu dan membawa cucunya yang yatim lalu berkeliling dengannya di Ka'bah
sambil memikirkan namanya. Abdul Muthalib tidak merasa terpukau dengan
nama-nama yang mulai beredar di benaknya. Ia tampak bingung menentukan nama
yang paling tepat buat cucunya, bahkan kebingungannya itu berlanjutan sampai
enam hari, sehingga sang Nabi di sunat. Ketika malam telah menyelimuti kawasan
Mekah, datanglah kepadanya suara yang sama yang dulu pernah dilihatnya dan
didengarnya yang memerintahkannya untuk menggali zamzam. Di tengah-tengah
tidurnya, suara itu membisikkan kepadanya bahawa nama cucunya berasal dari
al-Ham, yang berarti Muhammad atau Ahmad.
Orang-orang Quraisy bertanya kepada Abdul Muthalib: "Nama apa yang
engkau berikan kepada cucumu?" Abdul Muthalib menjawab sambil mengingat
bisikan suara yang didengarnya saat mimpi, "Muhammad." Nama tersebut
sebenamya tidak umum di kalangan orang-orang Jahilliyah. Mereka bertanya,
"Mengapa Abdul Muthalib tidak memakai nama-nama datuk-datuknya dan
nama-nama yang biasa dipakai di kalangan mereka." Abdul Muthalib menjawab:
"Aku ingin Allah SWT memujinya di langit dan manusia memujinya di
bumi."
Kami tidak mengetahui dorongan apa yang membuat Abdul Muthalib untuk
menyatakan kalimat tersebut. Apakah kalimat itu bersumber dari realiti
kebanggaan orang-orang Arab yang popular atau berasal dari realiti kebanggaan
tradisional? Atau, apakah berangkat dari realiti kegembiraan yang dalam dengan
kelahiran si cucu, ataukah kalimat itu bersumber dari suasana rohani yang
jernih dan bisikan alam ghaib? Tentu kami tidak bisa menjawab. Yang dapat kami
ketahui adalah bahawa seseorang tidak akan layak menyandang predikat manusia
yang dipuji di bumi dan dipuji oleh Allah SWT di langit seperti predikat yang
disandang oleh Muhammad bin Abdillah.
Nabi Muhammad saw muncul ke alam wujud dalam keadaan yatim. Beliau
ditinggalkan oleh ayahnya saat beliau masih janin di dalam perut ibunya. Allah
SWT berfirman:
"Bukankah Dia mendapatimu sebagai seorang yatim, lalu Dia
melindungimu?" (QS. adh-Dhuha: 6)
Allah SWT melindunginya. Orang-orang sufi mengatakan bahawa sebab- sebab
kemanusiaan seperti adanya datuknya Abdul Muthalib dan bagaimana ia mengasuhnya
dan melindunginya tidak lain hanya bentuk lahiriah yang tidak begitu penting,
sedangkan bentuk batiniah yang sebenarnya adalah kita berada di hadapan manusia
yang dilindungi dan diasuh oleh Tuhannya sejak masih kecil. Allah SWT
mendidiknya saat beliau masih kecil, dan mengujinya dengan keyatiman saat
beliau masih janin serta mengujinya dengan kelaparan sejak masih kecil, dan
dewasa dengan kematian si ibu, saat beliau masih kecil dengan keterasingan di
tengah-tengah keramaian, dan dengan terjaga di tengah-tengah tidur serta dengan
penderitaan demi penderitaan. Allah SWT telah menyiapkannya sejak usia dini
untuk memikul beban risalah terakhir.
Selanjutnya, ibunya seringkali memeluknya lebih dari sebelumnya. Ia melihat
bahawa banyak dari wanita-wanita yang menyusui tidak berkenan untuk
mengasuhnya. Adalah sudah menjadi tradisi yang berkembang di Mekah di mana
keluarga-keluarga yang mulia mengirim anaknya ke kawasan dusun agar anak
tersebut menyerap dan menghirup udara segar serta memperoleh mainan yang
memadai. Dan biasanya wanita-wanita yang menyusui anak-anak lebih tertarik
menyusui anak- anak dari orang-orang kaya. Namun ketika pemimpin manusia
seorang yang fakir, maka wanita-wanita yang biasa menyusui tidak berminat
kepadanya.
Marilah kita telusuri bagaimana Halimah binti Abi Duaib menceritakan
kisahnya bersama anak kecil yang disusuinya: "Saat itu terjadi musim
tandus dan kami tidak memiliki sesuatu sehingga aku dan suamiku mengalami
kemiskinan yang luar biasa. Lalu kami menetapkan keluar ke Mekah dan menemani
wanita-wanita dari Bani Sa'ad. Kami semua mencari anak-anak yang masih menyusu
agar orang tua mereka dapat membantu kami untuk memenuhi kebutuhan hidup.
Binatang yang aku tunggangi sangat lemah dan sangat kurus yang itu semua
disebabkan oleh kekurangan makanan. Bahkan kami khawatir kalau-kalau ia
berhenti di tengah perjalanan dan mati. Dan kami tidak tidur semalaman kerana
melihat kondisi anak kecil yang bersama kami. Ia menangis kerana tidak
menemukan makanan yang dapat dimakannya. Ia menangis kerana kelaparan dan tidak
mendapat air susu, baik dari air susuku mahupun air susu unta yang dibawa oleh
suamiku, sehingga kami tidak dapat memuaskan dahaganya. Di tengah-tengah malam,
aku merasakan keputusasaan. Aku bertanya-tanya bagaimana aku dapat melakukan
sesuatu dalam keadaan yang demikian.
Akhirnya, kami sampai di Mekah. Sementara itu, wanita-wanita yang ingin
mencari anak-anak yang dapat mereka susui telah mendahului kami. Mereka
mengambil anak-anak kecil yang mereka sukai, kecuali satu anak, yaitu Muhammad
di mana ayahnya telah meninggal dan ia berasal dari keluarga yang miskin
meskipun sebenarnya kedudukannya sangat mulia di antara tokoh-tokoh Quraisy.
Oleh kerana itu, wanita-wanita enggan untuk mengasuhnya. Namun aku dan suamiku
tidak sefaham dengan mereka kerana aku tidak peduli dengan keyatiman dan
kefakirannya. Kemudian aku malu untuk kembali dan tidak mengambil bayi yang
dapat aku susui kemudian. Di samping itu, aku malu jika mendapat cercaan dari
wanita-wanita itu. Lalu aku merasakan adanya kasih sayang yang memenuhi hatiku
terhadap anak kecil yang tampan itu yang akan diganggu oleh udara yang
kotor."
Kisah tersebut mengatakan bahawa saat anak-anak kecil mendapatkan
wanita-wanita yang menyusuinya, maka Muhammad bin Abdillah sedang tidur dalam
keadaan lapar di ranjangnya yang kasar, tanpa disusui oleh siapa pun. Suatu
hikmah yang tinggi berkehendak agar bayi yang masih menyusui itu menghadapi
dunia dalam keadaan yatim dan dalam keadaan kelaparan agar ia dapat merasakan
penderitaan anak-anak yatim dan orang-orang yang lapar sebelum ia menyelamatkan
mereka.
Halimah mengatakan bahawa ia meyakinkan suaminya bahawa ia merasakan keinginan
yang kuat untuk mengambil anak yatim ini, sehingga suaminya menyetujuinya.
Halimah tidak mengetahui rahsia keinginannya yang samar agar ia kembali untuk
mengambil anak yatim yang masih menyusu ini. Ia tidak mengetahui bahawa Allah
SWT telah menanamkan rasa cinta kepada anak kecil itu dalam hatinya seperti
Allah SWT menanamkan cinta kepada Musa pada hati isteri Fir'aun. Jika Musa
menolak wanita-wanita lain untuk menyusuinya kecuali ibunya setelah Allah SWT
mencegahnya dari susuan wanita-wanita lain agar ibunya merasa bahagia dan tidak
bersedih, maka Muhammad bin Abdillah - seorang anak kecil yang masih menyusu
dan mulia - -justru ditolak oleh wanita-wanita yang menyusui, sedangkan ia
sendiri tidak pernah menolak seseorang pun.
Halimah kembali kepadanya dan ia memberitahu bahawa ia akan mengasuhnya.
Nabi Muhammad saw adalah seorang yang mulia. Halimah meletakkan tangannya di
dadanya, sehingga anak kecil itu tertawa. Halimah mencium di antara kedua
matanya. la meletakkannya di kamarnya. Halimah mengetahui bahawa kedua air
susunya telah kering, namun tiba-tiba air susunya memancar dengan keras sebagai
bentuk kasih sayang dan tanda kebesaran dari Allah SWT. Kini Halimah pun dapat
menyusuinya. Apakah itu merupakan hikmah yang tinggi di mana anak kecil tersebut
merasa cukup dengan sesuatu yang sedikit? Ataukah anak kecil itu sudah dapat
mendidik dirinya untuk zuhud dan qanaah sebelum ia mendidik orang-orang dewasa
tentang pengorbanan dan kesatriaan?
Halimah kembali ke gurun Bani Sa'ad dan ia membawa Muhammad bin Abdillah.
Belum lama ia menyaksikan tanahnya yang tandus sehingga tiba-tiba kebaikan
dunia terbuka dan mekar di hadapannya, di mana bumi dipenuhi dengan
kehijau-hijauan setelah mengalami masa tandus. Pohon-pohon berbuah dan buah
kurma tampak berseri-seri setelah sebelumnya layu, bahkan susu-susu binatang
pun mulai tampak banyak. Allah SWT memberikan berkah-Nya kepada tempat
tersebut. Halimah mengetahui bahawa kebaikan ini telah datang bersama
kedatangan anak kecil yang diberkahi, sehingga cintanya kepada anak itu semakin
bertambah. Bahkan suaminya pun menjadi tawanan cinta yang lain kepada Muhammad
saw.
Pada suatu hari ia berkata kepada isterinya: "Apakah engkau mengetahui
wahai Halimah bahawa engkau telah mengambil seorang anak yang mulia?"
Halimah berkata: "Anak kecil itu tidak menangis dan tidak berteriak
kecuali ketika ia telanjang." Ketika anak kecil itu gelisah di tengah
malam dan tidak tidur, maka Halimah membawanya keluar dari khemah dan ia
berhenti bersamanya di bawah sinar bintang. Saat itu anak itu tampak bergembira
ketika menyaksikan langit. Setelah kedua matanya terpuaskan oleh pandangan ke
arah langit, ia pun mulai tidur.
Ketika anak itu mencapai tahun yang kedua, maka ia telah disapih, sehingga
ibunya ingin mengambilnya, tetapi Halimah tidak kuat untuk menahan perpisahan
ini. Halimah menjatuhkan dirinya di hadapan kedua kaki sang ibu dan ia mulai
menciuminya dan ia meminta agar membiarkannya bersama anaknya sehingga anak itu
benar-benar kuat dan dapat kembali menghirup udara segar gurun. Akhirnya,
Rasulullah saw tinggal di tempat Bani Sa'ad sampai lima tahun. Dan pada masa
lima tahun ini terjadi peristiwa penting yang terkenal dengan peristiwa
pembelahan dada. Kehendak Ilahi telah menetapkan kepada Ruhul Amin, yaitu
Jibril untuk menemui Muhammad bin Abdillah dan membelah dadanya dengan perintah
Ilahi serta menyuci hatinya dengan rahmat dan mengeringkannya dengan cahaya dan
mengeluarkan bahagian dunia darinya.
Seperti biasanya Rasulullah saw keluar pada suatu hari bersama saudara
susuannya dengan menunggangi sekawanan domba menuju tempat penggembalaan. Di
tengah hari, saudaranya berlari-lari dalam keadaan takut dan menangis sambil
berteriak bahawa Muhammad telah terbunuh. Muhammad diambil oleh dua orang
laki-laki yang memakai baju yang putih lalu kedua orang itu menelentangkannya
dan membelah dadanya.
Mendengar hal itu, Halimah sangat kejut dan terpukul. Ia segera pergi
sambil berlari mencari Muhammad dan diikuti oleh suaminya yang mengikuti
petunjuk anak kecil dari saudara Muhammad. Akhirnya, mereka menemukan Muhammad
sedang duduk di atas tanah di mana wajahnya tampak pucat dan kedua matanya
menyala.
Halimah dan suaminya mencium dengan lembut dan mulai menampakkan kasih
sayangnya. Kemudian mereka bertanya, "apa yang terjadi?" Muhammad menjawab:
"Ketika aku memperhatikan domba-domba yang sedang bermain aku dikejutkan
dengan kedatangan dua orang yang memakai pakaian yang putih. Mula-mula aku
menyangka bahawa mereka adalah burung yang besar, namun ternyata aku salah.
Mereka adalah dua orang yang tidak aku kenal yang memakai pakaian warna putih.
Salah seorang dari mereka berkata kepada temannya dengan menunjuk ke arahku,
"Apakah ini anaknya?" Yang lain menjawab, "benar." Aku
merasakan ketakutan yang luar biasa. Lalu mereka mengambilku dan menidurkan aku
serta membelah dadaku dan mereka mengambil sesuatu darinya hingga mereka
mendapatinya dan membuangnya jauh-jauh. Setelah itu, mereka bersembunyi laksana
bayangan."
Hadis tersebut diriwayatkan oleh Anas dan juga diriwayatkan oleh Muslim dan
Ahmad. Para mufasir berbeza pendapat tentang simbolisme yang dalam ini.
Sebahagian besar ulama menakwilkan peristiwa tersebut. Pakar-pakar klasik,
seperti Qurthubi berpendapat bahawa peristiwa itu diisyaratkan oleh firman-Nya: "Bukankah
Kami telah melapangkan untukmu dadamu?. " (QS. Alam Nasyrah: 1)
Sedangkan tokoh-tokoh hadis, seperti Ghazali berpendapat bahawa manusia
istimewa seperti Muhammad saw tidak mungkin terlepas dari bimbingan Ilahi dan
tidak mungkin terkena waswas sekecil apa pun yang biasa menimpa manusia biasa.
Jika suatu kejahatan menjadi suatu gelombang yang memenuhi cakerawala, maka di
sana terdapat hati yang segera memungutnya dan terpengaruh dengannya, namun
hati para nabi dengan adanya bimbingan Allah SWT tidak akan terpanggil dan
tidak terkena arus kejahatan tersebut.
Dengan demikian, usaha para nabi terfokus pada peningkatan kemajuan atau
ketinggian, bukan memerangi kerendahan. Diriwayatkan oleh Abdillah bin Mas'ud
bahawa Rasulullah saw bersabda: "Tidak ada seseorang di antara kalian
kecuali ia diawasi oleh temannya dari kalangan jin dan temannya dan dari
kalangan malaikat." Para sahabat berkata: "Apakah hal itu juga
berlaku kepadamu wahai Rasulullah?" Beliau menjawab: "Ya, tetapi
Allah SWT membantuku, sehingga ia berserah diri dan tidak memerintahkan
kepadaku kecuali dalam kebaikan."
Begitulah sikap orang-orang yang dahulu dan para ahli hadis berkaitan
dengan peristiwa pembelahan dada. Kami kira bahawa kejadian yang luar biasa
tersebut berhubungan dengan persiapan Nabi untuk melalui Isra' dan Mi'raj. Ia
merupakan perjalanan di mana Rasulullah saw akan menebus alam angkasa dan akan
mencapai alam langit. Kemudian beliau akan melampaui alam ini, sehingga sampai
di Sidratul Muntaha yang di sana terdapat Janatul Ma'wah.
Pandangan tersebut kembali kepada pendapat kami yang mengatakan bahawa
peristiwa pembelahan dada berulang lebih dari sekali saat Rasul saw mencapai
usia lima puluh tahun. Dan peristiwa pembelahan dada terjadi kedua kalinya pada
malam Isra' dan Mi'raj.
Bukhari meriwayatkan dari Malik bin Sh'asha'a bahawa Rasulullah saw
menceritakan kepada mereka peristiwa malam Isra' di mana beliau bersabda:
"Ketika aku berada di Hathim - atau beliau berkata di Hijr - saat aku
dalam keadaan antara tidur dan bangun, maka seorang datang kepadaku lalu ia
membelah antara ini dan ini. Yaitu antara kerongkongan dan perutnya. Beliau
melanjutkan: Lalu ia mengeluarkan hatiku dan membawa mangkok dari emas yang
penuh dengan keimanan lalu ia menyuci hatiku. Kemudian diulanginya."
Kami kira bahawa pembelahan dada merupakan bentuk simbolis yang menunjukkan
kesucian Rasul saw dan sebagai bentuk penyiapannya untuk melalui Isra' dan
Mi'raj. Itu merupakan pemberitahuan dari Ilahi bahawa anak ini akan mencapai
suatu kedudukan yang belum pernah dicapai oleh manusia dan tidak akan dicapai
manusia sesudahnya. Setelah peristiwa pembelahan dada, berubahlah kehidupan
anak kecil itu di mana sebahagian besar waktunya digunakan untuk merenung dan
menyendiri. Dari roman wajahnya tampak keseriusan yang biasanya menghiasi wajah
orang-orang dewasa.
Berlalulah hari demi hari, tahun demi tahun dan Selesailah masa menetapnya
bersama Halimah di dusun Bani Sa'ad. Beliau sangat terpengaruh dan sangat
terkesan dengan keadaan di sana. Diriwayatkan bahawa beliau pernah mengingat
masa kecilnya di Bani Sa'ad dan beliau membanggakannya. Beliau menyebutkan
pengorbanan mereka dan sikap mereka yang baik. Beliau berkata: "Aku
termasuk dari Bani Sa'ad, tanpa bermaksud menyombongkan diri. Jika mereka
berhadapan atau menyaksikan salah seorang mereka lapar, maka mereka akan membagi
makanan di antara mereka."
Kemudian Muhammad bin Abdillah kembali ke Mekah saat usianya lima tahun.
Beliau hidup beberapa hari bersama ibunya di mana si ibu merasakan kesedihan
yang dalam atas kepergian ayahnya. Sesuai janji untuk mengingat ayahnya yang
telah pergi, Aminah menetapkan untuk mengunjungi kuburannya di Yatsrib. Jarak
antara Mekah dan Yatsrib lebih dari lima ratus kilo meter di gurun yang kering
yang jauh dari tanda- tanda kehidupan. Anak itu menempuh perjalanan yang berat.
Setelah perjalanan yang berat ini, Muhammad bin Abdillah tinggal di tempat
paman-paman dari ibunya di Madinah selama satu bulan. Muhammad melihat rumah
yang di situ ayahnya meninggal sebelum ia dilahirkan. Ia berziarah bersama
ibunya ke kuburan yang sederhana yang ayahnya dikuburkan di dalamnya. Mula-mula
fikirannya terfokus pada keadaan yatim sambil ia mulai memperhatikan linangan
air mata ibunya yang diam.
Selesailah masa satu bulan keberadaannya di sisi paman-pamannya. Kemudian
ibunya menemaninya untuk kembali ke Mekah. Kedua anak manusia itu sampai di
pertengahan jalan. Muhammad bin Abdillah tidak mengetahui rahsia kepucatan
wajah ibunya. Lalu malaikat maut turun di suatu tempat yang bernama Abwa. Di
situlah Aminah binti Wahab telah bertemu dengan kekasihnya, Allah SWT.
Sang ibu meninggal dan meninggalkan anak satu-satunya bersama seorang
pembantu. Pembantu itu menampakkan rasa kasihnya terhadap anak kecil yang
kehilangan ayahnya saat masih janin dan kehilangan ibunya saat berusia enam
tahun. Muhammad bin Abdillah kini menjadi sendiri dan ia dalam keadaan
menangis. Ia mencapai kematangan setelah ia melewati kesedihan kehidupan dan
kerasnya kehidupan sebagai anak yatim.
Rasulullah saw pernah ditanya setelah masa diutusnya: "Bagaimana
pandanganmu?" Beliau menjawab: "Pengetahuan adalah modalku. Akal
adalah dasar agamaku. Cinta adalah pondasiku. Zikrullah adalah kesenanganku.
Dan kesedihan adalah temanku."
Allah SWT telah menyiramkan kepadanya sungai-sungai kesedihan sehingga
beliau dapat memberikan kepada manusia buah dari kegembiraan dan ketulusan.
Anak kecil itu kembali ke Mekah dalam keadaan sedih dan ia tampak terpaku.
Lalu Abdul Muthalib, datuknya menampakkan cinta yang luar biasa dan
penghormatan padanya. Setelah dua tahun ketika Muhammad bin Abdillah berusia
delapan tahun, maka meninggallah salah satu benteng yang terbaik yang
menjaganya, yaitu datuknya Abdul Muthalib. Kemudian anak kecil itu kini
merenungi datuknya laksana orang dewasa. Ia tampak tegar seperti layaknya orang
dewasa.
Kita tidak mengetahui mengapa terjadi demikian. Mengapa hikmah Allah SWT
mencegah Nabi yang terakhir untuk mendapatkan kasih sayang seorang ayah, kasih
sayang seorang ibu, dan bimbingan seorang datuk? Apakah Allah SWT ingin memberi
Nabi yang terakhir suatu kasih sayang dan cinta yang semata-mata bersumber dari
sisi-Nya? Apakah Allah SWT ingin mendidiknya dengan kesedihan dan memberinya
perasaan-perasaan yang penuh dengan penderitaan? Apakah Allah SWT ingin membuat
hati Rasul-Nya hanya tertuju kepadanya? Dahulu Allah SWT berkata kepada Musa:
"Dan Aku telah memilihmu untuk diri-Ku." (QS. Thaha: 41)
Dahulu Allah SWT memberi khabar gembira kepada Musa di dalam Taurat
sebagaimana Isa memberi khabar gembira di dalam Injil dengan kedatangan seorang
Nabi setelahnya yang bernama Ahmad. Dan Nabi Musa meminta kepada Tuhannya agar
memberinya dan memberi umatnya puncak keutamaan, lalu Allah SWT menjawab bahawa
Dia telah menetapkan keutamaan ini kepada Nabi yang terakhir Ahmad dan umatnya.
Allah SWT telah memilih Musa untuk diri-Nya. Meskipun Demikian, Dia tidak
mencegahnya untuk mendapatkan kasih sayang seorang ibu dan mendidiknya di
tengah-tengah keluarganya. Namun Dia berkehendak untuk menjadikan Nabi yang
terakhir tercegah dari mendapatkan kasih sayang seorang manusia dan cinta
seorang manusia, sehingga Nabi tersebut hanya mendapatkan kasih sayang Ilahi dan
cinta Ilahi.
Allah SWT berfirman menceritakan tentang keadaan Rasul terakhir:
"Bukankah Dia mendapatimu sebagai seorang yatim, lalu Dia
melindungimu. Dan Dia mendapatimu sebagai seorang yang bingung, lalu Dia
memberikan petunjuk. Dan Dia mendapatimu sebagai seorang yang kekurangan, lalu
Dia memberikan kecukupan. Adapun terhadap anak yatim, maka janganlah kamu
berlaku sewenang-wenang. Dan terhadap orang yang meminta-minta, maka janganlah
kamu mengherdiknya. Dan terhadap nikmat Tuhanmu maha hendaklah kamu
menyebut-nyebutnya (dengan bersyukur). " (QS. ad-Dhuha: 6- 11)
Makna ayat tersebut secara harfiah adalah bahawa beliau dalam keadaan yatim
lalu Allah SWT melindunginya; beliau dalam keadaan tersesat lalu Allah SWT
memberinya petunjuk; beliau dalam keadaan fakir lalu Allah SWT memampukannya.
Allah SWT melindunginya dengan mengasuhnya, membimbingnya, dan mencukupinya.
Itu adalah darjat keutamaan yang tidak pernah dicapai oleh seseorang pun di
dunia.
Setelah kematian datuknya, maka pamannya Abu Thalib mengasuhnya. Allah SWT
telah meletakkan kecintaan pada hati pamannya, sehingga pamannya mengutamakan
Muhammad saw daripada anak-anaknya dan memuliakannya serta menghormatinya,
bahkan Abu Thalib mendudukkannya di ranjangnya yang biasa dibentangkannya di
hadapan Ka'bah di mana tidak ada seorang pun yang duduk selainnya.
Muhammad bin Abdillah hidup di jantung gurun Mekah sebagai seorang yang
memiliki kesedaran yang tinggi di antara kaum yang sedang lalai dan kaum yang
mabuk-mabukan dan para penyembah berhala serta para pedagang minuman keras dan
para syair dan orang-orang yang berperang dan tokoh-tokoh kabilah.
Muhammad bin Abdillah seorang yang banyak diam dan ketika usianya semakin
dewasa, maka ia bertambah banyak diam. Beliau tidak berbicara kecuali jika
diajak seseorang berbicara; beliau tidak terlibat dalam permainan hura-hura
anak-anak muda; beliau merasakan kesedihan yang dalam; beliau sering menyendiri
dan membuka matanya di hamparan pasir-pasir. Mulutnya terdiam dan akalnya
berfikir. Beliau merenungkan di masa kecilnya bagaimana kaumnya bersujud
terhadap berhala dan terpukau dengannya; bagaimana orang-orang berakal mau
bersujud kepada batu-batu yang tidak memberikan mudarat dan manfaat dan tidak
berbicara serta tidak dapat melakukan apa-apa. Beliau mewarisi dari datuknya
Ibrahim kebencian yang fitri terhadap dunia berhala dan patung.
Di dalam dirinya terdapat penghinaan yang besar terhadap sembahan- sembahan
dari batu ini, suatu penghinaan yang menjadikannya tidak mau mendekat
selama-lamanya terhadap patung tersebut. Namun hatinya yang besar dipenuhi
dengan kesedihan yang lebih hebat dari kesedihan datuknya Ibrahim. Beliau sedih
kerana akal manusia menyembah batu dan emas, kesombongan serta kekuasaan
penguasa; beliau mendengar apa yang dikatakan manusia dan mengamat-amati urusan
kehidupan dan keadaan masyarakat; beliau juga menyaksikan betapa banyak
pertentangan dan perkelahian di antara manusia yang justru disebabkan oleh
masalah-masalah yang sepele, sehingga kehairanan beliau semakin bertambah dan
sudah barang tentu kesedihannya pun semakin dalam. Tidakkah manusia mengetahui
bahawa mereka akan mati seperti ayahnya, ibunya, dan datuknya? Mengapa mereka
menimbulkan pertentangan ini, hingga mereka mendapatkan lebih banyak kejahatan?
Ketika usianya semakin bertambah, maka bertambahlah kezuhudannya dalam
hidup, dan sepak terjangnya terus bersinar memenuhi penjuru Mekah. Beliau tidak
sama dengan seseorang pun dari kalangan pemuda saat itu. Meskipun kami kira
bahawa kesedihannya disebabkan oleh hal- hal yang umum, tetapi beliau tidak
mengungkapkan kegelisahan hatinya pada seseorang pun. Beliau belum bertujuan
untuk memperbaiki masyarakat atau kemanusiaan. Benar bahawa
pertanyaan-pertanyaan kritis timbul dalam benaknya dan ingin segera menemukan
jawapan, tetapi akalnya sendiri tidak dapat menemukan jawapan atau jalan
keluar. Inilah yang dimaksud dengan makna ayat:
"Dan Dia mendapatimu sebagai seorang yang bingung, lalu Dia memberikan
petunjuk." (QS. adh-Dhuha: 7)
Yang dimaksud ad-Dhalal (kesesatan) di sini ialah kebingungan akal dalam
menafsirkan kejahatan dan usaha melawannya kerana ketiadaan senjata dan
kecilnya usia. Semua itu justru menambah sikap diam anak kecil itu dan
menjauhkannya dari dunia yang akan mencemari akal, sehingga akalnya selamat
dari segala noda dan tetap di bawah naungan kejernihannya.
Anak kecil itu tetap jauh dari dosa-dosa yang dilakukan oleh kaumnya yang
berupa kecenderungan untuk menyembah berhala dan cinta kekuasaan dan
kebanggaan. Ia selalu mendekat dan lebih mendekat kepada hakikatnya yang suci;
ia mampu mempengaruhi orang lain dengan jiwanya yang bersih dan rahmatnya atau
kasih sayangnya tertuju kepada manusia, bahkan kepada binatang dan burung.
Ketika ia duduk akan makan lalu ada burung merpati berkeliling di seputar
makanannya maka ia meninggalkan makanannya untuk burung itu. Pada saat
orang-orang memukul anjing yang mendekat kepada makanan mereka, maka ia justru
mencabut suapan yang ada di mulutnya dan memberikannya pada anjing, kucing,
anak-anak kecil, dan orang-orang fakir. Bahkan seringkali di waktu malam ia
tidur dalam keadaan lapar kerana ia memberikan makanannya ke orang lain.
Muhammad saw adalah seorang fakir yang harus bekerja agar dapat makan, maka
beliau bekerja sebagai penggembala kambing, seperti Nabi Daud, Nabi Musa, dan
nabi-nabi yang lain yang diutus oleh Allah SWT. Kemudian beliau melakukan
perjalanan bersama kafilah pamannya Abu Thalib menuju Syam saat beliau berusia
tiga belas tahun. Beliau menyaksikan keadaan umat-umat yang lain, maka
kehairanannya semakin bertambah terhadap masa Jahilliyah ini. Ketika beliau
menyaksikan orang-orang tersesat, maka kesedihannya semakin bertambah dan
hatinya semakin tersentuh dan fikirannya semakin dalam.
Pada saat perjalanan menuju ke Syam ini terjadi suatu peristiwa terhadap
anak kecil itu. Kemungkinan besar itu justru menambah kebingungannya. Seorang
pendeta yang bernama Buhaira berdiri di jendela rumah yang menjadi tempat
peribadatannya di Suria. Tiba-tiba ia memperhatikan suatu awan putih - tidak
seperti biasanya - yang menghiasi langit yang biru. Saat itu udara sangat
terang, sehingga munculnya awan tersebut sangat menghairankan. Kemudian
pandangan Buhaira yang tertuju ke langit, kini tertuju ke bumi di mana ia
mendapati awan itu menyerupai burung yang putih yang menaungi kafilah kecil
yang menuju ke arah utara. Buhaira memperhatikan bahawa awan tersebut mengikuti
kafilah.
Jantung Buhaira berdebar dengan keras kerana ia mengetahui melalui
buku-buku peninggalan kaum Masehi yang otentik bahawa seorang nabi akan muncul
ke dunia setelah Isa. Sifat dan khabar nabi tersebut diceritakan dalam
buku-buku kuno. Buhaira segera meninggalkan tempatnya, lalu ia segera
memerintahkan untuk menyiapkan makanan yang besar. Kemudian ia mengutus
seseorang untuk menemui kafilah tersebut dan mengundang mereka untuk jamuan
makan. Salah seorang mereka berkata dengan nada bercanda kepada Buhaira: "Demi
Lata dan 'Uzza, engkau hari ini tampak lain wahai Buhaira. Engkau tidak pernah
melakukan demikian kepada kami, padahal kami telah melewati dan singgah di
tempat ini lebih dari sekali. Ada peristiwa apa gerangan wahai Buhaira?"
Buhaira menjawab: "Hari ini kalian adalah tamu-tamuku."
Pertanyaan orang tersebut tidak dijawab dengan terang-terangan. Ia sengaja
menghindarinya dan tidak menyingkapkan rahsia kemuliaan yang datangnya
tiba-tiba ini. Buhaira memberi makan mereka dan mulai memperhatikan di antara mereka
adanya seseorang yang memiliki tanda- tanda yang dibacanya dalam kitab-kitabnya
yang kuno tentang seorang rasul yang ditunggu. Namun ia tidak menemukannya,
hingga ia bertanya kepada mereka: "Wahai kaum Quraisy, apakah ada
seseorang yang tidak hadir bersama jamuanku ini?" Mereka menjawab:
"Benar, ada seseorang yang tidak ikut bersama kami. Kami meninggalkannya
kerana ia masih kecil." Buhaira berkata: "Sungguh aku telah
mengundang kamu semua. Panggillah ia supaya hadir bersama kami dan memakan
makanan ini." Salah seorang lelaki dari kaum Quraisy berkata: "Demi
Lata dan 'Uzza, sungguh tercela bagi kami untuk meninggalkan Muhammad bin
Abdillah bin Abdul Muthalib dari jamuan yang kami diundang di dalamnya.
Pamannya meminta maaf kerana Muhammad masih kecil, kemudian sebahagian
mereka berdiri dan menghadirkannya. Belum lama Buhaira memandangi kejernihan
dua mata Muhammad, sehingga ia mengetahui bahawa ia telah mendekati tujuannya.
Buhairah terpaku ketika memandangi Muhammad bin Abdillah sehingga kaum selesai
makan dan mereka berpisah.
Muhammad bin Abdillah duduk sendirian. Buhaira menghampirinya dan berkata:
"Wahai anak kecil, demi kedudukan Lata dan 'Uzza, sudikah kiranya engkau
memberitahu aku terhadap apa yang aku tanyakan kepadamu?" Buhaira ingin
mengetahui sikap anak ini terhadap berhala kaumnya. Anak kecil itu menjawab:
"Jangan engkau bertanya kepadaku tentang Lata dan 'Uzza. Demi Allah, tidak
ada sesuatu yang lebih aku benci daripada keduanya." Buhaira berkata:
"Dengan izin Allah aku ingin bertanya kepadamu." Anak kecil itu
menjawab: "Tanyalah apa saja yang terlintas di benakmu."
Buhaira bertanya kepada anak kecil itu tentang keluarganya, kedudukannya di
tengah-tengah kaumnya, mimpinya dan pendapat- pendapatnya. Dialog tersebut
terjadi jauh dari pantauan kaum kerana mereka tidak akan diam ketika mendengar
bahawa Muhammad membenci berhala-berhala mereka. Kemudian Muhammad menjawab
pertanyaan-pertanyaan Buhaira dengan yakin, hingga membuat Buhaira mantap
bahawa ia sekarang duduk bersama seorang Nabi yang khabar berita gembiranya
disampaikan oleh Nabi Isa sebagaimana disampaikan oleh nabi-nabi dari kaum
Israil dari kaum Nabi Musa. Setelah itu, ia bangkit meninggalkan anak kecil itu
dan menuju ke Abu Thalib ia bertanya tentang kedudukan anak kecil itu di sisinya.
Abu Thalib menjawab: "Ia adalah anakku." Buhaira berkata: "Tidak
mungkin ayahnya masih hidup." Abu Thalib berkata: "Benar. Ia anak
saudaraku. Ayahnya dan ibunya telah meninggal." Buhaira berkata:
"Engkau benar, kembalilah kamu ke negerimu dan hati-hatilah dari kaum
Yahudi." Abu Thalib bertanya tentang rahsia dari apa yang dikatakan oleh
pendeta itu. Pendeta itu mulai mengetahui bahawa ia telah berbicara lebih dari
yang semestinya. Lalu ia berkata: "Ia akan memiliki kedudukan tertentu."
Buhaira tidak menjelaskan lebih dari itu dan ia tidak menentukan kedudukan yang
dimaksud.
Lalu berlalulah peristiwa tersebut tanpa terlintas dari benak seseorang
atau tanpa menggugah kesedaran di antara mereka. Kisah tersebut tidak membawa
pengaruh berarti bagi kafilah atau kepada Nabi sendiri. Kafilah menganggap
bahawa penghormatan pendeta kepada Muhammad bin Abdillah dan memberitahunya
akan kedudukan yang akan disandangnya adalah semata-mata basa-basi yang biasa
diucapkan di atas meja makan ketika para tamu memuji kedermawanan tuan rumah.
Dan sebagai balasannya, orang yang mengundang akan memuji akhlak para pemuda
mereka. Alhasil, peristiwa tersebut tidak membawa pengaruh apa pun, baik bagi
Muhammad mahupun bagi sahabat-sahabat yang ikut dalam kafilah, sehingga mereka
tidak mengetahui rahsia perkataan pendeta dan mereka tidak menyebarkan
pembicaraan yang mereka dengar darinya. Peristiwa itu tersembunyi meskipun ia
sungguh sangat membingungkan Muhammad.
Apa gerangan yang terjadi antara dirinya dan orang-orang Yahudi, sehingga
pendeta perlu mengingatkan pamannya dari ancaman mereka? Apa kedudukan yang
akan dikembangnya seperti yang diceritakan oleh pendeta itu? Dan apa hubungan
semua ini dengan kesedihan- kesedihannya yang dalam serta kebingungannya?
Pertanyaan-pertanyaan tersebut sedikit demi sedikit berputar di benaknya.
Kemudian seperti biasanya kafilah tersebut kembali ke Mekah. Muhammad kembali
menuju keterasingannya. Ia memperhatikan keadaan alam di sekitarnya. Kemudian
ia melihat kembali penderitaannya; ia berusaha untuk mendapatkan kehidupannya;
ia mengabdi kepada manusia dan mengorbankan apa saja demi kemuliaan mereka.
Hari demi hari berlalu. Muhammad saw tampil dengan pakaian ketulusan kasih
sayang, dan amanah serat cinta, sebagaimana pelita dipenuhi oleh cahaya,
sehingga kejujurannya terkenal di tengah-tengah kaumnya. Bahkan kejujuran dan
amanatnya tidak bakal diragukan oleh seseorang pun dari penduduk Mekah. Dan
ketika beliau datang dengan membawa risalahnya dan beliau ditentang majoriti
masyarakatnya, namun tak seorang pun yang berani meragukan kejujurannya. Mereka
hanya menuduh bahawa ia terkena sihir atau kesedarannya telah hilang.
Pada tahun ketiga belas dari masa kenabian, ketika semua kabilah sepakat
untuk membunuhnya dan mengucurkan darahnya di antara para kabilah dan mereka
mengepung rumahnya, maka di saat situasi yang sulit ini beliau menetapkan untuk
berhijrah. Tetapi sebelumnya beliau mewasiatkan kepada Ali bin Abi Thalib, anak
pamannya untuk tetap tinggal di rumahnya agar ia dapat mengembalikan amanat
yang dititipkan oleh semua musuhnya dan para sahabatnya. Ini beliau maksudkan
agar Ali dapat menyerahkan amanat tersebut di waktu pagi kepada para
pemiliknya. Anda dapat melihat betapa para musuhnya merasa aman terhadap harta
mereka ketika dijaga oleh Muhammad saw.
Hari demi hari berlalu dan tahun demi tahun pun lewat. Sementara itu,
kesucian dan kejujuran Muhammad saw semakin meningkat. Dan di tengah lautan
keheningan yang mencekam, ketika Muhammad bin Abdillah menyebarkan layar
perahunya yang putih, maka ia harus menemui hakikat azali yang bertemu
dengan-nya semua nabi dan rasul. Muhammad bin Abdillah mengetahui bahawa alam
yang besar ini mempunyai Tuhan Pengatur dan Pencipta; Tuhan yang Maha Satu dan
yang tiada tuhan selain-Nya.
Muhammad dijauhkan dari suasana kenikmatan dan foya-foya yang biasa
dilakukan oleh para pemuda seusianya. Dan ketika pemuda Mekah berbangga-bangga
dengan banyaknya minuman keras yang mereka minum dan banyaknya bait-bait syair
yang mereka katakan tentang wanita, maka Muhammad bin Abdillah telah menemukan
jati dirinya di suatu gua yang tenang di gunung yang besar. Ia memilih untuk
menghabiskan waktunya di dalam keheningan gua tersebut. Ia merenung dengan
hatinya tentang keadaan alam; ia memikirkan keagungan rahsia-rahsianya dan
rahmat Penciptanya serta kebesaran-Nya.
Pada tahun yang kedua puluh lima, beliau mengenal Ummul Mu'minin, isterinya
yang pertama, yaitu Khadijah binti Khuwailid yang saat itu berusia empat puluh
tahun. Khadijah adalah wanita yang mulia dan mempunyai cukup harta. Ia berdagang
dan suaminya telah meninggal. Banyak orang yang mendekatinya dengan alasan
untuk mendapatkan kekayaannya. Khadijah mencari seseorang laki-laki yang dapat
membawa harta dagangannya menuju Syam, lalu Khadijah mendengar berita yang
cukup banyak berkenaan dengan kejujuran dan amanat serta kesucian Muhammad bin
Abdilah. Akhirnya, Khadijah mengutus Muhammad saw untuk membawa barang
dagangannya. Muhammad saw pergi dalam perjalanannya yang kedua ke Syam saat
beliau berusia dua puluh lima tahun. Allah SWT memberkati perjalanannya di mana
beliau kembali dengan membawa keuntungan yang berlipat ganda yang diserahkannya
kepada Khadijah. Muhammad saw tidak peduli dengan harta Khadijah dan tidak
peduli kepada kecantikannya; Muhammad saw hanya memandang kemuliaan yang
dipegangnya. Kemudian Khadijah merasakan getaran cinta terhadap Muhammad saw.
Dan Akhirnya, ia mengutarakan keinginan untuk menikah dengannya, hingga
Muhammad saw pun setuju.
Paman Muhammad saw, Abu Thalib berdiri dan menyampaikan khutbah pada saat
perayaan perkawinannya: Muhammad saw tidak dapat dibandingkan dengan seorang
pun dari kaum Quraisy kerana ia adalah seorang yang mulia, baik dari sisi akal
mahupun rohani. Meskipun ia seorang yang fakir namun harta adalah naungan yang
akan hilang dan benda yang bersifat sementara.
Setelah menikah, Muhammad saw justru mendapatkan kesempatan yang lebih
besar untuk merenung dan menyendiri serta beribadah. Kemudian kehidupan yang
dijalaninya justru meningkatkan kemuliaannya, sehingga keutamaannya tersebar di
sana sini. Beliau tidak pernah terlibat dalam pergelutan yang keras untuk
memperebutkan materi-materi dunia. Beliau selalu menggunakan akal sehatnya
daripada terlibat dalam kesesatan mereka dan kegelapan berhala yang menyelimuti
banyak orang pada saat itu. Kemudian usianya kini mendekati empat puluh tahun.
Setelah merasakan kesunyian di tengah-tengah masyarakat, beliau lebih
memilih untuk menjauh dari mereka. Beliau mencari-cari hakikat, sehingga Allah
SWT membimbingnya untuk menyendiri di gua Hira. Akhirnya, beliau dapat keluar
dari Mekah. Beliau berjalan beberapa mil. Kemudian beliau mulai mendaki dan
mendaki. Setiap kali ia mendaki gunung, maka tempat itu semakin luas. Udara
tampak lembut dan tersingkaplah hijab, dan pandangan semakin terbentang.
Kemudian beliau memasuki gua. Keheningan menyelimuti segala sesuatu, namun hati
tetap sadar dan tidak ada sesuatu yang dapat menghalang-halangi pandangan
internal yang dalam. Dalam suasana kesunyian terkadang lahirlah
pemikiran-pemikiran yang cemerlang yang kemudian menyebarkan sayap-sayapnya dan
membumbung, pertama-tama di atas angkasa gua lalu tersebar menuju ke tempat
yang lebih luas. Tidak ada sesuatu pun yang membatasinya atau mengekang
kebebasannya.
Kita tidak mengetahui fikiran-fikiran apa yang terlintas pada manusia
termulia dan terbesar di atas bumi itu saat beliau duduk di gua Hira beberapa
bulan. Apa yang beliau fikirkan dan apa gerangan yang beliau risaukan? Mimpi
apa yang ada di benaknya dan perasaan-perasaan apa yang lahir dalam hatinya?
Bagaimana keadaan batu-batu yang ada di sisinya? Apakah atom-atom batu yang
berputar di sekelilingnya menyahuti tasbihnya yang diam, seperti atom-atom batu
yang bersahut- sahutan bersama Daud saat ia membaca kitabnya Zabur.
Kami tidak mengetahui secara pasti bentuk kelahiran yang terjadi dalam
dirinya. Yang kita ketahui adalah bahawa beliau tidak berfikir tentang kenabian
dan beliau tidak berfikir untuk memberikan petunjuk kepada manusia; beliau
tidak melakukan praktik-praktik sufisme kerana beliau sudah menjadi seorang
sufi sebelum diutus di tengah-tengah manusia. Kemudian Allah SWT memilihnya
sebagai Nabi lalu beliau meninggalkan uzlahnya dan turun ke medan serta membawa
senjata. Beliau mempertahankan kebenaran, sehingga beliau bertemu dengan
Tuhannya. Mula-mula lahirlah tasawuf dan setelahnya lahirlah jihad di jalan
Allah SWT. Tasawuf
bukanlah puncak atau hasil sebagaimana diyakini oleh manusia sekarang,
tetapi ia adalah permulaan jalan yang panjang di mana pada akhirnya yang
bersangkutan menggunakan senjata sebagai bentuk usaha untuk membela manusia dan
kehormatannya.
Pada suatu hari beliau duduk di gua Hira dan tiba-tiba beliau dikejutkan
dengan kedatangan Jibril yang berdiri di depan pintu gua. Malaikat tersebut
memeluknya erat-erat lalu memerintahkannya untuk membaca sambil berkata:
"Bacalah!" Muhammad bin Abdillah menjawab: "Aku tidak mampu
membaca." Beliau ingin mengatakan bahawa beliau tidak mengenal bacaan dan
tulisan. Kalau begitu, apa yang harus beliau baca? Malaikat kembali memeluknya
dengan kuat sehingga Rasulullah saw menganggap bahawa ia meninggal. Kemudian
malaikat melepasnya dan memerintahkannya untuk membaca. Beliau kembali
menjawab: "Aku tidak bisa membaca." Malaikat yang mulia kembali
memeluknya dan kembali memerintahkan untuk membaca. Dan lagi-lagi Rasulullah
saw menjawab dengan gementar: "Apa yang aku baca?" Kemudian Jibril
membaca permulaan ayat-ayat yang turun kepada beliau:
"Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu Yang menciptakan, Dia telah
menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah dan Tuhanmu lah Yang Paling
Pemurah. Yang mengajar (manusia) dengan perantaraan kalam. Dia mengajarkan
kepada manusia apa yang tidak diketahuinya." (QS. al-'Alaq: 1-5)
Setelah peristiwa itu, Jibril menghilang secara tiba-tiba sebagaimana ia
muncul secara tiba-tiba. Rasulullah saw merasakan dalam dirinya kejadian yang
luar biasa yang pernah dirasakan oleh Nabi Musa saat beliau mendengar
panggilan-panggilan suci di lembah Thuwa. Sebagaimana Nabi Musa lari ketakutan,
maka Muhammad bin Abdillah pun segera menuju ke rumahnya dalam keadaan
ketakutan. Ia turun ke gunung dan kembali ke rumahnya dan kembali ke isterinya.
Tubuhnya yang mulia bergetar dengan keras dan beliau merasakan ketakutan dan
kegelisahan.
Apakah beliau kali ini berhubungan dengan jin atau alam perdukunan? Apakah
beliau telah mengigau sehingga beliau mendengar suara-suara dan melihat
wajah-wajah yang belum pernah dilihatnya? Rasulullah saw mengkhuatirkan dirinya
kerana beliau sangat benci kepada perdukunan. Beliau memasuki rumahnya dengan
keadaan gementar. Beliau berkata kepada isterinya: "Selimutilah aku,
selimutilah aku!" Kemudian isterinya segera menyelimuti dengan selimut
dari wol dan mengusap keringat yang berada di keningnya. Isterinya dikejutkan
dengan kepucatan wajah beliau yang mulia dan kegementaran tubuhnya.
Khadijah bertanya kepadanya: "Apa yang sedang terjadi?" Kemudian
Muhammad saw menceritakan secara terperinci apa yang dialaminya. Kemudian ia
berkata: "Sungguh aku khawatir terhadap diriku." Khadijah mengetahui
bahawa ia sekarang berhadapan dengan masalah yang serius, suatu berita gembira
yang ia tidak mengetahui hakikatnya, suatu berita gembira yang seharusnya tidak
dihadapi Muhammad saw dengan kekhuatiran dan kegelisahan.
Khadijah berkata dengan maksud untuk meredakan ketakutannya:
"Tenanglah. Demi Allah, Allah SWT tidak akan menghinakanmu selama-
lamanya. Sungguh engkau adalah seorang yang baik, yang menyambung tali
silaturahmi, yang berbicara dengan jujur, dan yang menghormati tamu."
Meskipun kalimat-kalimat tersebut penuh dengan kedamaian dan kesejukan,
tetapi kegelisahan Rasul saw juga belum hilang. Kemudian Khadijah pergi bersama
beliau ke rumah Waraqah bin Nofel, yaitu anak dari paman Khadijah. Waraqah
adalah seorang Nasrani dan dia mampu menulis kitab dalam bahasa Ibrani dan ia
cukup mengetahui kitab-kitab Taurat dan Injil di mana matanya telah buta kerana
masa tua.
Khadijah berkata kepadanya: "Wahai putera pamanku, dengarlah dari anak
saudaramu." Waraqah berkata: "Wahai anak saudaraku, apa yang engkau
lihat?" Rasulullah saw menceritakan apa yang dialaminya secara sempurna.
Waraqah berkata sambil mengangkat kepalanya yang tampak kehairanan: "Itu
adalah Namus (Jibril) yang Allah SWT turunkan kepada Musa." Sebagai
seorang yang mengerti, Waraqah bin Nofel mengetahui bahawa ia berada di hadapan
seorang Nabi yang berita gembiranya disampaikan oleh Taurat dan Injil.
Setelah keheningan sesaat, Waraqah berkata: "Seandainya aku masih
hidup ketika kaummu mengeluarkanmu dan mengusirmu." Rasulullah saw
bertanya: "Mengapa aku harus diusir oleh mereka?'' Waraqah menjawab:
"Benar, tidak ada seorang pun yang akan datang seperti dirimu kecuali
engkau akan mengalami penderitaan dan pengusiran. Seandainya aku hadir di saat
itu nescaya aku akan menolongmu."
Demikianlah, akhirnya Islam pun dikembangkan. Kehendak Allah SWT terlaksana
dan Allah SWT telah memilih Nabi yang terakhir di muka bumi dan orang Muslim
yang pertama. Barangkali pembaca akan bertanya: Apa hakikat dari Islam? Apabila
Muhammad saw sebagai Nabi yang terakhir yang diutus oleh Allah SWT di muka bumi
dan kita mengetahui bahawa para nabi semuanya sebagai Muslim, maka bagaimana
beliau dapat dikatakan mendahului mereka dalam keislaman dan menjadi orang
Muslim yang pertama?
Islam yang dibawa oleh Muhammad saw tidak berbeza dalam esensinya dengan
Islam yang dibawa oleh Nabi Nuh, Nabi Musa, Nabi Isa atau nabi yang lain,
tetapi yang berbeza adalah bentuknya, sedangkan esensinya tetap seperti semula,
yakni berdasarkan tauhid. Islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad saw berbeza
dalam bentuknya dengan Islam yang dibawa nabi-nabi sebelumnya kerana sebab yang
penting, yakni bahawa Islam ini merupakan ajaran yang universal dan berisi
aspek kemanusiaan yang abadi. Islam tidak terbatas atas orang-orang Arab tetapi
ia berlaku atas semua golongan. Islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad saw tidak
terbatas untuk kabilah tertentu atau bangsa tertentu atau bumi tertentu atau
lingkungan tertentu atau zaman tertentu, tetapi ia untuk semua manusia. Atau
dengan kata lain, ia merupakan ajakan untuk membangkitkan akal manusia di mana
saja mereka berada tanpa ada batasan tempat atau waktu.
Universalitas ajaran Islam tidak dikenal pada risalah-risalah Ilahi
sebelumnya di mana setiap risalah itu diperuntukkan bagi bangsa tertentu dan
zaman tertentu. Oleh kerana itu, mukjizat-mukjizat yang mengagumkan yang
bersifat sementara seringkali mendukung risalah- risalah yang dahulu. Ketika
Islam datang sebagai bentuk ajakan untuk menghidupkan akal manusia secara
bebas, maka di sana tidak ada alasan untuk membawa mukjizat yang mengagumkan.
Hanya ada satu kata yang dapat dijadikan pembuka untuk berdakwah dan membuka
akal manusia, yaitu kata "iqra"' (bacalah). Dan hendaklah bacaan ini
berdasarkan nama Allah SWT. Dengan nama Tuhanmu yang menciptakan. Dia
menciptakan manusia dari segumpal darah. Cuba Anda
renungkan permulaan pertumbuhan dan puncak pencapaian. Di sini tersembunyi
mukjizat yang hakiki jika Anda berusaha mencari mukjizat yang hakiki.
Bacalah, dan Tuhanmu Yang Maha Mulia, yang memberikan nikmat penciptaan dan
rezeki serta rahmat dan kelembutan. Dia Maha Mulia yang mengajarkan manusia apa
saja yang tidak diketahuinya. Demikianlah esensi dari Islam, yaitu ajakan untuk
membaca. Ia adalah dakwah yang menunjukkan kedudukan ilmu. Allah SWT berfirman:
"Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya
hanyalah orang-orang yang berilmu (ulama)." (QS. Fathir: 28)
Takut kepada Allah SWT tidak akan muncul kecuali berdasarkan ilmu. Mustahil
kebodohan dengan bentuk apa pun akan melahirkan rasa takut. Oleh kerana itu,
dalam pandangan Islam ilmu adalah hal yang pokok. Ia bukan kemewahan dan bukan
hanya perhiasan. Kaum Muslim telah mengalami masa kemuliaan dan kejayaan dan
mereka berhasil menguasai bumi ketika mereka memahami Islam secara benar,
tetapi ketika pemahaman ini jauh dari mereka, maka mereka kembali dalam keadaan
yang paling buruk, bahkan lebih buruk daripada masa jahiliah.
Jadi, ilmu dalam Islam merupakan tujuan yang mulia dan utama dalam
penciptaan alam wujud. Kisah Nabi Adam dan Hawa, sebagaimana diceritakan oleh
Al-Quran adalah bukan semata-mata kisah kesalahan memakan pohon terlarang,
tetapi ia juga kisah yang memiliki dimensi- dimensi yang dalam dan aspek-aspek
yang beraneka ragam. Ketika Anda menyelami kedalamannya, maka Anda akan dapat
menemukan simbol- simbol dari makna-makna yang lebih penting.
Dialog internal yang dialami oleh para malaikat tentang rahsia pemilihan
Nabi Adam untuk memakmurkan bumi dan menjadi khalifah di dalamnya serta
pengajaran yang diperoleh Nabi Adam tentang nama-nama semuanya dan bagaimana
beliau mengemukakan nama-nama tersebut kepada para malaikat, serta
ketidaktahuan mereka tentang nama-nama itu, kemudian usaha Nabi Adam untuk
memberitahu mereka tentang apa yang diketahuinya serta pengetahuan para
malaikat tentang rahsia pemilihan Nabi Adam dan para keturunannya untuk
memakmurkan bumi, semua ini menjadikan tujuan dari penciptaan manusia adalah
pencapaian ilmu atau ma'rifah secara umum. Pandangan tersebut dikuatkan oleh
firman Allah SWT:
"Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia kecuali untuk
menyembah-(Ku)." (QS. adz-Dzariat: 56)
Lalu bagaimana kita memahaminya saat ini dan bagaimana generasi yang
pertama dari kaum Muslim dan dari sahabat-sahabat Rasul saw dan para
pengikutnya dan para tenteranya memahaminya? Saat ini kita memahaminya dengan
pemahaman yang sederhana. Kita mengetahui bahawa kalimat "untuk
menyembah-Ku " bererti ritual dalam beribadah dan aspek-aspek lahiriahnya,
seperti mengucapkan kalimat syahadat, solat, puasa, haji, zakat dan lain-lain.
Sehingga orang-orang yang solat diperbolehkan untuk menyembah Allah SWT di
negeri mereka atau di rumah-rumah mereka, meskipun mereka hidup di bawah
pemikiran orang-orang Barat dan membeli produk-produk yang dibuat mereka serta
memanfaatkan ilmu dan kecanggihan teknologi orang-orang Barat. Namun mereka
sendiri tidak menghasilkan apa-apa. Mereka tidak dapat memberikan kontribusi
kepada kehidupan; mereka tak ubah-nya seperti bulu yang dimainkan oleh ombak.
Sedangkan pemahaman yang dahulu berkaitan dengan kalimat tersebut sebagai
berikut:
"Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia kecuali untuk menyembah-(Ku).
" (QS. adz-Dzariat: 56)
Ibnu Abbas membacanya: "Illa liya'rifuun." (Agar mereka
mengetahui). Perhatikanlah bagaimana pentingnya perbezaan antara
praktek-praktek ibadah dengan bentuk-bentuknya dan kedalamannya yang jauh dalam
ma'rifah yang menyebabkan rasa takut kepada Allah SWT. Orang Muslim yang
pertama meyakini bahawa Allah SWT menciptakannya agar ia mengetahui Allah SWT
atau agar ia mengenal Allah SWT. Sehingga ambisi orang Muslim yang pertama
sangat mengagumkan. Mereka pergi untuk membebaskan dunia semuanya: satu tangan
berpegangan dengan Al- Quran dan tangan yang lain memegang pedang untuk
menghancurkan belenggu-belenggu yang menyeret manusia kepada kesesatan.
Kemudian jatuhlah dari Islam hakikat ilmu, sehingga umat Islam tidak dapat
memimpin kehidupan dan mereka justru mendapatkan kehinaan. Allah SWT berfirman:
"Allah menyatakan bahawasanya tidak ada Tuhan melainkan Dia, Yang
menegakkan keadilan. Para malaikat dan orang-orang yang berilmu (juga
menyatakan yang demikian itu). Tak ada Tuhan melainkan Dia, Yang Maha Perkasa
lagi Maha Bijaksana. Sesungguhnya agama yang diridhai di sisi Allah hanyalah
Islam." (QS. Ali 'Imran: 18)
Setelah kesaksian kepada Allah swt dan kesaksian kepada malaikat, maka
disebutlah secara langsung kesaksian kepada orang-orang yang berilmu. Maka,
adakah penghormatan terhadap ilmu yang lebih besar daripada penghormatan ini?
Ilmu dalam Islam berbeza dengan ilmu dalam peradaban Barat. Memang benar bahawa
Islam yang bertanggungjawab terhadap tumbuhnya pandangan ilmiah dan metode
eksperimental di mana berdasarkan metode ini tegaklah peradaban Barat yang
kemudian melahirkan berbagai produksi, pembuatan, dan penemuan. Dan metode
eksperimental adalah metode al-Istiqra, yaitu suatu metode yang mengikuti
bahagian-bahagian terkecil (parsial) melalui jalan eksperimen yang dapat tunduk
terhadap eksperimen dan melalui jalan memperhatikan hal-hal yang tidak dapat
tunduk terhadap suatu eksperimen, atau melalui jalan matematis murni yang
membutuhkan kepada matematis murni di mana hal itu bertujuan untuk menyingkap
hukum-hukum yang menguasai benda. Sistem ini bidangnya adalah alam dan alatnya
adalah panca indera dan akal. Sistem ini dimanfaatkan oleh seorang Eropa yang
bernama Roger Bikun. Ia mengakui bahawa ia sangat berhutang kepada kaum Muslim
dan peradaban
Islam.
Seorang guru yang bernama Bruicll dalam bukunya Abna' al-Insaniah
menceritakan tentang dasar-dasar peradaban Barat di mana ia berkata:
"Roger Bikun mempelajari bahasa Arab dan ilmu-ilmu Arab di sekolah Oxford
kepada guru-gurunya yang berasal dari Arab di Andalus. Dan Roger Bikun dan
Fenessis Bikun tidak dapat menisbatkan keutamaan yang mereka peroleh dalam
menciptakan sistem eksperimental kepada diri mereka sendiri. Roger Bikun hanya
seorang duta dari duta-duta ilmu. Oleh kerana itu, ia tidak malu ketika
menyatakan bahawa mempelajari bahasa Arab dan ilmu-ilmu Arab adalah jalan
satu-satunya untuk mengetahui kebenaran."
Demikianlah pernyataan pakar-pakar Barat yang jujur. Yang demikian ini bisa
dijadikan sanggahan terhadap orang-orang Barat yang tidak jujur agar mereka
mengetahui bahawa mereka sebenarnya mengambil senjata yang sebenarnya berasal
dari Islam. Dan jika dikatakan bahawa rahsia kebangkitan Barat saat ini dan
keunggulannya atas Timur kembali kepada pengambilannya terhadap sebab-sebab
metode eksperimental, yaitu metode Islam, maka rahsia kehancuran Barat dan
kebingungannya serta kegelisahannya adalah kerana mereka tidak menghubungkan
metode tersebut dengan kebesaran Allah SWT sebagaimana semestinya. Metode
eksperimen-tal - sebagaimana diambil orang-orang Barat - dimulai dari alam dan
berakhir kepadanya sebagai sesuatu tujuan. Jadi, ruang lingkup pembahasan mereka
adalah berkisar kepada materi, dan alat-alat pembahasan adalah eksperimen dan
pengamatan serta istiqra.
Tiada setelah alam kecuali kematian dan kematian adalah rahsia yang misteri
dan melawannya adalah hal yang mustahil. Kita tidak mengetahui apa yang terjadi
setelah kematian; kita tidak mengetahui sesuatu pun tentang roh. Tidak ada
hubungan antara ilmu dan akhlak; tidak ada jawapan dari ilmu tentang tujuan
kehidupan ini. Kita hanya mempelajari aspek-aspek lahiriah dan mencapai
hukum-hukumnya saja. Demikianlah pandangan Barat tentang ilmu di mana ia hanya
sekadar alat dan sarana untuk mengatur alam dan berusaha menguasainya.
Sedangkan metode ilmiah dalam Islam menyatakan bahawa gerakan atom dengan
gerakan sistem tata suria di bawah kendali Zat Yang Maha Tahu dan Zat Yang Maha
Pencipta. Ilmu dalam Islam justru membimbing manusia untuk menuju Allah SWT:
"Dan bahawasanya kepada Tuhanmu lah kesudahan (segala sesuatu). "
(QS. an-Najm: 42)
Ilmu justru menghantarkan manusia untuk mencapai rasa takut kepada Allah
SWT sebagaimana membimbingnya beribadah kepadanya dan mencintai-Nya:
"Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya
hanyalah orang-orang yang berilmu (ulama)." (QS. Fathir: 28)
Islam datang dan mengajak manusia untuk membaca, mengetahui, dan takut
kepada Allah SWT serta hanya beribadah kepadanya. Jika ilmu merupakan sayap
pertama di dalam Islam, maka sayap yang kedua adalah kebebasan. Rasulullah saw
memberitahu dan menyatakan bahawa tidak ada Tuhan selain Allah SWT dan tidak
ada sembahan selain Allah SWT.
Seruan ini mengisyaratkan keruntuhan tuhan-tuhan yang mengusai bumi
semuanya, baik tuhan yang berupa kepentingan-kepentingan peribadi, kekayaan,
raja, penguasa, pemikiran-pemikiran yang mengusai manusia, warisan para datuk
dan nenek, berhala-berhala yang terbuat dari batu dan kayu, mahupun berbagai
macam tuhan lain yang bohong. Adalah salah jika seseorang membayangkan bahawa
kalimat "tiada Tuhan selain Allah" hanya sekadar hiasan mulut seorang
Muslim di mana segala sesuatu yang ada di sekitarnya penuh dengan kebohongan
dan tidak membenarkan apa yang dikatakannya. Kalimat tersebut dalam Islam
merupakan pergelutan besar bersama kegelapan yang ada pada diri manusia, suatu
pergelutan yang berakhir pada penyerahan diri; pergelutan yang akan berpindah
pada kehidupan yang lebih berat, sehingga kehidupan akan berserah diri. Dan
mustahil pergelutan itu akan terjadi kecuali jika terpenuhi suatu kebebasan:
kebebasan akal untuk meragukan dan menolak dan kebebasan yang berakhir kepada
pencapaian batas-batasnya dan kemampuannya serta kebebasan yang meninggi untuk
mencapai keimanan yang dalam dan kukuh. Itu adalah tanggung jawab yang berarti
bahawa ia harus memikul senjata untuk membebaskan orang lain sebagaimana ia
membebaskan dirinya sendiri. Demikianlah esensi dari Islam, yaitu ilmu yang
berdiri di atas kebebasan dan tanggung jawab yang tumbuh dari kebebasan, dan
buah terakhirnya adalah tauhid dalam kedalamannya yang jauh.
Jika tauhid difahami secara benar, maka manusia akan terbebas dari
penyembahan selain Allah SWT: manusia akan bebas terhadap rasa takut dari
kematian, kekhuatiran atas rezeki, manusia akan terbebas dari sikap bakhil dan
ketakutan terhadap hari-hari yang akan datang.
Muhammad bin Abdillah datang untuk menyerukan bahawa hanya Allah SWT yang
patut disembah dan bahawa semua manusia adalah hamba- hamba-Nya. Dengan
membebaskan manusia dari menyembah sesama mereka, maka kebebasan yang hakiki
telah dimulai. Rasulullah saw memberitahu bahawa kematian adalah perpindahan
dari satu rumah ke rumah yang lain. Ia bukan akhiran yang misteri dari
kehidupan yang tidak dapat difahami, tetapi ia hanya sekadar perpindahan. Takut
kepada kematian tidak akan menyelamatkan dari kematian itu sendiri, dan cinta
kepada kehidupan tidak akan memanjangkan ajal. Pada setiap ajal ada
ketentuannya. Maka keberanian merupakan unsur dari unsur-unsur pembentukan
keperibadian Islam dan bahagian dari bahagian-bahagian sel yang ada dalam tubuh
seorang Muslim.
Rasulullah saw juga menyatakan bahawa rezeki di dunia sudah dijamin dan
ditentukan oleh Allah SWT:
"Dan tidak ada suatu binatang melata pun di bumi melainkan Allah- lah
yang memberi rezekinya. " (QS. Hud: 6)
Jibril mewahyukan kepada Rasul saw bahawa suatu jiwa tidak akan memenuhi
ajalnya sehingga rezekinya disempurnakan. Jika demikian halnya, maka tidak ada
alasan bagi manusia untuk khawatir terhadap rasa lapar dan gelisah terhadap
hari esok. Semua ini terjadi dalam ruang lingkup mengambil atau melalui jalan-jalan
menuju sebab. Yakni berusaha untuk mencapai rezeki yang merupakan kewajipan
bagi orang Muslim dan percaya terhadap kedermawan Allah SWT yang juga merupakan
suatu kewajipan bagi orang Muslim untuk mempercayainya. Allah SWT berfirman:
"Dan di langit terdapat (sebab-sebab) rezekimu dan terdapat (pula) apa
yang dijanjikan kepadamu. " (QS. adz-Dzariat: 22)
Allah SWT telah menjamin rezeki di dunia dan memerintahkan manusia untuk
berusaha mencapai rezeki di akhirat. Rezeki di dunia adalah sesuatu yang sudah
dijamin, sehingga manusia tidak perlu melakukan usaha yang terlalu sengit untuk
mencapainya. Cukup baginya untuk berusaha secara benar dan seimbang. Sedangkan
berkenaan dengan rezeki akhirat, Allah SWT memerintahkan manusia untuk berusaha
mencapainya kerana ia adalah rezeki yang Allah SWT tidak menjaminnya kecuali
jika manusia berhasil melampaui dua jihad: jihad yang besar dan jihad yang
kecil. Jihad besar adalah jihad melawan hawa nafsu dan jihad kecil adalah jihad
melawan musuh di medan perang.
Dengan terbebasnya seorang Muslim dari kerisauan pada kematian, rezeki, dan
rasa takut, maka Islam memberi seorang Muslim senjatanya dan alat-alatnya dan
ia memerintahkannya untuk mulai memerangi kekuatan-kekuatan kelaliman di muka
bumi. Allah SWT berfirman tentang umat Islam:
"Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh
kepada yang makruf, dan mencegah dari yang mungkar, dan beriman kepada
Allah." (QS. Ali 'Imran: 110)
Perhatikanlah, bagaimana Allah SWT menyebutkan amal makruf nahi mungkar
sebelum keimanan kepada Allah SWT. Ini dimaksudkan agar akal manusia tergugah
akan pentingnya jihad di jalan Allah SWT. Amal makruf dan nahi mungkar tidak
terwujud semata-mata dengan memegang tongkat dan mencambukannya kepada punggung
orang-orang Islam yang tidak solat; ia juga tidak berupa usaha untuk menahan
orang-orang Muslim yang tidak berpuasa. Masalah itu lebih penting dan lebih
besar dari sekadar memperhatikan hal-hal yang bersifat lahiriah, sedangkan
hal-hal yang bersifat batiniah tidak diperhatikan.
Ayat tersebut berarti, hendaklah seorang Muslim membawa senjata dan
berdakwah di jalan Allah SWT serta memerangi orang-orang lalim di muka bumi.
Abu Bakar berkata: "Wahai manusia, kalian membaca ayat berikut ini:"
"Hai orang-orang yang beriman, jagalah dirimu. Tiadalah orang yang
sesat itu akan memberi mudarat kepadamu apabila kamu telah mendapat
petunjuk," (QS. al-Maidah: 105)
Dan aku mendengar Rasulullah saw bersabda: "Sesungguhnya ketika
masyarakat melihat orang yang lalim dan mereka tidak menghentikannya, maka
Allah SWT akan menimpakan azab kepada mereka semua."
Penafsiran Abu Bakar terhadap ayat tersebut sangat jelas ertinya. Yakni
bahawa pelaksanaan ayat tersebut dapat diwujudkan dengan adanya jihad di jalan
Allah SWT dengan mengangkat senjata sebagai usaha untuk menghentikan
orang-orang yang lalim. Setelah itu, seorang Muslim dapat mengatakan: "Aku
telah melaksanakan tugasku dan tidak akan berdampak kepadaku orang yang sesat
setelah aku memberikan petunjuk."
Demikianlah pemahaman orang-orang Islam yang pertama. Maka bandingkanlah
pemahaman tersebut dengan pemahaman kita saat ini di mana kita telah kehilangan
keberanian, dan rasa takut telah menghinggapi tubuh orang-orang Islam. Kaum
Muslim lebih mengutamakan keselamatan diri mereka daripada memerangi orang-
orang yang lalim.
Muhammad bin Abdillah datang dengan membawa risalah Islam yang di dalamnya
terdapat perintah Ilahi untuk memerangi orang-orang yang lalim dan
mempertahankan kehormatan orang-orang yang tertindas di muka bumi. Allah SWT
berfirman:
"kerana itu, hendaklah orang-orang yang menukar kehidupan dunia dengan
kehidupan akhirat berperang di jalan Allah. Barang siapa yang berperang di
jalan Allah, lalu gugur atau memperoleh kemenangan, maka kelak akan Kami
berikan kepadanya pahala yang besar. Mengapa kamu tidak mau berperang dijalan
Allah dan (membela) orang-orang yang lemah baik laki-laki, wanita-wanita
mahupun anak- anak yang semuanya berdoa: 'Ya Tuhan kami, keluarkanlah kami dari
negeri ini yang lalim penduduknya dan berilah kami pelindung dari sisi-Mu, dan
berilah kami penolong dari sisi-Mu. " (QS. an-Nisa': 74-75)
Muhammad bin Abdillah membacakan kepada kaumnya tentang penafsiran Allah
SWT berkenaan dengan makna kejayaan yang besar:
"Sesungguhnya Allah telah membeli dari orang-orang mukmin diri dan
harta mereka dengan memberikan syurga untuk mereka. Mereka berperang di jalan
Allah, lalu mereka membunuh atau terbunuh. (Itu telah menjadi) janji yang benar
dari Allah di dalam Taurat, Injil, dan Al-Quran. Dan siapakah yang lebih
menepati janjinya (selain) daripada Allah?, maka bergembiralah dengan jual beli
yang telah kamu lakukan itu, dan itulah kemenangan yang besar." (QS. at-
Taubah: 111)
Bacalah ayat tersebut dua kali dan renungkanlah tentang kedermawan Allah
SWT. Betapa tidak, Dia membeli jiwa orang-orang mukmin dan harta mereka,
padahal jiwa tersebut dan harta tersebut pada hakikatnya adalah milik-Nya
sendiri. Lihatlah bagaimana kemuliaan Allah SWT di mana Dia membeli harta
milik-Nya yang khusus dengan syurga dan bagaimana Allah SWT menganjurkan
orang-orang Islam untuk berperang, dan Dia memberitahu mereka bahawa urusan
memerangi orang-orang lalim dan orang-orang yang tersesat bukanlah hal yang
baru atas orang- orang Islam. Allah SWT telah memerintahkan hal tersebut dalam
Injil dan Taurat. Sebagaimana
Nabi Isa diutus dengan pedang, seperti yang disebutkan dalam lembaran-
lembaran atau buku-buku orang-orang Nasrani, maka Nabi Musa pun diutus dengan
membawa pedang. Dan ketika Bani Israil berkata kepada Nabi Musa, "pergilah
engkau bersama Tuhanmu dan berperanglah, dan kami hanya di sini duduk-duduk
saja,", maka kehendak Ilahi menetapkan agar mereka mendapatkan kesesatan
selama empat puluh tahun sebagai akibat dari perbuatan mereka itu, agar
generasi yang lemah dan hina itu hancur yang mereka justru tidak memenuhi
panggilan Allah SWT dan mereka membiarkan Nabi Musa bersama Tuhannya berperang,
padahal peperangan itu merupakan tanggung jawab mereka dan tugas mereka yang
harus mereka emban sebagai pengikut Nabi Musa.
Demikianlah esensi dari ajaran Islam sebagaimana yang dibawa oleh Muhammad
bin Abdillah. Yakni ajakan untuk membaca dan menggali ilmu serta mendapatkan
kebebasan dan yang terpenting adalah usaha melawan kekuatan-kekuatan lalim.
Suatu ajakan yang universal yang tidak dikhususkan untuk kalangan tertentu atau
untuk warna kulit tertentu atau untuk kaum tertentu atau untuk tempat tertentu;
suatu ajakan kemanusiaan yang komprehensif yang universal yang ingin mengikat
ilmu dan kebebasan dan jihad dengan tujuan yang lebih tinggi, yaitu mencapai
tauhid kepada Allah SWT dan menyucikan-Nya serta keimanan terhadap hari
kemudian dan kebangkitan manusia semuanya di hadapan Allah SWT.
Adalah salah jika ada orang yang menganggap bahawa Islam hanya
memperhatikan aspek akhirat dan melupakan aspek duniawi. Menurut Islam dunia
adalah lembar-lembar jawapan yang akan di koreksi di hari akhir. Ia adalah
ujian dan tempat percubaan bagi manusia agar manusia mengetahui apakah ia layak
untuk mendapatkan kemuliaan dari Allah SWT yang telah diberikan kepada Adam.
Atau apakah ia justru layak untuk jadi bahagian dari tanah neraka Jahim dan
batunya, sebagaimana firman Allah SWT:
"Yang bahan bakarnya manusia dan batu. " (QS. al-Baqarah: 24)
Rasulullah saw telah menjelaskan hikmah dari penciptaan manusia, penciptaan
kehidupan dan kematian ketika beliau menyampaikan firman Allah SWT dalam surah
al-Mulk:
"Yang menjadikan mati dan hidup, supaya Dia menguji kamu, siapa di
antara kamu yang lebih baik amalnya. " (QS. al-Mulk: 2)
Dunia adalah rumah pergelutan. Dan Allah SWT telah menciptakan kehidupan
dan kematian agar manusia menyedari siapa di antara mereka yang terbaik
amalnya. Tentu pengetahuan ini tidak akan menambah kekuasaan Allah SWT.
Pengetahuan itu justru dibutuhkan oleh manusia. Allah SWT menciptakan manusia
agar manusia mengetahui, dan pengetahuan yang paling penting adalah pengetahuan
atau pengenalan terhadap diri. Dan pada hari kiamat manusia akan mengenal
dirinya secara sempurna dan ia akan mengenal balasan yang akan di terimanya
secara sempurna.
Dan barangkali mukadimah yang kami sarikan dari hari akhir ini mengharuskan
kehidupan di atas bumi dipenuhi dengan kesucian dan kebersihan, yaitu diliputi
dengan kemanusiaan yang sempurna yang di dalamnya manusia layak untuk hidup.
Demikianlah Islam yang dibawa oleh Muhammad saw. Inilah asasnya dan hakikatnya.
Itu adalah pondasi dan hakikat yang tidak diciptakan oleh Muhammad saw dan tak
didahului oleh rasul-rasul sebelumnya. Hakikat risalah-risalah yang dulu
semuanya adalah tauhid dan mempertahankan kebenaran serta keimanan terhadap
hari akhir dan menyerahkan jiwa dan anggota tubuh hanya kepada Allah SWT. Yang
baru dalam Islam adalah ilmu, kebebasan dan universalitas ajaran Islam serta
warna keadilan yang sangat kental, sehingga sangat tepat jika dikatakan bahawa
karakter dari Islam adalah keadilan. Barangkali bahagian ini perlu
diperhatikan.
Meskipun agama-agama samawi pada esensinya satu, tetapi kehendak Allah
menuntut turunnya lebih dari agama dan lebih dari satu nabi. Kehendak tersebut
menuntut agar pada setiap agama terdapat karakter yang khusus yang
menggambarkan bentuk yang paling tepat sesuai dengan kebutuhan utama yang di
situ agama itu diturunkan dan sesuai dengan waktu saat itu. Orang-orang Yahudi
misalnya, mereka hidup di tengah-tengah suasana penyembahan berhala di kalangan
orang-orang Mesir kuno. Yahudisme diturunkan pada Bani Israil yang suka
membangkang dan kerana itu, karakter utamanya adalah ketegasan (as- Sharamah)
agar mereka tidak terpengaruh dengan fenomena berhalaisme ala Mesir atau mereka
terkena pengaruh dari tindakan semena-mena Fir'aun. Dengan ketegasan inilah
agama Yahudi selamat dan dapat menjadi risalah penyelamatan dan pembebasan.
Namun Bani Israil yang memperbudak manusia dan mempunyai hati yang keras
pada saat yang sama mereka keluar dari Fir'aun untuk masuk ke cengkaman
orang-orang Romawi di mana orang-orang Romawi justru lebih lalim dan lebih kuat
dari orang-orang Mesir. Oleh kerana itu, orang- orang Masehi bertanggungjawab
untuk melakukan pembebasan baru tetapi dengan cara yang berbeza sesuai dengan
perubahan keadaan. Cara tersebut adalah menjauhkan penggunaan kekuatan
bersenjata kerana kekuatan orang-orang Romawi mengungguli kekuatan saat itu dan
menguasai bumi secara keseluruhan. Maka kemenangan yang mungkin dapat diperoleh
adalah dengan cara menghindari tindak kekerasan dan lebih mengutamakan
pendekatan cinta. Dan pada kali yang lain orang- orang Masehi memperoleh kemenangan
melalui cara kedamaian dan cinta yang disebarkannya atas imperialisme Romawi
dengan segala senjatanya dan kekuasaannya.
Adapun Islam datang sebagai agama yang terakhir dan menyeluruh yang layak
untuk diterapkan di muka bumi, sehingga Allah SWT mewariskan bumi dan apa saja
yang ada di dalamnya kepada orang-orang yang berhak mewarisinya. Oleh kerana
itu, agama yang terakhir ini harus mempunyai karakter khusus dan karakter itu
adalah karakter keadilan.
Ketegasan hanya cocok untuk zaman tertentu dan kelompok tertentu dan
keadaan tertentu, sedangkan cinta adalah contoh yang tertinggi, tetapi ia tidak
dapat menjadi sesuatu tolok ukur untuk dibandingkan dengan tindakan-tindakan
tertentu atau untuk dijadikan alat untuk melakukan sesuatu. Dan jika ia menjadi
tolok ukur bagi orang-orang yang memilki perasaan yang tinggi atau budaya yang
tinggi, maka ia tidak dijadikan tolok ukur umum dan universal. Adapun keadilan,
maka ia menjadi karakter Islam yang berarti keseimbangan dalam sifat-sifat
keutamaan dan meletakkan segala sesuatu pada tempatnya. Ini adalah tolok ukur
yang menyeluruh dan barometer yang akhir. Dan barangkali kebesaran keadilan dan
pengaruhnya dalam pengaturan alam bersandarkan kepada firman Allah SWT:
"Allah menyatakan bahawasanya tidak ada Tuhan melainkan Dia. Yang
menegakkan keadilan. Para malaikat dan orang-orang yang berilmu (juga
menyatakan yang demikian itu)." (QS. Ali 'Imran: 18)
Apabila Allah SWT dalam Islam merupakan cermin yang tertinggi, maka
keadilan yang disaksikan oleh Allah SWT terhadap diri-Nya sendiri harus menjadi
karakter Islam dan kaum Muslim. Keadilan dalam Islam bukan hanya keadilan
ekonomi atau keadilan hukum atau keadilan dalam balasan, tetapi ia mencakup
semuanya. Sebelum semua ini dan sesudahnya, keadilan dalam Islam merupakan
suatu sistem dalam kehidupan dan metode utama dalam Islam.
Ketika Anda memalingkan pandangan Anda dalam Islam, maka Anda akan
menemukan keadilan menghiasi seluruh wajah Islam. Di sana terdapat keadilan
antara agama-agama yang dulu, keadilan antara individu dan masyarakat, keadilan
antara dunia dan agama, keadilan antara lelaki dan wanita, keadilan untuk
orang-orang yang fakir dan orang-orang yang kaya, keadilan antara para penguasa
dan rakyat, bahkan dengan keadilan itu sendiri bumi dan langit ditegakkan dan
Allah SWT menyebut diri-Nya sebagai al-'Adl (Yang Maha Adil).
Selanjutnya, Islam adalah agama yang sudah lama sebagaimana lamanya
kedatangan para nabi. Nabi Nuh as berkata dalam surah Yunus:
"Jika kamu berpaling (dari peringatanku), aku tidak meminta upah
sedikit pun darimu. Upahku tidak lain hanyalah dari Allah belaka dan aku
disuruh supaya aku termasuk golongan orang-orang yang berserah diri
(kepadanya)." (QS. Yunus: 72)
Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail as berkata dalam surah al-Baqarah saat
keduanya membangun Ka'bah:
"Ya Tuhan kami, terimalah dari kami (amalan kami), sesungguhnya
Engkaulah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. Ya Tuhan Kami, jadikanlah
kami berdua orang yang tunduk patuh kepada Engkau dan tunjukkanlah kepada kami
cara-cara dan tempat-tempat ibadat haji kami, dan terimalah taubat kami.
Sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Menerima taubat lagi Maha Penyayang. "
(QS. al-Baqarah: 127-128)
Nabi Ibrahim tidak lupa untuk berwasiat kepada keturunannya dan di antara
mereka adalah Yakub agar mereka mati dalam keadaan Islam. Allah SWT berfirman:
"Dan Ibrahim telah mewasiatkan ucapan itu kepada anaknya, Demikian
pula Yakub. (Ibrahim berkata): 'Hai anak-anakku, Sesungguhnya Allah telah
memilih agama ini bagimu, maka janganlah kamu mati kecuali dalam memeluk agama
Islam.'" (QS. al-Baqarah: 132)
Ketika kematian mendekati Yakub, beliau mengumpulkan anak-anaknya di
sekelilingnya dan bertanya kepada mereka:
"Apa yang kamu sembah sepeninggalanku? Mereka menjawab: 'Kami akan
menyembah Tuhanmu dan Tuhan nenek moyangmu, Ibrahim, Ismail, dan Ishaq, (yaitu)
Tuhan Yang Maha Esa dan kami hanya tunduk patuh kepadanya.'" (QS.
al-Baqarah: 133)
Allah SWT memberitahu kita dalam surah Yunus tentang perkataan Nabi Musa
kepada kaumnya:
"Hai kaumku, jika kamu beriman kepada Allah, maka bertawakallah
kepada-Nya saja, jika kamu benar-benar orang yang berserah diri." (QS.
Yunus: 84)
Sementara itu, Nabi Sulaiman adalah seorang Muslim sesuai dengan nas
ayat-ayat yang menceritakan tentang kisahnya bersama Ratu Saba' ketika Ratu
tersebut berkata:
"Ya Tuhanku, sesungguhnya aku telah berbuat lalim terhadap diriku dan
aku berserah diri bersama Sulaiman kepada Allah, Tuhan semesta alam." (QS.
an-Naml: 44)
Demikian juga Nabi Yusuf, beliau berdoa kepada Allah SWT dan meminta
kepadanya agar mematikannya sebagai orang Muslim dan memasukannya dalam
kelompok orang-orang yang saleh. Allah SWT berfirman dan bercerita tentang Yusuf
dalam surah Yusuf:
"Ya Tuhanku, sesungguhnya Engkau telah menganugerahkan kepadaku
sebahagian kerajaan dan telah mengajarkan kepadaku sebahagian ta'bir mimpi. (Ya
Tuhan) Pencipta langit dan bumi, Engkaulah Pelindungku di dunia dan di akhirat,
wafatkanlah aku dalam keadaan Islam dan gabungkanlah aku dengan orang-orang
yang saleh." (QS.Yusuf: 101)
Sementara itu dalam surah al-Maidah, Allah SWT mewahyukan kepada kaum
Hawariyin agar mereka beriman kepadanya dan kepada rasul-Nya lalu mereka
berkata:
"Kami telah beriman dan saksikanlah (wahai rasul) bahawa Sesungguhnya
kami adalah orang-orang yang patuh (kepada seruanmu)." (QS. al-Maidah:
111)
Jadi, Nabi Nuh, Nabi Ibrahim, Nabi Ismail, Nabi Yakub, Nabi Musa Harun,
Nabi Sulaiman, Nabi Yusuf, Nabi Isa adalah nabi-nabi yang Muslim sesuai dengan
nas ayat-ayat tersebut. Maka seluruh nabi adalah orang-orang Muslim, lalu
bagaimana Nabi Muhammad saw sebagai Nabi yang terakhir dikatakan sebagai orang
Muslim yang pertama?
Allah SWT berfirman dalam surah al-An'am yang ditujukan kepada Nabi yang
terakhir:
"Katakanlah: 'Sesungguhnya solatku, ibadatku, hidupku dan matiku
hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam, tiada sekutu bagi-Nya; dan demikian
itulah yang diperintahkan kepadaku dan aku adalah orang yang pertama-tama
menyerahkan diri (kepada Allah).'" (QS. al- An'am: 162-163)
Maka, bagaimana beliau menjadi orang Muslim yang pertama, padahal penamaan
umat
beliau dengan sebutan al-Muslimin adalah penamaan yang sebenarnya sudah
dahulu
dikenal di kalangan nabi-nabi yang terdahulu dan kedatangannya ke alam
wujud dan
penamaan agamanya dengan sebutan al-Islam sebenarnya berhutang kepada
datuknya
yang jauh, yaitu Nabi Ibrahim. Allah SWT berfirman dalam surah al-Hajj:
"Dan Dia sekali-kali tidak menjadikan untuk kamu dalam agama suatu
kesempitan. (Ikutilah)
agama orang tuamu Ibrahim. Dia telah menamai kamu sekalian orang- orang
Muslim
dari dahulu. " (QS. al-Hajj: 78)
Tidak ada pertentangan dalam pendahuluan para nabi dengan sebutan al-
Muslimin daripada Rasulullah saw dan kedudukan beliau sebagai orang Muslim yang
pertama. Tentu kata al-Awwal (yang pertama) di sini tidak difahami dari sisi
waktu atau masa kemunculan, tetapi yang dimaksud dengan orang Muslim di sini
adalah akmalul muslimin (orang yang paling sempurna di antara orang-orang
Muslim). Suatu kali Aisyah pernah ditanya tentang akhlaknya Rasulullah saw lalu
dia menjawab dengan kalimatnya yang singkat: "Akhlak beliau adalah
Al-Quran."
Kita mengetahui bahawa Al-Quran al-Karim menetapkan akhlak yang mulia
meskipun dalam batasannya yang sederhana dan rendah, dan menyebutkan keutamaan
akhlak dalam tingkatannya yang tinggi. Oleh kerana itu, akhlak seperti apa yang
dimiliki oleh Rasulullah saw: apakah beliau memiliki akhlak yang sifatnya
tengah-tengah, atau apakah beliau mendahului dalam kebaikan, atau apakah beliau
termasuk ashabul yamin (orang-orang yang berasal di sebelah kanan), atau apakah
beliau termasuk al-Muqarrabin (orang-orang yang dekat dengan Allah SWT)?
Rasulullah saw tidak hanya memiliki semua karakter tersebut dan atribut
tersebut, bahkan kedudukan beliau lebih dari itu semua. Beliau berada di puncak
dari segala puncak keutamaan akhlak, sehingga beliau berhak untuk mendapatkan sebutan
dari Allah SWT:
"Dan sungguh pada dirimu terdapat budi pekerti yang agung. " (QS.
al- Qalam: 4)
Para Mufasir berbeza pendapat tentang makna dari al-Huluqul 'adzim (budi
pekerti yang agung). Sebahagian mereka mengatakan bahawa yang dimaksud adalah
Al-Quran. Sebahagian yang lain mengatakan itu adalah Islam. Ada juga yang
mengatakan bahawa beliau tidak memiliki sesuatu kecuali keinginan untuk menuju
jalan Allah SWT.
Dalam Al-Qur'an al-Karim terdapat penjelasan tentang darjat beliau yang
tinggi dalam dua ayat yang mulia. Ayat yang pertama adalah firman-Nya:
"Katakanlah: 'Sesungguhnya solatku, ibadatku, hidupku dan matiku
hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam, tiada sekutu bagi-Nya; dan demikian
itulah yang diperintahkan kepadaku dan aku adalah orang yang pertama-tama
menyerahkan diri (kepada Allah).'" (QS. al- An'am: 162-163)
Beliau adalah orang yang paling utama di antara manusia semuanya; beliau
memiliki keutamaan yang melebihi semua manusia; beliau memiliki rahmat dan
kemuliaan yang tidak dapat ditandingi oleh seseorang pun. Meskipun beliau
datang sebagai Nabi yang terakhir namun justru kerana posisi beliau sebagai
Nabi yang terakhir, maka beliau menjadi bata yang terakhir dalam pembangunan
rumah kenabian yang tinggi, sehingga bata yang terakhir itu harus menjadi
puncak pembangunan manusia. Sedangkan ayat yang kedua adalah firman-Nya:
"Dan Kami tidak mengutusmu kecuali sebagai rahmat bagi alam
semesta." (QS. al-Anbiya': 107)
Beliau bukan hanya menjadi rahmat bagi orang-orang Arab saja; beliau bukan
hanya menjadi rahmat bagi orang-orang Quraisy dan beliau bukan menjadi rahmat
bagi zamannya saja, begitu juga beliau tidak menjadi rahmat bagi jazirah Arab
saja, tetapi beliau menjadi rahmat bagi alam semesta; beliau senantiasa menjadi
rahmat bagi alam semesta: dimulai dari diturunkannya wahyu kepadanya dengan
kalimat iqra hingga Allah SWT mewariskan bumi dan apa saja yang ada di dalamnya
kepada orang- orang yang berhak mewarisinya sampai hari kiamat. Alhasil, beliau
adalah rahmat yang dihadiahkan kepada manusia; beliau adalah rahmat yang tidak
menonjolkan mukjizat yang mengagumkan, tetapi beliau adalah rahmat yang memulai
dakwah dengan mengutamakan fungsi akal atau pembacaan dua kitab: pertama,
pembacaan kitab alam atau Al- Qur'an yang diciptakan atau kalimat-kalimat Allah
SWT yang terdiri dari jutaan bentuk dan kedua pembacaan Al-Qur'an yang
diturunkan melalui malaikat Jibril di mana ia merupakan kalamullah yang abadi.
Dan kitab alam dibaca dengan ribuan cara: dibaca melalui penelusuran dunia:
"Katakanlah: 'Berjalanlah kamu di muka bumi dan amat-amatilah.'"
(QS. an-Naml: 69)
Atau dibaca melalui usaha menyingkap misteri dan penggunaan akal:
"Kami akan memperlihatkan kepada mereka tanda-tanda (kekuasaan) Kami
di segenap penjuru dan pada diri mereka sendiri, sehingga jelaslah bagi mereka
bahawa Al-Qur'an itu adalah benar. " (QS. Fushilat: 53)
Atau dibaca melalui ilmu dan pengamatan:
"Atau siapakah yang telah menjadikan bumi sebagai tempat berdiam, dan
yang telah menjadikan sungai-sungai di celah-celahnya, dan yang menjadikan
gunung-gunung untuk (mengukuhkan)nya dan menjadikan suatu pemisah antara dua
laut 1 Apakah di samping Allah ada tuhan (yang lain)? Bahkan (sebenarnya)
kebanyakan dari mereka tidak mengetahui." (QS. an-Naml: 61)
Jika di sana terdapat ribuan jalan atau cara untuk membaca kalimat- kalimat
Allah SWT dan kitab alam, maka di sana terdapat satu jalan untuk membaca
kalamullah yang abadi, yaitu hendaklah Al-Qur'an dibaca dengan mata hati dan
kecemerlangan basirah, sehingga Al-Qur'an menjadi bahagian akhlak dari yang
membaca sesuai dengan kemampuannya.
Sebelum turunnya Al-Qur'an, dunia diliputi dengan kekurangan, baik secara
materi, rohani, undang-undang mahupun dari dimensi kehidupan yang biasa melekat
pada manusia saat itu. Dan sebelum diutusnya Rasul saw yang beliau adalah
manusia yang sempurna dan paling utama, alam belum mencapai puncak dari
penyerahan diri kepada Allah SWT atau puncak dari keutamaan akhlak. Ketika
Rasulullah saw diutus, maka manusia mengalami kesempurnaan dan mampu mencapai
tingkat kesempurnaannya. Dengan Kitab yang mulia ini dan Nabi yang pengasih,
Allah SWT yang menyempurnakan agama bagi manusia dan menyempurnakan nikmat-Nya
atas mereka, sebagaimana firman-Nya:
"Pada hari ini telah Ku-sempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah
Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama
bagimu. " (QS. al-Maidah: 3)
Namun semua itu tidak terwujud begitu saja, Nabi yang mulia harus berjuang
secara serius dan sungguh-sungguh, sehingga beliau menjadi manusia yang paling
layak untuk mendapatkan pujian penduduk bumi dan penduduk langit. Dan
Rasulullah saw telah melakukan semua itu. Kita tidak mengenal seorang nabi yang
perasaannya dihina dan dicaci maki lebih dari apa diterima oleh Muhammad bin
Abdillah; kita tidak mengenal seorang nabi yang memikul berbagai penderitaan,
dan memiliki kesabaran yang mengagumkan di jalan Allah SWT sebagaimana yang
ditunjukkan oleh Nabi kita.
Kemudian, seorang yang diutus oleh Allah SWT sebagai rahmat bagi alam
semesta tidak akan mengajak manusia menuju kebenaran kecuali jika manusia
tersebut dari kalangan orang-orang yang kafir dan membangkang. Beliau berdakwah
bagi orang yang berhak mendapatkan dakwah; beliau siap memikul tanggung jawab
dakwah dengan berbagai tantangan dan cubaannya; beliau menunjukkan kesabaran
yang luar biasa. Setelah itu, beliau datang kepada Allah SWT dengan hati yang
puas dan air mata yang bercucuran dan dengan suara berbisik berkata: "Ya
Allah, jika tidak ada kemurkaan pada diri-Mu, maka aku tidak akan peduli dengan
manusia." Segala sesuatu akan menjadi mudah jika di sana terdapat ridha
Allah SWT.
Setelah turunnya wahyu kepada Rasul saw, beliau memulai tahapan dakwah dan
mengajak manusia untuk menyembah Allah SWT. Dimulailah dakwah secara rahsia
yang berlangsung selama tiga tahun dalam persembunyian.
Mula-mula Ummul Mu'minin, Khadijah binti Khuwailid beriman kepadanya, lalu
beriman juga sahabatnya, Abu Bakar sebagaimana beriman kepadanya anak pamannya,
Ali bin Abi Thalib yang saat itu masih kecil dan hidup di bawah asuhan
Muhammad, dan juga beriman kepadanya Zaid bin Tsabit, seorang pembantunya.
Kemudian Abu Bakar juga ikut berdakwah, sehingga ia memasukkan dalam dakwah
teman- temannya, seperti Usman bin Affan, Thalha bin Ubaidilah, dan Sa'ad bin
Abi Waqas. Juga beriman seorang Masehi, yaitu Waraqah bin Nofel dan Rasulullah
saw melihatnya setelah kematiannya tanda kesenangan yang itu menunjukkan
ketinggian darjatnya di sisi Allah SWT. Setelah itu, Abu Dzar al-Ghifari juga
masuk Islam, lalu disusul oleh Zubair bin Awam dan Umar bin 'Anbasah serta
Sa'id bin 'Ash. Jadi, Islam mulai mengepakkan sayapnya secara rahsia di Mekah.
Kemudian berita tersebarnya akidah yang baru ini sampai kepada
pembesar-pembesar Quraisy, tetapi mereka tidak begitu peduli. Barangkali mereka
membayangkan bahawa Muhammad telah menjadi - kerana uzlah yang dilakukannya di
gua Hira - salah seorang juru bicara tentang ketuhanan sebagaimana pernah
dilakukan oleh Umayah bin Shalt dan Qas bin Sa'adah.
Demikianlah dakwah secara rahsia berhasil mengembangkan misinya dan dapat
melindungi akidah yang baru. Dan selama perjalanan tiga tahun yang dibutuhkan
tahapan dakwah secara rahsia keimanan telah tertanam dalam hati kaum Muslim
yang pertama. Rasulullah saw telah mendidik mereka dan telah menanamkan kepada
diri mereka sifat-sifat kemuliaan dan telah menciptakan mereka sebagai benih
pertama dari pasukan Islam. Pada suatu hari Jibril turun dengan membawa firman
Allah SWT:
"Dan berilah peringatan kepada kerabat-kerabatmu yang terdekat."
(QS. asy-Syu'ara': 214)
Demikianlah, datanglah perintah Ilahi agar Rasulullah saw berdakwah secara
terang-terangan. Lalu berkumpullah di sekeliling Nabi sekelompok tentera yang
besar dan datanglah perintah Ilahi agar beliau menyampaikan dakwah secara
terang-terangan dan mengingatkan keluarga dekatnya. Ketika Nabi melakukan hal
tersebut, maka dakwah memasuki tahapan yang kedua. Dan tahapan dakwah yang baru
ini berakibat pada timbulnya penekanan terhadap para dai di mana mereka
mengalami penindasan, bahkan mereka didustakan oleh masyarakat serta diboikot.
Orang-orang Quraisy mengetahui bahawa Muhammad berbahaya bagi mereka.
Beliau bukan hanya berbicara tentang ketuhanan, tetapi beliau mengajak manusia
untuk mengikuti agama baru, yaitu agama yang mencuba untuk menyingkirkan
berhala-berhala dan patung-patung mereka serta tuhan-tuhan mereka yang mereka
yakini; agama yang mencuba menyingkirkan kedudukan sosial mereka dan
kepentingan- kepentingan ekonomi mereka; agama yang menyatakan bahawa tiada
tuhan lain selain Allah SWT, dan tiada hukum lain selain hukum-Nya, serta tiada
penguasa lain selain Dia. Kedatangan agama tersebut menyebabkan penduduk kota
Mekah membencinya dan orang-orang yang memegang kekuasaan di dalamnya merasa
gelisah.
Setelah pengumuman dakwah secara terang-terangan, dimulailah dan ditabuhlah
gendang peperangan. Kemudian peperangan yang dahsyat terjadi antara para
pembesar Quraisy dan para pengikut Rasulullah saw. Orang yang pertama kali
menyerang Islam adalah seorang tokoh Mekah yang bernama Abu Lahab.
Bukhari meriwayatkan bahawa Rasulullah saw menaiki bukit Shafa dan beliau
mulai memanggil-manggil tokoh Quraisy dan para kabilah Mekah. Dan ketika semua
berkumpul, beliau bertanya kepada mereka: "Apakah kalian percaya jika aku
memberitahu kalian bahawa seekor kuda akan datang menyerang kalian?"
Mereka menjawab: "Tentu, kami belum pernah melihatmu berbohong."
Beliau berkata: "Aku seorang yang diutus sebagai pemberi peringatan
terhadap kalian. Di hadapanku terdapat seksaan yang berat jika kalian
menentang." Abu Lahab berkata: "Sungguh celaka engkau, apakah kerana
ini engkau mengumpulkan kami."
Dengan penghinaan inilah, peperangan terhadap Islam dimulai. Ketika kaum
Muslim tidak mampu mempertahankan diri mereka, maka mula- mula Allah SWT
membantu mereka dan menolong mereka dengan menurunkan surah yang pendek yang
mengecam tindakan Abu Lahab:
"Binasalah kedua tangan Abu Lahab dan sesungguhnya dia akan binasa.
Tidaklah bermanfaat kepadanya harta bendanya dan apa yang dia usahakan. Kelak
dia akan masuk ke dalam api yang bergejolak. Dan (begitu pula) isterinya,
pembawa kayu bakar. Yang di lehernya ada tali dari sabut. " (QS. Allahab:
1-5)
Dengan ayat-ayat yang pendek dan tepat tersebut, Abu Lahab memasuki kancah
sejarah dari pintunya yang paling pendek. Gambaran tentang kejahatan Abu Lahab
tertulis selama-lamanya. Abu Lahab adalah seorang yang menentang dakwah
kebenaran kerana ia mengkhuatirkan kedudukannya dan kekayaannya, padahal harta
yang dipertahankannya dan dijaganya tidak memiliki erti sama sekali di sisi
Allah SWT kerana ia sekarang berada dan dimasukkan di tengah-tengah neraka yang
menyala- nyala, sedangkan isterinya membawa kayu bakar, sehingga menambah nyala
api itu sendiri. Dan di lehernya terdapat suatu belenggu sebagai simbol
keterikatannya dengan dunia binatang yang tidak berakal. Sebahagian besar
orang-orang yang menentang dakwah adalah orang- orang yang berhubungan dengan
dunia binatang yang tidak sadar.
Allah SWT berfirman:
"Atau apakah kamu mengira bahawa kebanyakan mereka itu mendengar atau
memahami. Mereka itu tidak lain, hanyalah seperti binatang ternak, bahkan
mereka lebih sesat jalannya (dari binatang ternak itu). " (QS. al-Furqan:
44)
Seandainya hari ini kita merenungkan reaksi orang-orang kafir dan orang-
orang musyrik, maka kita akan terhairan-hairan.
Allah SWT berfirman:
"Dan mereka hairan kerana mereka kedatangan seorang pemberi peringatan
(rasul) dari kalangan mereka; dan orang-orang kafir berkata: 'Ini adalah
seorang ahli sihir yang banyak berdusta. Mengapa ia menjadikan tuhan-tuhan itu
Tuhan yang Satu saja? Sesungguhnya ini benar-benar suatu hal yang sangat
menghairankan'." (QS. Shad: 4- 5)
Cobak perhatikan bagaimana kebodohan kaum itu di mana mereka menganggap
bahawa pada hakikatnya terdapat multi tuhan dan mereka justru merasa hairan
ketika terdapat hanya satu tuhan atau tuhan yang esa. Mereka justru merasa
hairan ketika berhadapan dengan masalah yang fitri dan jelas ini.
Allah SWT berfirman:
"Dan apabila mereka melihat kamu (Muhammad), mereka hanyalah
menjadikan kamu sebagai ejekan (dengan mengatakan): 'Inikah orangnya yang
diutus Allah sebagai rasul? Sesungguhnya hampirlah ia menyesatkan kita dari
sembahan-sembahan kita, seandainya kita tidak sabar (menyembah)nya. " (QS.
al-Furqan: 41-42)
Perhatikanlah betapa nekadnya kaum itu di mana mereka mulai menghina dan
mengejek Rasulullah saw, padahal beliau telah datang di tengah-tengah mereka
untuk menyelamatkan mereka dari api neraka, dan cuba perhatikan bagaimana
pandangan mereka terhadap tuhan-tuhan mereka. Mereka membayangkan bahawa mereka
nyaris tersesat jika mereka tidak bersabar dalam membela tuhan-tuhan tersebut.
Demikianlah kesesatan mengejek kebenaran dan kebodohan menghina ilmu. Mereka
justru merasa hairan terhadap kepandaiannya yang dapat menyelamatkannya dari
meninggalkan tuhan-tuhannya yang terbuat dari batu dan kayu, bahkan terkadang
mereka membuat tuhan dari adunan roti di mana mereka menyembahnya kemudian
memakannya. Mereka mengatakan bahawa tuhan-tuhan kami menyelamatkan kami dari
rasa lapar atau mereka mengatakan bahawa kami menyembah mereka agar mereka
dapat mendekatkan kami pada Allah sedekat-dekatnya.
Meskipun demikian, dakwah Nabi terus berlanjutan dan tertanam di muka bumi.
Mereka orang-orang musyrik menuduh Nabi sebagai seorang dukun; mereka
menuduhnya juga sebagai seorang gila, bahkan mereka menuduhnya sebagai seorang
penyihir; mereka menuduh bahawa beliau berbohong atas nama kebenaran dan beliau
dibantu oleh kaum yang lain; mereka mengatakan ini adalah dongengan orang-orang
yang dahulu.
Mereka meminta kepada beliau untuk mendatangkan mukjizat dengan bentuk
tertentu; mereka memberitahu bahawa mereka tidak akan beriman kepadanya,
sehingga terdapat suatu mata air yang memancar dari bumi atau terwujud di depan
mereka suatu taman dari pohon kurma dan anggur yang memancar di
tengah-tengahnya sungai, atau langit akan runtuh sebagaimana yang beliau sampaikan
kepada mereka sebagai bentuk azab atau beliau datang dengan Allah SWT dan para
malaikat dan mereka semua menjamin kebenaran dakwah yang diserukannya, atau
beliau memiliki rumah dari emas atau beliau mampu mendaki langit dan mereka
masih belum beriman terhadap pendakian itu meskipun ia mendaki di hadapan mata
mereka dan kembali dengan selamat, kecuali jika ia menghadirkan kitab kepada
mereka yang dapat mereka baca dari langit.
Nabi tidak peduli dengan usaha mereka untuk menyakiti hati beliau; Nabi
tetap memberitahu mereka dengan penuh kelembutan bahawa apa saja yang mereka
minta itu tidak sesuai dengan Islam. Sebab, Islam hanya menyeru akal dan
berusaha menciptakan kebebasan. Beliau menyampaikan kepada mereka bahawa beliau
hanya sekadar manusia yang diutus oleh Tuhan; beliau datang kepada mereka untuk
mengingatkan mereka akan suatu hari di mana seorang tua tidak akan
menyelamatkan anaknya dan tidak bermanfaat di dalamnya harta dan anak-anak, dan
mereka tidak akan selamat di dalamnya dari seksaan. Orang-orang yang mempunyai
kedudukan atau para tokoh mereka adalah para tiran-tiran di muka bumi di mana
semua itu tidak akan bermanfaat bagi mereka pada hari kiamat. Seksaan yang
bakal mereka terima tidak dapat mereka hindari dan mereka pun tidak dapat
meringankannya.
Demikianlah Islam - sebagaimana agama-agama sebelumnya - mengumpulkan di
sekelilingnya orang-orang yang berakal dan orang- orang yang fakir serta
orang-orang yang menderita di muka bumi. Berimanlah sekelompok orang-orang
fakir di mana mereka menjadi kelompok sosial yang tertindas dan tersingkirkan
di Mekah. Mereka menjadi makanan empuk kelompok-kelompok yang zalim.
Islam bukan hanya memberikan solusi ekonomi terhadap tragedi kehidupan atau
masyarakat, tetapi Islam memberikan solusi Ilahi terhadap keberadaan manusia
secara umum; Islam meyakini bahawa manusia bukan hanya sekadar perut yang harus
dikenyangkan dan naluri seksual yang harus dipuaskan, manusia bukan hanya di
lihat dan dinilai dari sisi ini, namun Islam justru meletakkan manusia pada tempatnya
yang hakiki, tanpa membesar-besarkan atau mengecilkannya. Dalam pandangan
Islam, manusia terdiri dari bangunan fizik dan rohani, terdiri dari akal dan
ambisi dan terdiri dari celupan dari Allah SWT dalam rohnya.
Islam tidak mementingkan fizik saja dan meninggalkan rohani, begitu juga
sebaliknya. Terkadang fizik boleh jadi mendapatkan kebahagiaan dalam kehidupan,
tetapi rohani justru mengalami penderitaan yang luar biasa. kerana itu,
pemuasan salah satu dimensi dari dimensi manusia tidak akan membawa manusia
kepada kesempurnaan atau kebahagiaan. Maka, Islam datang untuk membawa suatu
solusi yang dapat menyelamatkan manusia dari dalam dirinya sendiri dan Islam
membebankan tugas ini, yakni tugas perubahan ini kepada Al-Qur'an.
Al-Qur'an menjadi cermin dalam kehidupan di mana ayat-ayatnya diturunkan
kepada Rasul saw, lalu beliau mengajarkannya kepada kaum Muslim. Kemudian
Al-Qur'an berubah menjadi orang-orang yang berjalan di pasar-pasar dan
mengancam singgasana kebencian yang menguasai Mekah, sehingga orang-orang
musyrik justru meningkatkan usaha pengejekan dan penghinaan terhadap Rasul saw.
Oleh kerana itu, beliau semakin sedih lalu Allah SWT menghiburnya. Allah SWT
memberitahu beliau bahawa mereka tidak mendustakannya, tetapi mereka justru
melalimi diri mereka sendiri. Mereka mulai menentang Nabi dan ayat- ayat Allah
SWT, padahal Nabi adalah salah satu dari ayat Allah SWT.
Allah SWT berfirman:
"Sesungguhnya Kami mengetahui bahawasanya apa yang mereka katakan itu
menyedihkan hatimu, (janganlah kamu bersedih hati), kerana mereka sebenarnya
bukan mendustakan kamu, akan tetapi orang-orang yang lalim itu mengingkari
ayat-ayat Allah." (QS. al- An'am: 33)
Kemudian kaum musyrik meningkatkan penindasan kepada Rasul saw dan para
pengikutnya. Peperangan dimulai: dari peperangan urat saraf sampai peperangan
fizik. Mereka mulai menyeksa para pengikut Rasul saw, bahkan membunuhnya. Pada
saat itu, musuh-musuh Islam membayangkan bahawa dengan cara menindas kaum
Muslim dan menekan mereka dakwah Islam akan berhenti dan kaum Muslin akan
enggan untuk berdakwah. Mereka menganggap bahawa kaum Muslim justru memilih
untuk menyelamatkan diri mereka. Namun para tokoh- tokoh Quraisy dan para
tokoh-tokoh Mekah dikejutkan ketika melihat penekanan yang mereka lakukan
justru semakin membakar semangat kaum Muslim untuk berdakwah. Saat itu kaum
Muslim merasa yakin bahawa benih yang telah ditanam Rasulullah saw dalam diri
mereka menjadikan mereka tetap bersemangat untuk menyebarkan risalah Allah SWT
di muka bumi, yaitu suatu risalah yang mengembalikan bumi menuju kematangan
(kesempurnaan) yang telah hilang darinya dan kemanusiaan yang telah
disia-siakan serta kehormatan yang telah ditumpahkan dan kebebasan yang telah
hilang.
Kaum Muslim yakin bahawa mereka bukan hanya membangun suatu negeri yang
kecil di Mekah, dan mereka bukan hanya memperbaiki masyarakat yang rosak, yaitu
masyarakat jazirah Arab, tetapi mereka mengetahui bahawa mereka akan membangun
suatu manusia yang baru. Mereka akan menciptakan manusia seutuhnya; mereka akan
menghadirkan dunia dalam bentuk yang baru dan dalam gambar yang baru yang
merupakan cermin dari gambar kebesaran sang Pencipta.
Sebelum kedatangan Islam, orang-orang Arab tidak dikenal. Dibandingkan
dengan peradaban yang dahulu dan moden, orang-orang Arab tidak memiliki
apa-apa. Mereka tidak memberikan kontribusi kepada dunia dalam bentuk ilmu,
seni, atau peninggalan apa pun yang dapat dijadikan sebagai kebanggaan. Namun
ketika Islam turun kepada mereka, mereka menjadi cermin kejayaan manusia di
mana mereka dapat memberikan sumbangan nyata pada umat manusia. Bahkan
orang-orang Barat banyak berhutang kepada mereka dalam kemajuan yang mereka
capai saat ini. Sebaliknya, ketika mereka berpaling dari Islam di mana Islam
hanya menjadi lembaran cerita-cerita dan kertas-kertas yang tidak berguna, maka
saat itulah orang-orang Barat dapat menguasai kaum Muslim kerana mereka justru
mendapatkan ilmu dari Kaum Muslim itu sendiri. Mereka justru mencapai kemajuan
ketika kaum Muslim meninggalkan agama mereka. Jadi, ketika kaum Muslim memahami
Islam secara benar dan berusaha untuk menghidupkan ajaran-ajarannya nescaya
mereka akan mencapai puncak keilmuan.
Pada awal-awal masa tersebarnya Islam, kaum Muslim menyedari bahawa mereka
menghadapi peperangan yang tidak akan berhenti. Selama kehidupan ada, maka
pertentangan pun tetap ada. Oleh kerana itu, ketika mereka mendapatkan
penganiayaan dan seksaan, maka keimanan mereka justru semakin meningkat, dan
setiap penganiayaan yang dilakukan oleh kaum Quraisy, maka mereka tetap
bertahan untuk mempertahankan kebenaran. Sebagai contoh, Amar bin Yasir
mengalami penderitaan dan penganiayaan. Ia adalah salah seorang budak yang
menjadi korban dari sistem ekonomi yang berlaku saat itu, yaitu ekonomi yang
berdasarkan kepada sistem perbudakan. Seorang yang beriman tersebut diseksa di
Mekah di mana ia tidak memperoleh kebebasannya yang hakiki kecuali setelah ia
memeluk Islam. Mereka mengeluarkannya ke gurun dan menyeksanya berserta ibunya.
Bahkan seksaan semakin meningkat atas ibunya agar ia kembali menjadi musyrik.
Ketika ia tetap mempertahankan keimanannya dan dengan tegas menolak ajakan
untuk menentang Islam, maka Abu Jahal menikamnya dengan belati yang ada di dua
tangannya. Ia pun meninggal. Dan Islam mengorbankan syahidnya yang pertama.
Wanita mulia itu bernama Sumayah, ibu dari Amar bin Yasir.
Banyak kalangan orang-orang bodoh mengatakan tentang persetujuan Islam
terhadap sistem perbudakan, atau Islam mendiamkan sistem perbudakan. Mereka
lupa bahawa Islam dibangun berdasarkan suatu prinsip yang ingin membebaskan
perbudakan dengan segala bentuknya; Islam ingin mengeluarkan manusia dari
kepemilikan sesama manusia menuju kepemilikan kepada Allah SWT.
Jika Islam tidak turun dengan nas-nas yang terperinci yang mengharamkan
sistem perbudakan, maka dasar-dasarnya secara umum dan prinsip-prinsip utamanya
menghentikan - baik dalam tindakan mahupun ucapan - sumber-sumber sistem ini.
Allah SWT sebagai pemilik syariat mengetahui bahawa sistem perbudakan adalah
sistem ekonomi yang sementara yang akan berubah dengan perubahan waktu, dan
kerana Islam tidak turun pada waktu yang terdapat perbudakan saja, tetapi ia
turun secara umum dan menyeluruh untuk setiap zaman, maka Islam sengaja
melewati bentuk-bentuk yang sementara ini dari bentuk-bentuk eksploitasi menuju
unsur yang pertama atau dasar pertama yang menimbulkan bentuk-bentuk
eksploitasi tersebut, sehingga Islam mengharamkannya. Dengan cara demikian,
Islam mengharamkan sistem perbudakan secara bertahap, seperti proses
pengharaman khamer. Jadi, keseriusan Islam sangat menonjol dalam usaha
menghapus dan mengharamkan perbudakan.
Jika dikatakan kepada kita bahawa Islam membolehkan para tenteranya untuk
memperbudak para tawanan perang, maka kita akan mengatakan bahawa Islam
menerapkan sistem ini sebagai bentuk pembalasan terhadap perlakuan yang sama di
mana musuh-musuh Islam menjadikan kaum Muslim sebagai budak-budak mereka ketika
mereka menawannya. Oleh kerana itu, secara alami orang-orang Islam pun menawan
mereka sebagai budak-budak. Jika Islam tidak melakukan yang demikian, maka
boleh jadi Islam akan dimain-mainkan dan ada kesempatan besar bagi orang-orang
musyrik untuk memperdaya Islam.
Demikianlah bahawa dakwah Islam mengalami berbagai macam hambatan dan
penindasan. Dan ketika orang-orang yang terseksa mengadu kepada Rasulullah saw
atas penindasan yang mereka terima, maka Rasulullah saw memberitahu mereka
dengan pembicaraan yang jelas bahawa para dai di jalan Allah SWT harus
mengorbankan kesenangan mereka, kedamaian mereka, dan darah mereka sebagai
harga yang pantas untuk tersebarnya dakwah Islam. Kebebasan bukan diperoleh
dengan cuma-cuma. Sejarah kehidupan menceritakan kepada kita bahawa ia dipenuhi
dengan gumpalan darah yang harus dibayar oleh masyarakat untuk memerangi
musuh-musuhnya dari luar dan dari dalam. Jika ini dialami setiap orang yang
menuntut kebebasan pada zaman dan tempat tertentu, maka bagaimana dengan
orang-orang yang menuntut kebebasan manusia secara keseluruhan.
Seorang Muslim hendaklah sadar bahawa dengan mengumumkan dakwahnya, maka ia
pasti akan menerima pengusiran, penindasan, penjara, pengepungan dan
pembunuhan. Ini adalah harga yang pantas yang harus dibayar ketika berdakwah di
jalan Allah SWT; inilah harga kebebasan. Bahkan terkadang kaum yang batil pun
membayamya dengan senang hati, maka bagaimana mungkin orang-orang yang bersama
kebenaran ragu untuk melakukannya.
Pada hakikatnya, manusia cinta kepada keabadian. Secara naluri manusia
merasa takut pada azab dan kematian. Dan barangkali yang membezakan orang-orang
Islam yang hakiki dengan yang lainnya adalah bahawa mereka terbebas dari rasa
ketakutan dan cinta keabadian. Ini adalah tolok ukur yang pasti untuk
membezakan antara seorang Muslim yang hakiki dan seorang Muslim yang hanya
namanya atau Muslim warisan atau hanya klaim semata.
Seorang Muslim yang hakiki menyedari bahawa ajal di tangan Allah SWT,
rezeki ada juga di tangan-Nya, begitu juga keamanan semua ada di tangan-Nya.
Dengan keimanan seperti ini, ia memulai pergelutannya untuk menyebarkan dakwah.
Ia siap untuk menerima penyeksaan dan penderitaan di jalan Allah SWT; ia pun
siap menitiskan darahnya sebagai harga yang pantas yang diserukannya dalam
rangka memperoleh kebebasan. Ini semua dilakukannya dengan begitu sederhana dan
tidak ada rasa takut kerana Islam membebaskannya dari rasa ketakutan. Dahulu
para pembangkang menggergaji orang-orang yang menyeru di jalan Allah SWT dengan
menggergaji saat mereka dalam keadaan hidup- hidup.
Khabab bin Irit pergi menemui Rasulullah saw dan meminta tolong kepada
beliau dari penyeksaan orang-orang Quraisy, sambil berkata: "Tidakkah
engkau menolong kami, wahai Rasulullah? Tidakkah engkau berdoa kepada kami, ya
Rasulullah?" Rasulullah saw menjawab: "Sungguh sebelum kalian
terdapat orang-orang yang berdakwah di jalan Allah SWT lalu mereka dimasukkan
dalam suatu galian tanah lalu mereka digergaji di mana tubuh mereka di pisah
menjadi dua, namun mereka tetap mempertahankan agamanya. Demi Allah, sungguh
Allah SWT akan menolong masalah ini tetapi kalian terlalu tergesa-gesa."
Dengan kalimat-kalimat yang penuh kesabaran dan keberanian ini, Rasulullah
saw ingin memahamkan kepada orang tersebut bahawa termasuk dari kesempurnaan
iman adalah membayar harga kebebasan. Jelas sekali bahawa Islam tidak
memberikan keuntungan bagi orang yang memeluknya. Orang-orang Islam yang
pertama tidak bertanya dan mengatakan: "Apa yang kita peroleh dari agama
ini?" Sebaliknya, mereka bertanya: "Apa yang kita bayar untuk Islam?"
Jawapannya adalah: "Segala sesuatu dimulai dari suapan-suapan roti sampai
darah yang tertumpah." Jadi, kaum Muslim yang pertama telah membayar
ongkos kebebasan. Mereka merasakan kedamaian yang luar biasa untuk
mempertahankan agama Allah SWT; mereka mendapatkan kepercayaan yang tinggi
tentang kemenangan kebenaran yang datang kepada mereka; mereka justru
memberitahu orang-orang musyrik bahawa mereka akan dapat mengalahkan raja-raja
Kisra dan Kaisar. Dengan dakwah yang mereka lakukan, mereka akan menjadi pemimpin-pemimpin
di muka bumi. Kaum musyrik justru memanfaatkan kepercayaan ini untuk mengejek
mereka dan mentertawakan mereka.
Ketika Aswad Ibnu Matlab dan orang-orang yang bersamanya melihat
sahabat-sahabat Nabi, maka mereka mengejek dan mengatakan: "Telah datang
kepada kalian pemimpin-pemimpin bumi yang esok akan mengalahkan raja-raja Kisra
dan Kaisar, kemudian mereka bersiul dan bertepuk tangan." Namun kaum
mukmin tidak peduli dengan ejekan tersebut. Demikianlah bahawa ejekan demi
ejekan terus menyertai dakwah kaum Muslim. Kemudian kaum Quraisy mengadakan
pertemuan yang bersejarah untuk menyatukan pandangan dalam rangka menyerang
Rasulullah saw. Kaum musyrik menuduhnya bahawa beliau adalah seorang ahli
sihir, dan pada kali yang lain mereka menuduhnya bahawa beliau adalah dukun,
dan pada kali yang lain lagi mereka menuduhnya bahawa beliau adalah penyair,
bahkan pada kali yang lain mereka menuduhnya bahawa beliau adalah seorang yang
gila. Kemudian mereka semua sepakat untuk menuduh bahawa beliau adalah seorang
penyihir.
Walid bin Mughirah yang terkenal sebagai orang yang terpandang di kalangan
mereka menuduh Rasulullah saw sebagai penyihir yang dapat memisahkan antara
sesama saudara dan antara seseorang dengan isterinya. Kemudian mereka membikin
kelompok-kelompok yang mengingatkan para pendatang di Mekah bahawa Muhammad
adalah seorang penyihir. Meskipun demikian, dakwah Islam tetap berlangsung. Ia
tetap tersebar dengan pelan namun pasti dan kalimat-kalimat yang diutarakan
Nabi justru mengingatkan perjanjian yang pernah dilakukan oleh manusia, yaitu
perjanjian saat Allah SWT menyaksikannya ketika mereka masih di alam atom di
punggung Adam:
"Bukankah aku Tuhan kalian? Mereka menjawab: 'Benar.'" (QS. al-
A'raf: 172)
Bertambahlah jumlah kaum Muslim hingga kaum Quraisy merasakan ketakutan.
Mereka mulai melihat bahawa penggunaan cara-cara kekerasan tidak selalu
berhasil. Kemudian mereka memilih untuk menggunakan cara baru, yaitu bagaimana
seandainya mereka menggunakan perdamaian dan perundingan. Orang-orang Quraisy
mengutus 'Utbah bin Rabi'ah, seorang lelaki yang terkenal dengan kecerdasan dan
kebijaksanaan sebagai juru runding.
'Utbah berkata kepada Rasul saw: "Wahai anak saudaraku, kami
mengetahui kedudukanmu di sisi kami dari sisi nasab. Engkau datang kepada
kaummu dengan suatu hal yang besar di mana engkau memisahkan kelompok-kelompok
mereka. Maka dengarkanlah aku kerana aku ingin berbicara tentang beberapa hal.
Barangkali engkau akan menerima sebahagiannya." Rasul saw berkata:
"Silakan berbicara wahai 'Utbah." 'Utbah berkata: "Jika engkau
menginginkan harta nescaya kami akan mengumpulkan harta bagimu, sehingga engkau
akan menjadi orang yang paling kaya di antara kami, dan jika engkau
menginginkan kehormatan, maka kami akan memberi kehormatan itu bagimu dan jika
engkau menginginkan kekuasaan, maka kami akan menyerahkan kekuasaan padamu dan
jika engkau terkena penyakit yang engkau tidak mampu menolaknya dari dirimu,
maka kami akan mencarikan tabib bagimu dan kami akan mengeluarkan harta kami
sehingga engkau sembuh."
Demikianlah 'Utbah mengakhiri pembicarannya. Kemudian ia menunggu reaksi
Nabi. Lalu Rasulullah saw berkata:
"Dengan nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Haa miim.
Diturunkan dari Tuhan Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang. Kitab yang
dijelaskan ayat-ayatnya, yakni bacaan dalam bahasa Arab, untuk kaum yang
mengetahui. Yang membawa berita gembira dan yang membawa peringatan, tetapi
kebanyakan mereka berpaling (darinya);, maka mereka tidak (mau) mendengarkan.
Mereka berkata: 'Hati kami berada dalam tutupan (yang menutupi) apa yang kamu
seru kami kepadanya dan di telinga kami ada sumbatan dan antara kami dan kamu
ada dinding, maka bekerjalah kamu; Sesungguhnya kami bekerja (pula).'
Katakanlah: 'bahawasanya aku hanyalah seorang manusia seperti kamu, diwahyukan
kepadaku bahawasanya Tuhan kamu adalah Tuhan Yang Maha Esa, maka tetaplah pada
jalan yang lurus menuju kepadanya dan mohonlah ampun kepadanya. Dan kecelakaan
besarlah bagi orang-orang yang mempersekutukan-(Nya) (yaitu) orang-orang yang
tidak menunaikan zakat dan mereka kafir akan adanya (kehidupan) akhirat.
Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal yang saleh mereka
mendapat pahala yang tiada putus-putusnya.' Katakanlah:'
Sesungguhnya patutkah kamu kafir kepada yang menciptakan bumi dalam dua
masa dan kamu adakan sekutu-sekutu bagi-Nya? (Yang bersifat) demikian itulah
Tuhan semesta alam. Dan dia menciptakan di bumi itu gunung-gunung yang kukuh di
atasnya. Dia memberkahinya dan Dia menentukan padanya kadar makanan- makanan
(penghuni)nya dalam empat masa. (Penjelasan itu sebagai jawapan) bagi
orang-orang yang bertanya. Kemudian dia menuju kepada penciptaan langit dan
langit itu masih merupakan asap, lalu Dia berkata kepadanya dan kepada bumi:
'Datanglah kamu keduanya menurut perintah-Ku dengan suka hati atau terpaksa.'
Keduanya menjawab: 'Kami datang dengan suka hati.' Maha Dia menjadikannya tujuh
langit dalam dua masa dan Dia mewahyukan pada tiap-tiap langit urusannya. Dan
Kami hiasi langit yang dekat dengan bintang- bintang yang cemerlang dan Kami
memeliharanya dengan sebaik- baiknya. Demikianlah ketentuan Yang Maha Perkasa
lagi Maha Mengetahui. Jika mereka berpaling, maka katakanlah: 'Aku telah
memperingatkan kamu dengan petir, seperti petir yang menimpa kaum 'Ad dan kaum
Tsamud." (QS. Fushilat: 1-13)
Rasulullah saw telah menjawab tawaran 'Utbah di mana beliau memilih untuk
menghadapi tawaran dan iming-iming tersebut dengan membaca sebahagian dari
surah Fhusilat yang merupakan salah satu surah Al-Qur'an yang diturunkan oleh
Allah SWT melalui malaikat Jibril. 'Utbah bangkit dari tempatnya ketika
Rasulullah saw sampai pada firman-Nya:
"Jika mereka berpaling, maka katakanlah: 'Aku telah memperingatkan
kamu dengan petir, seperti petir yang menimpa kaum "Ad dan kaum Tsamud.
" (QS. Fushilat: 13)
'Utbah berdiri dalam keadaan takut dan segera menuju kaum Quraisy.
Bayang-bayang azab dunia terngiang di telinganya. Dan ketika ia sampai ke orang
Quraisy, ia mengusulkan agar orang-orang Quraisy membiarkan apa saja yang
dilakukan Muhammad. Gagallah perundingan dengan seorang Muslim yang pertama,
yaitu Rasulullah saw. Gagalnya perundingan tersebut sebagai bentuk
pemberitahuan tentang kembalinya tindak kekerasan dan penyeksaan terhadap sahabat-sahabat
Rasul saw. Kemudian kaum musyrik semakin meningkatkan penindasan terhadap kaum
Muslim. Rasulullah saw sangat menderita melihat hal yang dirasakan para
sahabatnya. Ketika kaum Muslim membayar harga yang paling mahal sebagai
konsekuensi dari akidah yang mereka anut dan mereka dengan sabar memikul
penderitaan di jalan Allah SWT, maka Rasulullah saw mengisyaratkan mereka untuk
berhijrah. Beliau memberikan izin untuk berhijrah bagi orang yang ingin hijrah.
Kemudian Dimulailah gelombang hijrah. Itu terjadi pada lima tahun dari
turunnya wahyu setelah dua tahun diumumkannya dakwah. Maka berhijrahlah ke
Habasyah enam belas orang Muslim. Mereka keluar secara rahsia dan mereka menuju
ke laut. Mereka berlayar meskipun orang- orang yang tinggal di gurun sebenarnya
tidak ingin berlayar kerana mereka takut dari laut dan mereka yakin bahawa
manusia yang berlayar di laut akan menjadi ulat di atas kayu-kayu yang
berenang.
Selanjutnya, gelombang hijrah yang kedua pun dimulai. Kali ini diikuti oleh
delapan puluh tiga orang laki-laki dan sembilan belas perempuan. Kemudian
orang-orang Quraisy berusaha untuk mengirim beberapa orang dan tetap berusaha
menyeksa dan menyakiti orang-orang yang berhijrah. Mereka mengutus ke Najasyi,
Raja Habasyah, orang-orang yang dapat mempengaruhinya untuk menentang
orang-orang yang berhijrah. Mereka menuduh kaum Muslim meninggalkan agama nenek
moyang mereka di Mekah dan mereka juga tidak menganut agama Najasyi, yaitu
agama Kristen. Kemudian orang-orang Quraisy tidak lupa mengirim hadiah kepada
Najasyi sebagai bentuk suapan kepadanya. Tampaknya Najasyi seorang yang berakal
lalu ia mengutus seseorang kepada kaum muhajirin dan bertanya kepada mereka
tentang agama baru yang mereka anut. Kemudian kaum muhajirin menceritakan
kepadanya tentang Islam.
Najasyi bertanya tentang Isa lalu mereka menjawab: "Ia adalah hamba
Allah SWT dan rasul-Nya dan roh-Nya serta kalimat-Nya yang diletakkan kepada
Maryam, wanita yang perawan yang suci." Kemudian Najasyi mengambil satu
kayu kecil dari bumi dan mengatakan: "Penjelasan tentang Isa yang kalian
katakan tidak lebih dari kayu kecil ini. Pergilah kalian dan kalian akan
aman." Najasyi mengembalikan hadiah kaum Quraisy dan mengatakan:
"Allah tidak mengambil suap dariku sehingga aku tidak mungkin mengambilnya
dari kalian."
Demikianlah kaum muhajirin tinggal di negeri yang damai, yaitu Habasyah
negeri yang dipimpin oleh seorang laki-laki yang diberi kematangan berfikir di
mana ia cenderung mengimani karakter al-Masih sebagai seorang manusia. Dan
salah satu keajaiban kekuasaan Ilahi adalah bahawa masyarakat Islam yang
berhijrah tersebut tidak mengalami kelemahan dalam akidahnya, namun mereka
justru merasakan kekuatan.
Allah SWT memperkuat dakwah Islam dengan masuknya dua lelaki besar dalam
Islam, yaitu Hamzah, paman Nabi dan Umar bin Khatab. Kedua orang itu mempunyai
keperibadian yang tangguh di Mekah di mana masing-masing dari mereka terkenal
di tengah-tengah kaumnya. Allah SWT berkehendak untuk memberi Islam dua orang
lelaki yang tangguh di Mekah dan Allah SWT telah meletakkan rahmat yang
terpancar dalam hati mereka. Hamzah masuk Islam kerana dorongan emosi,
fanatisme, dan rahmat terhadap orang-orang yang tidak memberikan pembelaan
kepada Muhammad saw.
Salah seorang perempuan berkata kepada Hamzah: "Seandainya engkau
melihat apa yang diperoleh oleh anak dari saudaramu, Muhammad dari Abil Hakam
bin Hisyam (Abu Jahal). Sungguh Abu Jahal telah mencelanya dan menyakitinya,
sedangkan Muhammad hanya terdiam dan tidak mengatakan apa-apa." Mendengar
pengaduan itu, darah mendidih berkobar dalam urat-urat Hamzah. Dengan kemarahan
yang sangat, Hamzah mencari-cari Abu Jahal lalu ia melihatnya sedang
duduk-duduk di tengah-tengah kaumnya. Hamzah mengangkat tangannya lalu
memukulkannya ke kepala Abu Jahal sambil berteriak: "Apakah engkau akan
mengejek Muhammad, padahal aku berada di atas agamanya."
Demikianlah permulaan keislaman Hamzah. Hamzah adalah seorang yang mulia di
mana perasaannya berkobar ketika ia melihat anak saudaranya diseksa dan
dianiayai dan dia tidak mendapati seorang pun yang membelanya. Beginilah
sebab-sebab pertama dari keislaman Hamzah, namun sebab yang paling dalam dan
yang paling menentukan adalah rahmat Allah SWT yang telah dianugerahkan kepadanya,
meskipun Hamzah tidak mengetahuinya, yaitu rahmat yang mendorongnya untuk tidak
membiarkan seseorang pun menyakiti lelaki yang berdakwah di jalan Allah SWT
hanya kerana ia seorang yang lemah dan tidak mempunyai penolong. Jadi, Hamzah
adalah penolongnya.
Sedangkan Umar bin Khatab terkenal dengan ketangguhan sikap dan kekerasan
perilaku. Seringkali kaum Muslim mendapat seksaan darinya ketika ia masih
menganut jahiliah. Dan salah seorang yang mendapatkan seksaan darinya adalah
Amir bin Rabi'ah dan isterinya. Amir berserta isterinya menetapkan untuk
berhijrah ke Habasyah. Umar bin Khatab menemuinya lalu ia mendapati isteri Amir
dan tidak menemukan suaminya. Umar melihat wanita itu sedang bersiap-siap untuk
berhijrah lalu Umar berkata (saat itu sumber rahmat telah memancar pada
dirinya): "Apakah engkau akan pergi wahai Ummu Abdillah?" Dengan nada
jengkel, wanita itu berkata: "Benar, demi Allah kami akan keluar dan
menuju tanah Allah SWT. Engkau telah menyeksa kami dan telah memaksa kami untuk
berhijrah. Kami akan pergi sehingga Allah SWT akan memberikan kelapangan kepada
kami." Umar berkata: "Mudah-mudahan Allah SWT menemanimu."
Wanita itu melihat tanda-tanda kelembutan dan kesedihan pada wajah Umar.
Dan ketika suaminya kembali, ia menceritakan kepadanya bahawa ia sangat
berharap kepada keislaman Umar. Lalu suaminya menjawab: "Ia tidak mungkin
masuk Islam sampai keldai Umar masuk Islam." Ia mengatakan demikian kerana
ia melihat betapa bengisnya dan kejamnya Umar. Namun perasaan lembut wanita itu
lebih kuat daripada pandangan fikiran lelaki itu dan keputusannya yang terlalu
cepat kepada Umar.
Belum lama mereka berhijrah sehingga Umar masuk Islam. Orang-orang
muhajirin mengeluarkan penutup sumur rahmat dalam dirinya. Dan barangkali Umar
merasa kebingungan lalu ia menetapkan untuk membunuh Rasul saw. Dengan
menghunuskan pedangnya, ia pergi menuju Rasul saw. Kemudian ia bertemu dengan
orang-orang yang memergokinya dalam keadaan kebingungan, lalu mereka bertanya
kepadanya, hendak ke mana ia akan pergi? Umar menjawab: "Aku hendak ke
Muhammad aku akan membunuhnya sehingga orang-orang Arab merasa tenteram."
Dengan nada mengejek, seseorang berkata: "Tidakkah engkau memulai dari
keluargamu sebelum engkau membunuh Muhammad." Dengan nada jengkel, Umar berkata:
"Apa yang terjadi pada keluargaku?" Lelaki itu menjawab:
"Saudara perempuanmu dan suaminya telah masuk Islam, sedangkan engkau
tidak mengetahuinya." Umar segera mencari saudara perempuannya dan
suaminya di mana saat itu keduanya sedang membaca Al-Qur'an.
Ketika melihat Umar, mereka menyembunyikan Al-Qur'an. Umar bertanya:
"Sepertinya aku mendengar suara bisikan dari luar." Tetapi saudara
perempuannya mengatakan: "Tidak." Kemudian suaminya ikut campur dan
Umar pun tampak marah kepadanya. Wanita itu bangkit untuk membela suaminya lalu
Umar memukulnya sehingga darah segar mengucur darinya. Darah itu justru
membangkitkan sumber rahmat dari diri Umar. Akhirnya, Umar mengambil air wuduk
agar mereka mengizinkan untuk membaca Al-Qur'an. Umar pun membacanya. Belum
lama Umar membacanya sehingga ia pergi menemui Rasul saw.
Tanpa ragu, Umar memilih untuk masuk Islam. Dan pedang yang dibawanya itu
menjadi pedang yang paling kuat yang dengannya ia mempertahankan agama Muhammad
saw. Kemudian ia mengetuk pintu untuk menemui Rasul saw di mana saat itu beliau
bersama sahabatnya. Dari celah-celah pintu, sahabat Nabi melihat Umar bin
Khatab sedang menghunuskan pedang. Kemudian sahabat itu kembali kepada Nabi
dengan membawa berita yang sangat mengejutkan ini. Ia menduga bahawa Umar
datang dengan maksud jahat.
Rasulullah saw bangkit dan memerintahkan para sahabatnya agar membiarkan
Umar. Rasulullah saw membukakan pintu Kemudian ia menyambut Umar bin Khatab dan
bertanya kepadanya apa yang diinginkannya. Umar menjawab bahawa ia datang untuk
mengucapkan dan bersaksi bahawa tiada Tuhan selain Allah dan Muhammad adalah
utusan-Nya.
Orang-orang Quraisy mulai merasa bahaya akan mereka temui setelah keislaman
Umar dan Hamzah. Para tokoh-tokoh Mekah dan orang-orang yang dihormati telah
masuk Islam. Sebelum Umar masuk Islam, kaum Muslim bertawaf di Ka'bah secara
rahsia dan dengan malu-malu, namun ketika Umar masuk Islam ia menampakkan
keislamannya dan ia menantang orang yang mencegahnya untuk bertawaf, bahkan
banyak orang-orang memberikan jalan padanya saat tawaf. Mekah mengetahui bahawa
ia menghadapi suatu dakwah yang akan dapat mengubah jazirah Arab.
Rasa ketakutan mulai menghantui para pemuka Quraisy dan mereka menetapkan
metode baru untuk menghadapi kaum Muslim. Mereka yang sebelumnya menggunakan
metode penghinaan dan pengejekan kini mulai mencuba untuk memblokade kaum
Muslim secara ekonomi dan kemanusiaan. Kaum musyrik mengadakan perkumpulan dan
pertemuan untuk memboikot kaum Muslim. Mereka mengadakan pertemuan itu di
Ka'bah, sebagai penghormatan kepadanya. Orang-orang musyrik menghormati Ka'bah
meskipun mereka memenuhinya dengan berbagai macam patung yang mereka sembah
dalam rangka mendekatkan mereka kepada Allah. Pasal kesepakatan itu menetapkan,
hendaklah penduduk Mekah tidak menjual barang apapun kepada kaum Muslim dan
hendaklah mereka tidak menikah dengan kaum Muslim. Dengan ketetapan yang kejam
tersebut, mereka ingin menghancurkan kaum Muslim dan membunuh perekonomian
mereka. Rasulullah saw dan orang-orang yang beriman kepadanya terpaksa berlindung
di dusun Bani Hasyim. Mereka dilindungi oleh keturunan Bani Muthalib, baik
mereka orang-orang kafir mahupun orang-orang beriman kecuali musuh Allah SWT,
Abu Jahal di mana ia bersama orang-orang Quraisy menentang kaumnya.
Kemudian Dimulailah blokade ekonomi terhadap kaum Muslim di mana tidak ada
makanan dan minuman yang datang kepada mereka, sehingga penderitaan yang sulit
kini dialami oleh sahabat-sahabat Nabi. Ketika kafilah perdagangan datang ke
Mekah dan salah seorang dari sahabat Nabi menemui mereka di pasar untuk membeli
makanan untuk keluarganya, maka Abu Lahab berdiri dan berkata kepada para
penjual, wahai para pedagang, mahalkanlah dagangan kalian terhadap sahabat-
sahabat Muhammad, sehingga mereka tidak mampu membelinya dan aku menjamin kerugian
yang kalian alami, bahkan aku akan membeli apa saja yang ingin mereka beli dari
kalian.
Mendengar hal tersebut, para pedagang pun menjual barang dagangannya dengan
harga yang tidak wajar, sehingga seorang Muslim kembali ke rumah keluarganya
tanpa membawa sedikit pun makanan. Kemudian pedagang itu pergi ke Abu Lahab dan
meminta kepadanya agar membeli barang yang ingin dibeli orang Muslim.
Demikianlah peperangan tersebut terus terjadi sehingga kaum Muslim merasakan
penderitaan yang sangat luar biasa di mana mereka dalam keadaan kelaparan dan
kekurangan pakaian yang layak. Peperangan ekonomi ini terjadi selama tiga tahun
penuh. Saking menderitanya para sahabat sampai-sampai Sa'ad bin Abi Waqas
pernah keluar pada suatu hari untuk memenuhi hajatnya, lalu ia mendengar suara
gemerencing di bawah air kencing. Tiba-tiba ia menemukan sepotong kulit unta
yang kering lalu ia mengambilnya dan membasuhnya. Kemudian ia membakarnya dan
mencucinya dengan air sampai bersih lalu ia menjadikannya makanan selama tiga
hari.
Selama tiga tahun tersebut wahyu tetap turun kepada Rasul saw dan
seakan-akan ia melupakan bencana yang keras ini. Allah SWT ingin mendidik para
pengikut agama-Nya agar mereka mampu memikul segala penderitaan.
Meskipun kaum Muslim mendapatkan berbagai ujian selama tiga tahun tersebut,
tetapi aktiviti dakwah Islam tidak pernah padam dan tidak pernah surut. Kaum
Muslim bertemu orang-orang selain mereka pada musim haji lalu mereka berbicara
kepada orang-orang tersebut tentang keberadaan Allah SWT dan mereka meminta
kepada para penghujung itu untuk mencari rahmat Allah SWT dan ampunan-Nya.
Keteguhan kaum Muslim dan keberanian mereka telah memikat banyak orang sehingga
mereka masuk Islam. Bahkan orang-orang musyrik mulai bertanya kepada diri
mereka dan mempertanyakan kebenaran apa tindakan mereka. Lalu kecemburuan
kepada kebenaran mulai menyerang hati.
Kemudian Selesailah peperangan ekonomi terhadap kaum Muslim di mana kaum
musyrik melihat itu tidak berdampak terlalu besar bagi kaum Muslim. Meskipun
kaum Muslim menerima penderitaan dan kerugian namun jumlah mereka tetap
bertambah dan keimanan mereka semakin kuat serta kepercayaan kepada Allah SWT
pun semakin meningkat. Lalu datanglah tahun kesedihan kepada Nabi. Belum lama
Rasulullah saw merasakan dan menghirup udara segar setelah tiga tahun masa
blokade dan beliau ingin memulai kehidupan barunya dan dakwahnya, sehingga
beliau dikejutkan dengan kematian isteri tercintanya Ummul Mukminin Khadijah
dan kematian bapa saudaranya yang tercinta Abu Thalib.
Abu Thalib adalah seorang yang besar yang memiliki kewibawaan di
tengah-tengah kaum Quraisy, sehingga usaha kaum Quraisy untuk menyakiti Nabi
menjadi terbatas ketika mereka berhadapan dengan "tembok
perlindungan" Abu Thalib kepada kemenakannya. Sedangkan Khadijah merupakan
tempat perlindungan dan kedamaian bagi Nabi. Ia adalah hati yang sangat penyayang
yang banyak menghibur Nabi saat beliau berdakwah. Khadijah adalah sebaik-baik
teman dan sebaik-baik isteri. Begitu juga, bagi Khadijah Rasulullah saw adalah
sebaik-baik teman, sebaik-baik suami, sebaik-baik pembantu, dan sebaik-baik
sahabat.
Rasulullah saw sangat sedih ketika kehilangan dua orang yang sangat
berpengaruh dalam kehidupannya itu, bahkan para sejarawan menamakan tahun
tersebut dengan tahun kesedihan. Sebaliknya, orang- orang musyrik justru
bergembira dengan kesedihan Rasul saw itu. Mereka menganggap bahawa Rasul saw
tidak lagi memiliki seorang tua yang mampu melindunginya dan tidak lagi
memiliki seorang isteri yang dapat meringankan beban penderitaannya.
Setelah kematian dua orang tersebut, penindasan dan penganiayaan kaum
Quraisy kepada Nabi semakin meningkat dan orang-orang musyrik memilih waktu
yang tepat untuk menyembelih binatang di Mekah lalu mereka membawa usus-usus
atau jeroan dari unta dan mereka melemparkannya dan meletakkannya di atas
punggung Nabi saat beliau sujud. Kemudian berita memilukan itu sampai kepada
puteri tercintanya, Fatimah az-Zahrah, sehingga ia segera datang dan berusaha
membela ayahnya dan membersihkan kotoran yang ada di pundak ayahnya itu.
Demikianlah kemuliaan Siti Fatimah az-Zahra yang senantiasa melindungi ayahnya.
Betapa sedihnya Nabi saw ketika beliau melihat bahawa keadaan beliau sampai
pada batas di mana anak perempuan beliau pun turut membelanya. Namun beliau
tetap bersabar dalam berdakwah di jalan Allah SWT. Pada suatu hari beliau
berfikir untuk pergi ke Tha'if di mana di sana dihuni oleh kaum Tha'if.
Barangkali beliau berkata dalam dirinya: jika di sini aku mendapati hati-hati
yang telah membeku dan telah berhubungan mesra dengan kebatilan lalu mengapa
aku tidak pergi ke Tsaqif. Barangkali Allah SWT akan membukakan pintu dakwah di
sana. Mungkin di sana masih terdapat hati yang akan terbuka guna menerima
kebenaran.
Saat itu kaum musyrik memperlakukan blokade umum atas dakwah yang dipimpin
oleh Rasulullah saw sehingga tekanan kepada beliau semakin meningkat sampai
pada batas di mana pergerakan dakwah tidak dapat bergerak satu langkah pun.
Keadaan demikian ini sangat menggelisahkan Nabi. Beliau ingin untuk melepaskan
belenggu yang mengikatnya. Lalu beliau memutuskan untuk pergi ke Tha'if. Jarak
antara Mekah dan Tha'if lebih dari tujuh puluh kilo meter. Nabi menempuh
perjalanan itu dengan jalan kaki, pergi dan pulang.
Kita tidak mengetahui pemikiran-pemikiran apa yang terlintas dalam benak
Rasulullah saw saat beliau pergi dan menemui kabilah yang kafir kepada Allah
SWT ini. Yang kita ketahui adalah bahawa beliau pergi ke sana dengan membawa
rahmat dunia dan akhirat. Tetapi mereka justru membalas sikap baik Rasulullah
saw itu dengan tindakan Jahiliah. Mereka bersikap buruk kepada beliau dan
mendustakannya. Rasulullah saw tinggal di sana selama sepuluh hari. Beliau
mundar-mandir dari satu rumah ke rumah yang lain dan dari pasar ke pasar
yang lain dan dari satu jalan ke jalan yang lain. Tak seorang pun yang
mendengar kedatangan beliau di sana; tak seorang pun yang mahu mendengar dakwah
beliau dan tak seorang pun yang mahu beriman kepada ajakannya. Bahkan
masyarakat di situ semakin menjadi-jadi dalam menyerang Rasulullah saw dan
mengejeknya.
Pada hari yang terakhir yang mana beliau telah menetapkan untuk kembali ke
Mekah. Rasulullah saw berdiri di Tha'if dan mengharap kepada masyarakat di sana
agar merahsiakan kunjungannya kepada mereka sehingga pencelaan yang beliau
terima di Mekah terhadap agama yang dibawanya tidak semakin menjadi-jadi.
Tetapi penduduk Tha'if menolak permohonan yang terakhir ini. Mereka tidak cukup
melakukan hal itu tetapi mereka melakukan perbuatan terburuk yang dilakukan
manusia terhadap sesama manusia. Mereka menahan keluarga orang-orang yang bodoh
dan orang-orang biasa untuk membentuk dua barisan dan memerintahkan mereka
untuk melempari Rasulullah saw dengan batu dan mengejeknya. Nabi keluar dari
Tha'if dan beliau mendapatkan lemparan bertubi-tubi dari keluarga Tha'if bahkan
beliau merasakan kepedihan saat kakinya terkena lemparan batu itu sehingga
darah suci mengucur dari kaki beliau.
Kemudian Rasulullah saw diusir sehingga beliau sampai di suatu kebun yang
dimiliki oleh dua orang dari orang-orang kaya Tha'if. Di sana beliau duduk di
bawah naungan pohon anggur. Dua orang pemilik kebun itu merasa kasihan melihat
keadaan orang yang terusir dan terluka itu. Mereka membawa kepadanya setangkai
anggur dengan seorang pembantu. Pembantu mereka adalah seorang Nasrani yang
bernama Adas. Si pembantu meletakkan setangkai anggur itu depan Rasul saw lalu
beliau menghulurkan tangannya kepadanya sambil berkata:
"Bismillahirahmanirrahim (Dengan nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha
Penyayang). Adas berkata kepada Nabi, perkataan ini tidak begitu dikenal oleh
penduduk negeri ini. Nabi berkata:
"Anda dari daerah mana?" Adas menjawab: "Aku adalah seorang
Nasrani dari Nainawa." Nabi berkata: "Apakah engkau dari desa lelaki
soleh Yunus bin Mata?" "Bagaimana engkau tahu tentang Yunus?, sambung
lelaki itu. Nabi berkata: "Itu adalah saudaraku. Ia adalah seorang Nabi
aku pun seorang Nabi."
Mendengar jawapan Rasul saw, Adas segera merobohkan tubuhnya di depan kedua
kaki Rasul saw lalu ia menciuminya sambil menangis. Akhirnya, pembantu Nasrani
itu masuk Islam sehingga ia menambah barisan kaum Muslim. Ia adalah seorang
yang menjadi Muslim ketika Rasulullah saw berhijrah ke Tha'if. Inilah harga
yang harus dibayar Rasulullah saw selama dua minggu saat beliau berada di
Tha'if, dan kemudian beliau terkena cubaan dengan mengucurnya darah dari kaki
beliau akibat lemparan batu penghuni Tha'if.
Kemudian Rasulullah saw kembali ke Mekah beliau kembali dalam keadaan
ditolak oleh penduduk Tha'if dan kini beliau kembali menerima penolakan itu di
Mekah. Meskipun demikian, beliau merasakan kesedihan yang mendalam melihat
sikap kaumnya. Namun ketika kebencian semakin deras mengalir kepada beliau,
hati beliau justru semakin bersemangat dan semakin dipenuhi dengan rahmat
kemudian datanglah kepada Nabi masa di mana tampak di dalamnya Islam asing, dan
tampak di dalamnya Nabi seorang diri, tanpa penolong.
Pada saat demikian ini ketika manusia mulai meninggalkan Rasulullah saw
lalu langit turut campur dan terjadilah peristiwa besar dan mukjizat terbesar
pada diri Nabi, yaitu Isra' dan Mi'raj. Ia adalah mukjizat yang tidak berhubungan
dengan dakwah Islam; ia tidak datang untuk memperkuat dakwah ini atau
menetapkannya tetapi ia datang semata- mata untuk memperkuat keteguhan Nabi dan
sebagai penghormatan kepadanya. Seakan-akan Allah SWT ingin berkata kepada
Nabi, jika saja penduduk bumi tidak memujimu, maka penduduk langit mengenal
kedudukanmu dan memberikan pujian yang layak kepadamu dan jika manusia menolak
dakwahmu dan menolak keberadaanmu, maka sesungguhnya Allah SWT memilihmu dan
memuliakanmu.
Untuk melihat tanda-tanda kebesaran-Nya, munculnya mukjizat Isra' dan
Mi'raj dalam sejarah para nabi sebagai mukjizat satu-satunya yang tiada
tandingannya dibandingkan dengan kisah nabi yang lain. Kita mengetahui bahawa
di deretan para nabi ada nabi-nabi yang dinamakan oleh Allah SWT sebagai para
kekasih-Nya dan sebagai para pendamping-Nya, seperti Nabi Ibrahim. Kita juga
melihat bahawa di antara para nabi ada seseorang yang diajak bicara oleh Allah
SWT tanpa perantara, seperti Nabi Musa. Kita juga melihat di antara para nabi
ada yang didukung oleh Allah SWT dengan Ruhul kudus, seperti Nabi Isa. Tetapi
untuk pertama kalinya kita berada di hadapan seorang nabi yang diajak dan
dipanggil oleh Allah SWT untuk menuju ke sisi-Nya.
Beliau naik bersama Jibril dengan jasadnya dan rohaninya sehingga Jibril
berdiri di suatu tempat dan Nabi maju sendirian. Itu adalah tingkat dari
tingkat kehormatan di mana pena terasa keluh untuk mengungkapkannya dan
sejarawan tidak dapat menulis apa yang terjadi saat itu. Kita telah melihat
dalam kisah para nabi seorang nabi yang meminta kepada Tuhannya agar
memperlihatkan kepadanya bagaimana Dia menghidupkan orang-orang yang mati.
Allah SWT bertanya kepadanya, apakah ia belum beriman akan hal itu? Ibrahim
menjawab: bahawa ia beriman tetapi ia ingin menenangkan hatinya.
Kita juga melihat dalam kisah para nabi seorang nabi yang cintanya kepada
Allah SWT memancar dalam kalbunya sehingga ia meminta: "Ya
Tuhanku, nampakkanlah (diri Engkau) kepadaku agar aku dapat melihat kepada
Engkau". (QS. al-A'raf: 143)
Namun Allah SWT menjawab kepada Musa tentang kemustahilan melihat Allah SWT
atas manusia. Nabi Musa memahami bahawa makhluk manapun tidak akan mampu
menahan beban penampakan dari Zat sang Pencipta.
Adapun Muhammad bin Abdillah ia tidak bertanya kepada Tuhannya dan meminta
kepadanya untuk diberi mukjizat atau kejadian yang luar biasa; ia tidak meminta
kepada Tuhannya agar dapat melihat Zat-Nya dan ia tidak berusaha mencari
ketenangan dalam hatinya. Cintanya kepada Allah SWT termasuk bentuk cinta yang
sulit untuk difahami atau diselami kedalamannya oleh para tokoh pencinta dan
cintanya tersebut bukan termasuk bentuk yang menimbulkan berbagai pertanyaan.
Cinta beliau melampaui tingkat permintaan menuju ke tingkat penyerahan dan
kepuasan atau ridha. Segala sesuatu yang menggelisahkan Nabi adalah ridha Allah
SWT.
Rasulullah saw berkata saat beliau dalam keadaan ditolak dan diusir dan
terluka akibat perbuatan kaum Tha'if: "Jika Engkau tidak murka kepadaku,
maka aku tidak peduli dengan mereka."
Lihatlah tingkat cinta yang tinggi itu: bagaimana tingkat tersebut
menyebabkan beliau merasa rendah diri sehingga beliau berkata, "jika
Engkau tidak murka kepadaku ..." Seakan-akan beliau tidak menginginkan
selain ridha Allah SWT dan yang beliau khuatirkan adalah kemarahan Allah SWT.
Sungguh adab yang diterapkan Rasulullah saw kepada Tuhannya adalah adab
yang paling layak dan paling tinggi yang sesuai dengan kedudukan beliau sebagai
orang Muslim yang paling sempurna.
Demikianlah mukjizat Isra' dan Mi'raj. Mukjizat yang tujuannya adalah
menghormati keperibadian Rasulullah saw; mukjizat yang membangkitkan peranan
akal dan hati secara bersama. Para nabi tanpa terkecuali didukung oleh berbagai
macam mukjizat yang terjadi di muka bumi bahkan para nabi yang diangkat ke
langit seperti Nabi Idris dan Nabi Isa, maka pengangkatan mereka sebagai bentuk
menyelamatkan mereka dari usaha pembunuhan atau penyaliban. Mukjizat mereka
saat mereka diangkat ke langit adalah bentuk akhir dari aktiviti mereka di muka
bumi.
Ini adalah kali pertama ketika kita mendapati suatu mukjizat yang tempat
utamanya di langit; suatu mukjizat yang terwujud bersama seorang Nabi yang
diangkat ke langit dengan jasadnya dan rohaninya saat beliau masih hidup. Di
sana Allah SWT memperlihatkan kepadanya tanda- tanda kekuasaan-Nya. Kemudian
beliau kembali ke bumi di mana beliau akan mendapatkan berbagai macam tantangan
dan cubaan yang biasa diterima oleh penduduk bumi. Muhammad bin Abdillah adalah
manusia yang pertama melewati planet bumi dan beliau menembus bulan dan
matahari dan bintang-bintang. Kita menyaksikan di zaman kita manusia pertama
atau astronaut pertama yang mampu menembus ruang angkasa. Ruang angkasa itu
baru dapat ditembusi oleh manusia setelah empat belas abad dari turunnya
risalah Muhammad saw, namun sejak empat belas abad yang lalu Nabi Islam telah
dapat menembus ruang angkasa itu, bahkan beliau mencapai Sidratul Muntaha dan
puncak al-Muntaha.
Beliau sampai pada batas yang di situlah alam makhluk diakhiri dan beliau
menembus alam ghaib. Bukankah syurga bahagian dari alam ghaib? Beliau sampai di
syurga. Allah SWT menamakannya dengan Jannatul Ma'wah. Beliau sampai pada batas
terputusnya ilmu manusia dan tiada yang mengetahui hakikat ilmu tersebut kecuali
Allah SWT. Mukjizat Isra' bukanlah mukjizat Mi'raj, meskipun kedua-duanya
terjadi di satu malam. Peristiwa Isra' dan Mi'raj dikutip oleh dua surah yang
berbeza dalam Al- Qur'an al-Karim. Allah SWT berfirman tentang mukjizat Isra':
"Maha Suci Allah, yang telah memperjalankan hamba-Nya pada suatu malam
dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsha yang telah Kami berkali sekelilingnya
agar Kami perlihatkan kepadanya sebahagian dari tanda-tanda (kebesaran) Kami.
Sesungguhnya Dia adalah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui." (QS.
al-Isra': 1)
Sedangkan berkaitan dengan mukjizat Mi'raj, Allah SWT berfirman:
"Dan sesungguhnya Muhammad telah melihat Jibril itu (dalam rupanya
yang asli) pada waktu yang lain, (yaitu) di Sidratul Muntaha. Di dekatnya ada
syurga tempat tinggal. (Muhammad melihat Jibril) ketika Sidratul Muntaha
diliputi oleh sesuatu yang meliputinya. Penglihatannya (Muhammad) tidak
berpaling dari yang dilihatnya itu dan tidak (pula) melampauinya. Sesungguhnya
dia telah melihat sebahagian tanda-tanda (kekuasaan) Tuhannya yang paling
besar." (QS. an-Najm: 13-18)
Pada malam Isra' dan Mi'raj, Nabi Muhammad berkeliling di sekitar Ka'bah
dan berdoa kepada Allah SWT. Beliau dalam keadaan pucat wajahnya dan kedua air
matanya mengucur; beliau tidak bertawaf bersama seseorang pun; beliau tawaf
sendirian lalu orang-orang kafir dan orang-orang musyrik memandang beliau
dengan pandangan kebencian saat beliau bertawaf dan berdoa. Allah SWT melihat
hamba-Nya yang khusyuk itu lalu Allah SWT menurunkan perintah-Nya kepada Ruhul
Amin yaitu malaikat Jibril agar menemani hamba-Nya dari Masjidil Haram menuju
Masjidil Aqsha Kemudian membawanya naik ke langit agar dia dapat melihat
tanda-tanda kebesaran Tuhannya.
Di suatu rumah yang mulia dan sederhana dari rumah-rumah yang ada di Mekah,
Nabi saw sedang tidur dan datanglah waktu pertengahan malam. Jibril turun dan
memasuki rumah sang Rasul saw. Jibril as berdiri di sisi kepala sang Nabi dan
ia melihat kepadanya dengan pandangan cinta. Pandangan Jibril itu membangunkan
Rasul saw kemudian beliau membuka kedua matanya dan bangkit dari tempat
tidurnya.
Jibril berkata kepada Nabi saw, salam kepadamu wahai Nabi yang mulia. Allah
SWT ingin agar engkau melihat sebahagian tanda-tanda kebesaran- Nya di alam.
Kemudian Jibril berjalan bersama Nabi saw. Mereka keluar dari rumah dan beliau
menyaksikan Buraq yaitu makhluk yang menyerupai burung dan mempunyai sayap
seperti burung garuda; makhluk yang terbuat dari kilat. kerana itu, ia
dinamakan dengan Buraq. Kilat adalah listrik dan listrik adalah cahaya. Cahaya
adalah makhluk yang tercepat yang kita kenal di bumi. Kilauan cahaya pada satu
detik
saja mencapai 186 ribu mil. Kita tidak akan terlibat terlalu jauh tentang
kenderaan luar angkasa yang digunakan dalam perjalanan itu; kita tidak akan
bertanya bagaimana Nabi saw menembus alam ruang angkasa tanpa ada latihan sebelumnya
dan berapa lama waktu yang beliau gunakan untuk pulang pergi; kami juga tidak
akan bertanya tentang kecepatan Buraq; kami tidak hairan dengan usaha
penembusan luar angkasa ini; kita tidak akan bertanya tentang semua itu kerana
kita mempunyai satu jawapan dari semuanya: Allah SWT berkehendak agar hal
itu terjadi dan untuk itu Allah SWT mengatakan kun jadilah, maka jadilah.
Para ulama berselisih pendapat tentang apakah Isra' dan Mi'raj terjadi
dengan roh saja atau dengan rohani dan jasad sekaligus. Ahli hakikat mengatakan
bahawa itu terjadi dengan roh dan jasad. Tentu perselisihan itu berakibat pada
perselisihan akal dan terjerumus dalam perangkap kaifa (bagaimana) dan bertanya
tentang kekuasaan Allah SWT dan usaha untuk menundukkan masalah ini terhadap
sebab-sebab yang biasa atau hukum-hukum kita yang alami atau logik kemanusiaan.
Allah Maha Suci dan Maha Tinggi dari semua itu. Apakah seseorang akan bertanya,
bagaimana Rasulullah saw naik berserta roh dan fiziknya ke puncak segala puncak
di langit kemudian beliau kembali sebelum tempat tidurnya dingin? Mukjizat apa
yang terjadi di sini yang melebihi mukjizat berubahnya air mani menjadi manusia
dan berubahnya benih menjadi pohon atau mukjizat air yang menghidupkan tanah,
atau ia mampu memuaskan kehausan si dahaga atau mukjizat cinta yang mengikat
dua hati yang belum pernah mengenal?
Sementara itu, Buraq menundukkan badannya kepada Nabi saw kemudian Nabi saw
menungganginya bersama Jibril dan Buraq pergi bagaikan anak panah dari cahaya
di atas gunung Mekah dan pasir-pasir menuju ke utara. Jibril mengisyaratkan
agar menuju arah gunung Saina' lalu Buraq itu berhenti. Jibril berkata di
tempat yang diberkati ini, Allah SWT berdialog dengan Musa as. Kemudian Buraq
kembali pergi ke Baitul Maqdis, Nabi saw turun dari pesawat ini yang berjalan
lebih cepat dari cahaya dan jutaan kali lebih cepat darinya dan ia tidak
berubah dari cahaya.
Nabi berjalan bersama Jibril dan memasuki Baitul Maqdis. Beliau memasuki
masjid dan beliau mendapati semua nabi sedang menunggunya di sana. Allah SWT
membangkitkan gambar para nabi-Nya dari kematian dan mengumpulkan mereka di
Masjid Aqsha. Para malaikat memberinya suatu bejana yang di dalamnya terdapat
susu dan bejana yang lain yang di dalamnya terdapat khamer. Lalu beliau memilih
susu dan meminumnya. Dikatakan pada beliau, sesungguhnya engkau telah memilih
fitrah dan umatmu akan memilih fitrah.
Para nabi mengitari Rasul saw dan datanglah waktu solat. Para nabi bertanya
di antara sesama mereka, siapa di antara mereka yang menjadi imam solat, apakah
itu Adam, Nuh, Ibrahim, Musa atau Isa? Jibril berkata kepada Muhammad saw,
sesungguhnya Allah SWT memerintahkanmu untuk solat bersama para nabi.
Rasulullah saw berdiri dan solat bersama para nabi. Mereka semua adalah
orang-orang Muslim dan beliau adalah orang-orang Muslim yang pertama. Secara
logik bahawa beliau layak menjadi imam dari para nabi sebagaimana kitabnya
dijadikan kitab yang terbaik daripada kitab-kitab yang mendahuluinya. Beliau
membacakan Al-Qur'an kepada mereka dan beliau menangis saat membacanya.
Kekhusyukan beliau saat membacanya membuat para nabi pun menangis. Dan ketika
para nabi sujud di belakang imam mereka, pohon-pohon dan bintang-bintang pun
turut bersujud.
Selesailah waktu solat dan para nabi membubarkan diri. Setiap nabi kembali
ke langit yang mereka tinggal di dalamnya. Nabi keluar dari masjid bersama
Jibril dan mereka kembali menunggang Buraq seperti panah dari cahaya. Buraq
semakin meninggi dan ia melewati langit pertama lalu beliau menyaksikan Nabi
Adam. Kemudian ada panggilan dari Allah SWT: "Hendaklah hamba-Ku semakin
meninggi dan menjauh." Kemudian hamba Allah SWT Muhammad bin Abdillah
semakin terbang menjauh ia melampaui langit demi langit. Beliau melampaui
tempat materi dan mulai menjangkau tempat rohani dan melewatinya. Beliau
bersiap berdiri di haribaan Ilahi; beliau semakin tinggi dan jauh di tingkat
dan di puncak rohani dalam kecepatan yang tidak kurang dari kecepatan kilat.
Beliau melampaui kedudukan Nabi Adam di langit pertama dan melampaui kedudukan
Nabi Yahya dan Nabi Isa di langit kedua. Lalu Tuhan pemilik kemuliaan
memanggil, "hendaklah hamba-Ku lebih tinggi lagi." Kemudian hamba
Allah SWT dan Nabi-Nya yang mulia mencapai tingkat yang lebih tinggi lagi.
Beliau melampaui langit yang ketiga, keempat, kelima, keenam, dan ke tujuh.
Beliau melampaui alam materi semuanya dan melampaui alam rohani. Akhirnya,
beliau sampai ke Sidratul Muntaha. Beliau sampai di tempat yang suci yang Allah
SWT menamakannya dengan sebutan Sidratul Muntaha dan di sana Nabi melihat dan
menyaksikan Jannatul Ma'wa. Beliau menyaksikan yang kita tidak mampu
mengetahuinya dan memahaminya bahkan membayangkannya:
"(Muhammad melihat Jibril) ketika Sidratul Muntaha diliputi oleh
sesuatu yang meliputinya. Penglihatannya (Muhammad) tidak berpaling dari yang
dilihatnya itu dan tidak (pula) melampauinya." (QS. an-Najm: 16-17)
Sungguh terjadilah pada tempat itu apa yang terjadi dengannya. Dengan
kebesaran yang misteri ini, Allah SWT memberitahu kita bahawa terjadilah hal
penting di sana meskipun hakikat hal tersebut tersembunyi dari kita. Sesuatu
yang Allah SWT sembunyikan dari kita tersebut disaksikan oleh Rasul saw. Itu
adalah mukjizat yang khusus baginya; itu adalah tingkat cinta yang tidak
tersingkap tabirnya kerana ketinggiannya yang tidak mampu ditangkap oleh
pengetahuan manusia biasa.
Kemudian Tuhan pemilik syurga dan neraka memanggil, "hendaklah
hamba-Ku lebih tinggi lagi." Hamba Allah SWT Muhammad bin Abdillah menaik
ke tempat yang tinggi. Kali ini beliau melihat Jibril yang berada di
belakangnya lalu beliau mendapatinya dalam keadaan bertasbih kepada Allah SWT.
Jibril tidak berada dalam wujud manusia seperti yang Nabi saksikan ketika
berada di dunia. Jibril as kembali ke dalam wujud malaikatnya. Nabi melihat
Jibril dan ia merupakan tanda
kebesaran Allah SWT yang Allah SWT janjikan untuk di perlihatkan kepadanya:
Penglihatannya (Muhammad) tidak berpaling dari yang dilihatnya itu dan
tidak (pula) melampauinya." (QS. an-Najm: 17)
Pemandangan itu terjadi dengan hati dan mata serta panca indera yang
dikenal dan yang tidak dikenal. Pemandangan itu benar-benar jelas. Di sana
bukan mimpi, bukan khayalan, dan bukan gambaran. Rasul saw melihat semua itu
dengan jasadnya dan rohaninya:
"Penglihatannya (Muhammad) tidak berpaling dari yang dilihatnya itu
dan tidak (pula) melampauinya." (QS. an-Najm: 17)
Kemudian Rasulullah saw menuju ke tempat yang tinggi dan lebih tinggi lagi.
Beliau semakin naik ke tingkat yang makin tinggi sampai beliau berdiri di
hadapan Tuhan Pencipta langit dan bumi dan Penebar kasih sayang di dunia dan di
akhirat. Orang Muslim yang paling sempurna itu bersujud di hadapan Tuhan Sang
Pencipta sambil berkata: "Sungguh penghormatan dan keberkatan serta
selawat yang baik tertuju hanya kepada Allah SWT." Allah SWT membalasnya:
"Salam kepadamu wahai Nabi dan rahmat Allah SWT serta berkat-Nya juga
tercurah kepadamu." Para malaikat pun ketika mendengar ucapan itu
bertasbih dan mengatakan: "Salam kepada kita dan kepada hamba-hamba Allah
SWT yang soleh."
Ungkapan-ungkapan tersebut merupakan permulaan tahiyat (penghormatan) yang
diucapkan orang-orang Muslim saat mereka melaksanakan solat pada setiap hari.
Solat telah diwajibkan atas kaum Muslim pada kesempatan yang besar ini. Hal popular
di kalangan umumnya kaum Muslim adalah, bahawa Allah SWT mewajibkan atas Nabi
mula-mula lima puluh solat sehari. Kemudian Nabi turun dari langit lalu beliau
menemui Nabi Musa. Selanjutnya Nabi Musa bertanya kepadanya tentang jumlah
solat yang diwajibkan Allah SWT kepada umatnya. Nabi menceritakan bahawa Allah
SWT telah menentukan lima puluh kali solat. Nabi Musa berkata sungguh umatmu
tidak akan kuat untuk melakukan solat itu, maka kembalilah kepada Tuhanmu dan
mohonlah kepadanya agar Dia meringankan bagi umatmu. Lalu Nabi kembali kepada
Tuhan-Nya sehingga Allah SWT meringankan solat hingga sepuluh kali. Setelah
itu, Nabi kembali bertemu dengan Nabi Musa. Lagi-lagi Nabi Musa
memperingatkannya. Kemudian Nabi kembali lagi kepada Allah SWT sehingga sampai
diturunkan solat dari lima puluh kali menjadi lima kali sehari. Namun solat
yang lima kali itu pahalanya sama dengan solat yang lima puluh kali.
Menurut hemat kami, kisah tersebut tidak memiliki sandaran dalam
kitab-kitab ulama yang benar-benar teliti. Kami kira, kisah itu tersebut
merupakan rekayasa orang-orang Yahudi di mana mereka masuk Islam dan mereka
memenuhi kitab-kitab dengan dongeng-dongeng khurafat dan mereka menisbatkannya
kepada Rasul. Prasangka tersebut didukung oleh pemilihan Musa sebagai seorang
Nabi yang mengusulkan kepada Rasul saw agar meminta keringanan atas umatnya
sehingga terkesan Nabi Musa menjadi seseorang yang lebih mengetahui sesuatu
yang tidak diketahui oleh Nabi Muhammad. Kami sendiri cenderung untuk menolak
kisah tersebut dengan keyakinan bahawa pertemuan Nabi dengan Allah SWT
menimbulkan rasa kebesaran dan kewibawaan yang luar biasa sehingga ketika Nabi
telah pergi, maka sangat berat baginya untuk kembali lagi.
Nabi menyaksikan dan melihat hal-hal yang tidak mampu diungkap oleh lisan
dan tidak mampu ditulis dengan pena. Beliau berada di suatu keadaan yang tidak
dapat difahami oleh manusia biasa. Al-Qur'an al- Karim sengaja tidak
menyebutkan apa saja yang di lihat oleh Nabi kerana itu merupakan rahsia antara
Nabi dan Tuhannya dan mukjizat yang khusus yang diperuntukkan baginya sebagai
bentuk penghormatan kepadanya. Jadi Al-Qur'an sengaja tidak menyebutkan itu
semua untuk menegaskan bahawa beliau melihat tanda dari tanda-tanda kebesaran
Tuhannya.
Kami tidak mengetahui apa yang di lihat oleh Nabi. Hal yang dapat kami
bayangkan adalah, bahawa Nabi bersujud dengan khusyuk di hadapan Tuhannya dan
beliau menangis kerana gembira. Kesedihan hatinya telah hilang selamanya.
Setelah Nabi melihat rahsia dan setelah penghormatan yang besar ini, beliau
kembali menemani Buraq dan pergi bersama Jibril untuk kembali ke bumi. Beliau
kembali dan mendapati tempat tidurnya masih dingin. Bagaimana beliau pergi dan
kembali sementara tempat tidurnya belum dingin? Berapa lama waktu yang
diperlukannya saat melakukan perjalanan tersebut? Hanya Allah SWT semata yang
mengetahui. Yang kita ketahui adalah, bahawa Rasulullah saw kembali ke tempat
tidurnya setelah Isra' dan Mi'raj dan hatinya dipenuhi dengan kegembiraan serta
dadanya dipenuhi dengan ketenangan dan kepuasan serta kefanaan dalam cinta
kepada Allah SWT.
Kemudian datanglah waktu pagi. Nabi menceritakan perjalanan dan pengalaman
tersebut kepada sahabat-sahabatnya dan orang-orang Musyrik sehingga berimanlah
orang-orang yang beriman padanya dan mendustakan kepadanya orang-orang yang
mendustakannya. Namun beliau tidak peduli dengan semua itu. Nabi terus
melangsungkan perjuangannya dengan penuh kesabaran.
Akhirnya, datanglah suatu masa di mana Nabi saw mengetahui bahawa dakwah
Islam di Mekah telah mengalami penekanan yang luar biasa sehingga keadaan
sangat tidak mendukung bagi kaum Muslim. Rasulullah saw bergerak dengan
dakwahnya. Lalu Allah SWT mewahyukan kepadanya agar ia berhijrah. Kemudian
mulalah Nabi berhijrah di jalan Allah SWT setelah tiga belas tahun beliau di
Mekah. Islam ingin membangun negaranya dan ingin menghilangkan pengepungan dan
serangan kaum musyrik. Mula-mula terjadilah perubahan sedikit dalam keadaan
kaum Muslim.
Rasulullah saw keluar dalam musim haji untuk menunjukkan dirinya pada
kabilah-kabilah Arab sebagaimana yang beliau lakukan pada setiap musim. Beliau
berada di tempat yang bernama 'Aqabah, lalu beliau bertemu dengan jemaah dari
Khazraj. Rasulullah saw berkata kepada mereka, "siapa kalian?" Mereka
menjawab: "Kami berasal dari kelompok Khazraj." Beliau berkata.
"apakah kalian termasuk pembantu kaum Yahudi?" Mereka menjawab,
"benar." Beliau berkata, "maukah kalian duduk bersama aku kerana
aku ingin sedikit berbicara dengan kalian." Mereka menjawab:
"Boleh." Kemudian mereka duduk bersama Nabi lalu beliau mengajak
mereka untuk mengikuti agama Allah SWT.
Rasulullah saw sedikit menceritakan Islam kepada mereka dan membacakan
Al-Qur'an. Enam orang mendengarkan apa yang disampaikan oleh Nabi saw. Setelah
beliau selesai dari pembicaraannya, mereka membenarkannya dan beriman
kepadanya. Kemudian mereka menceritakan kepada Nabi saw bahawa mereka
meninggalkan kaumnya kerana kaum mereka terlibat peperangan dan kebencian.
Mudah- mudahan Allah SWT mengumpulkan mereka dengan kedatangan Nabi saw yang
mulia ini. Mereka memberitahu Nabi saw bahawa mereka akan menceritakan kepada
kaumnya apa yang mereka dengar dari Nabi saw dan akan mengajak mereka untuk
memenuhi dakwah Nabi.
Keenam lelaki itu kembali ke kota Madinah yang berubah namanya menjadi
Madinah Munawarah yang sebelumnya ia bernama Yatsrib di zaman jahiliah. Allah
SWT berkehendak untuk meneranginya dengan Islam. Para lelaki itu kembali ke
Madinah dan mereka membawa Islam di hati mereka sehingga banyak orang yang
masuk Islam.
Kemudian datanglah musim haji dan keluarlah dari Madinah dua belas orang
lelaki dari orang-orang yang beriman yang di antara mereka terdapat enam orang
yang Rasulullah saw telah berdakwah kepada mereka pada musim yang dulu dan Nabi
saw menemui mereka di 'Aqabah. Kemudian Nabi melakukan solat pada mereka agar
mereka mempertahankan keimanan dan membela dakwah kebenaran serta kemanusiaan.
Kaum lelaki itu kembali ke Madinah disertai salah seorang yang terpercaya
dari tokoh Islam yaitu Mus'ab bin Umair di mana ia menjadi utusan Rasulullah
saw di Madinah dan ia mengajari manusia tentang agama mereka dan membacakan
kepada mereka Al-Qur'an dan menyerukan kebenaran kepada manusia sehingga
tersebarlah Islam di Madinah. Penduduk Madinah mulai bertanya-tanya, mengapa
saudara- saudara kita kaum Muslim Mekah ditindas? Mengapa Rasul saw keluar
untuk berdakwah dan menebarkan rahmat tetapi beliau justru mendapatkan angin
kebencian? Sampai kapan kita akan membiarkan Rasulullah saw teraniaya dan
terusir di Mekah?
Demikianlah, pergilah tujuh puluh orang ke Mekah, tujuh puluh orang dari
penduduk Madinah Munawarah. Mereka pergi ke 'Aqabah dalam keadaan sendirian dan
berkelompok-kelompok. Islam telah menghasilkan buah pertamanya dalam hati
mereka sehingga hati mereka dipenuhi cinta kepada Allah SWT dan Rasul-Nya serta
kaum Muslim. Penderitaan yang dialami kaum Muslim mempengaruhi jiwa mereka dan
mencegah mereka dari mendapatkan kenikmatan tidur dan nikmatnya memakan dan
nikmatnya kehidupan. Orang-orang yang baik itu datang dan berniat kepada Rasul
saw untuk membela beliau menolongnya dan melindunginya serta siap untuk mati di
jalannya. Mereka datang setelah hati mereka diliputi oleh Islam dan mereka
memberikan segala sesuatu untuk dakwah yang baru; mereka datang sebagai
pencinta-pencinta kebenaran.
Kitab-kitab hadis yang suci meriwayatkan apa yang terjadi pada baiat
'Aqabah al-Kubra. Dalam kitab tersebut dikatakan bahawa Abbas Ibnu Abdul
Muthalib datang bersama Nabi dan saat itu ia masih berada dalam agama kaumnya.
Ia ingin menyelesaikan urusan anak pamannya. Ketika ia duduk dan berbicara, ia
mengatakan suatu pernyataan yang mengisyaratkan bahawa Muhammad saw mendapatkan
kemuliaan dari kaumnya dan kekuatan di negerinya tetapi ia enggan dan memilih
untuk bergabung bersama kalian wahai penduduk Madinah. Jika kalian memenuhi
janjinya dan melindunginya, maka ambillah ia, namun jika kalian khawatir jika
suatu saat nanti akan mengkhianatinya, maka mulai dari sekarang biarkanlah ia
di negerinya.
Kata-kata Abbas tersebut berasal dari fanatisme kesukuan dan ikatan darah
keluarga namun penduduk Madinah tidak begitu peduli dengan kalimat Abbas itu
kerana ia bukan termasuk dari agama mereka dan ia tidak mengetahui tingkat
cinta kepada Rasul saw yang mereka capai. Abbas bin Abdul Muthalib menunggu
jawapan dari penduduk Madinah. Lalu mereka berkata kepadanya, "Kami telah
mendengar apa yang engkau katakan, maka berbicaralah ya Rasulullah, ambillah
untuk dirimu dan Tuhanmu apa saja yang engkau sukai."
Kita ingin mengamati jawapan sekelompok orang yang mukmin dari penduduk
Madinah ini sehingga Rasulullah saw berbicara. Jawapan yang dicari oleh Abbas
bin Abu Muthalib tersembunyi dalam pernyataan Nabi. Demikianlah setelah
Rasulullah saw mengucapkan kalimatnya, maka tidak keluar penyataan apa pun.
Cukup hanya Nabi yang berbicara dan mereka hanya menaatinya. Mereka meminta
kepada beliau agar mengambil pada dirinya dan Tuhannya apa saja yang beliau
sukai; mereka merasa tidak memiliki apa-apa dan tidak memiliki keputusan. Nabi
berbicara lalu beliau membaca Al-Qur'an dan mengajak ke jalan Allah SWT.
Kemudian beliau berbicara tentang Islam dan beliau membaiat mereka agar
membantu beliau sehingga mereka pun membaiat kepadanya. Demikianlah terjadinya
baiat 'Aqabah al-Kubra.
Orang-orang yang terpilih oleh Allah SWT itu mengetahui bahawa sebentar
lagi mereka akan diajak untuk mengangkat senjata: mereka diajak untuk
mendapatkan kematian di bawah naungan pedang. Mereka menenangkan Rasulullah saw
bahawa beliau akan mendapati orang-orang yang sudah terlatih dalam peperangan
kerana mereka mewarisi dari datuk-datuk mereka.
Salah seorang dari tujuh puluh orang itu menyebutkan masalah yang penting.
Abul Haitsyam berkata: "sesungguhnya di antara orang-orang Madinah dan
Yahudi terdapat suatu tali ikatan, maka mereka boleh jadi akan memutuskannya
lalu, apakah sikap yang harus kita ambil jika mereka lakukan hal itu dan
memusuhi orang-orang Yahudi," kemudian Allah SWT menolong Nabi dan
memenangkan atas kaumnya, lalu ia kembali kepada mereka dan meninggalkan mereka
di bawah kasih sayang orang-orang Yahudi.
Perhatikanlah bahawa pertanyaan tersebut berkisar pada kecintaan kepada
Nabi dan keinginan agar Nabi tetap bersama mereka selama perjalanan hari dan
bulan. Masalah yang dituntut oleh Abbas bin Abdul Muthalib secara jelas adalah
masalah perlindungan mereka kepada Nabi, di mana hal tersebut tidak lagi
diperdebatkan oleh orang-orang yang terpilih dari penduduk Madinah. Namun
masalah yang mereka inginkan adalah masalah perlindungan Nabi dan keberadaan
Nabi bersama mereka di Madinah.
Nabi tersenyum dan beliau mengatakan kalimat-kalimat yang justru menekankan
bahawa ikatan akidah lebih kuat daripada ikatan darah. Beliau berkata:
"Tetapi darah adalah darah dan kehancuran adalah kehancuran. Aku dari
kalian dan kalian dariku aku akan memerangi orang-orang yang kalian perangi dan
aku akan berdamai dengan orang- orang yang kalian berdamai dengan mereka."
Akhirnya, penduduk Madinah pergi dan kembali ke negeri mereka. Kemudian
berita tentang baiat ini sampai ke telinga orang-orang Mekah dan para tokoh
musyrik, lalu mereka justru menambah penekanan kepada Rasulullah saw dan kaum
Muslim.
Para preman Mekah berkumpul di Darul Nadwah. Mereka menetapkan akan
mengambil sesuatu keputusan penting berkaitan dengan Nabi. Salah seorang dari
mereka mengusulkan agar beliau dibelenggu dengan besi lalu dibuang di penjara
sehingga beliau mati kelaparan. Sebahagian lagi mengusulkan agar beliau dibuang
dari Mekah dan diusir. Abu Jahal mengusulkan agar mereka mengambil dari setiap
keluarga dari keluarga- keluarga Quraisy seorang pemuda yang kuat, kemudian
setiap dari mereka diberi pedang yang terhunus dan hendaklah mereka memukulkan
pedang itu ke tubuh Nabi. Jika mereka berhasil membunuhnya nescaya semua kabilah
bertanggungjawab terhadap darah sang Nabi dan Bani Hasyim tidak akan mampu
menuntut dan memerangi orang Arab semuanya dan mereka akan menerima diat
sebagai tebusan dari pembunuhan itu. Demikianlah persekongkolan itu digelar dan
mereka sepakat untuk melaksanakan hal itu. Namun Al-Qur'an al-Karim menyingkap
persekongkolan yang dilakukan orang-orang kafir itu dalam firman-Nya:
"Dan (ingatlah), ketika orang-orang kafir memikirkan tipu daya
terhadapmu untuk menangkap dan memenjarakanmu atau membunuhmu, atau mengusirmu.
Mereka memikirkan tipu daya itu. Dan Allah sebaik-baih Pembalas tipu
daya." (QS. al-Anfal: 30)
Allah SWT mewahyukan kepada Nabi-Nya agar ia berhijrah. Lalu Nabi mulai
menyiapkan sarana-sarana untuk hijrahnya. Beliau menyembunyikan urusan tersebut
bahkan beliau tidak memberitahu sahabat yang akan menemaninya. Rasulullah saw
menyewa seorang penunjuk jalan yang pengalaman yang mengenal padang gurun
seperti mengenal garis-garis tangannya. Yang menghairankan penunjuk jalan itu
adalah seorang musyrik. Demikianlah Nabi meminta bantuan kepada orang yang ahli
tanpa memperhatikan keyakinannya.
Kemudian datanglah malam pelaksanaan kejahatan itu. Rasulullah saw
memerintahkan Ali bin Abi Thalib untuk tidur di tempat tidumya di malam
tersebut. Datanglah pertengahan malam dan Rasulullah saw pun keluar dari
rumahnya. Para pemuda Mekah mengepung rumah. Mereka menghunuskan pedangnya.
Nabi menggenggam tanah lalu beliau melemparkannya ke arah kaum sehingga mereka
pun merasa kantuk sehingga Nabi saw dapat menembus kepungan mereka. Beliau
keluar dari Mekah dan berhijrah. Dengan langkah yang diberkati ini, kaum Muslim
menanggali tahun-tahun mereka.
Tahun dalam Islam adalah tahun Hijrah, sedangkan kaum Masihi menanggali
tahun mereka dengan kelahiran Isa dan ini disebut dengan tahun Masihi. Adapun
tahun-tahun Islam, maka ia ditanggali pertama kalinya saat Rasulullah saw
keluar berhijrah di jalan Allah SWT. Hijrah Rasul bukan hanya lari dari
penindasan tetapi lari dari kebekuan; hijrah tersebut bukan keluar dari
keamanan tetapi keluar dari bahaya. Islam di Mekah hanya dapat mempertahankan
dirinya tetapi ketika ia keluar ke Madinah ia mempertahankan dirinya ketika
menyerang. Dan selama beberapa tahun masa yang dihabiskan di Mekah, tak seorang
dari kaum Muslim yang mengangkat senjata. Ketika mereka keluar ke Madinah,
mereka mulai membawa senjata dan mulai menyalakan obor peperangan. Islam mulai
membawa senjata sebagaimana luka akan sembuh dengan syarat jika diubati. Nabi
saw mengetahui bahawa Islam tidak akan menghabiskan usianya hanya untuk melawan
serangan pada dirinya; Islam ingin tersebar; Islam ingin mendirikan negaranya
yang pertama yaitu suatu negara yang belum pernah dikenal di muka bumi negara
seperti itu. Negara yang mencapai keadilan, kasih sayang, dan idealisme yang
begitu luar biasa di mana hukum Allah SWT ditegakkan dan kehormatan manusia
benar-benar
dijaga.
Inilah kedalaman hijrah yang mengesankan yaitu pendirian negara Islam
setelah sebelumnya membangun individu masyarakat Muslim. Setelah Rasul saw
membangun masyarakat Muslim dan membangun masjid, maka beliau membangun suatu
negara Islam. Selanjutnya, sayap-sayap dakwah mengepak.
Kami kira pembaca tidak akan bertanya, apa gunanya pembangunan masjid
ditingkatkan sementara Islam masih mengalami penindasan di muka bumi. Kami kira
pembaca lebih pintar daripada orang yang tidak mengetahui bahawa masjid yang
dibangun Rasulullah saw di Madinah bukan tempat peristirahatan dari keletihan,
tetapi masjid merupakan pusat dari kepemimpinan pergerakan Islam dan
kepemimpinan menuju peperangan Islam.
Manusia mandi di masjid dengan cahaya Allah SWT setelah itu mereka mandi di
kancah peperangan dengan darah mereka. Pertanyaannya adalah, siapakah di antara
mereka yang akan terbunuh di jalan Allah SWT sebelum saudaranya? Demikianlah
perlumbaan dalam perbaikan terjadi di antara mereka. Dengan cara demikianlah
Islam tersebar.
Sementara itu, Nabi berlindung di suatu gua; di gunung yang bernama Tsur.
Beliau masuk ke gua itu bersama sahabatnya Abu Bakar. Dan orang- orang musyrik
pergi menyusul beliau dengan membawa pedang mereka. Lalu mereka sampai ke
gunung itu. Abu Bakar berkata kepada Rasul saw dengan keadaan gelisah,
"seandainya salah seorang mereka melihat di bawah kakinya nescaya mereka
akan melihat kita."
Dengan tenang, Rasulullah saw menepis kegelisahan Abu Bakar dan berkata:
"Wahai Abu Bakar apa yang kamu kira dengan dua orang yang ada di tempat
yang sepi sementara Allah SWT menjadi ketiga di antara mereka?" Sebelum
Rasulullah saw mengakhiri kalimatnya, terdapat laba- laba yang selesai dari
menenun rumahnya di atas pintu gua. Kitab-kitab sejarah mengatakan bahawa kaum
musyrik mengikuti jejak sang Nabi sehingga mereka sampai di gunung Tsur lalu di
situlah mereka mengalami kebingungan. Mereka mendaki gunung dan mendaki gua
itu. Lalu mereka melihat di atas pintu gua itu terdapat tenunan laba-laba.
Mereka mengatakan, seandainya seseorang masuk di dalamnya nescaya tidak akan
terdapat tenunan laba-laba di atas pintunya. Beliau tinggal di gua itu selama
tiga malam.
Demikianlah keimanan tenunan laba-laba yang lembut dimenangkan atas
ketajaman pedang kaum musyrik sehingga Nabi bersama sahabatnya pun selamat.
Kini, kedua orang itu menuju Madinah. Dan Madinah pun menyambut mereka. Ketika
Rasulullah saw dan sahabatnya memasuki Madinah, mula-mula masyarakat tidak mengenal
siapa di antara mereka yang menjadi Rasul kerana saking baiknya sikap Rasul
terhadap sahabatnya. Akhirnya, Nabi menerangi kota Madinah. Beliau membangun
masjid dan mendirikan negaranya serta memerangi musuh-musuhnya dan tersebarlah
Islam dan Mekah pun ditaklukkan dan Baitul Haram disucikan.
Beliau menanamkan dalam akal dan hati suatu cahaya yang tidak akan pernah
padam. Kemudian berlangsunglah sepuluh tahun yang dilewatinya di Madinah di
mana beliau tidak menggunakannya untuk berleha-leha. Demikian juga selama masa
tiga belas tahun yang beliau lalui di Mekah, beliau pun tidak mendapatkan
istirahat yang cukup. Semua kehidupan beliau hanya untuk Allah SWT dan hanya
untuk Islam. Beban berat yang dipikul oleh punggung beliau yang mulia lebih
berat dari beban yang dipikul oleh gunung. Meskipun beliau seorang diri, tetapi
beliau mampu memikul amanat yang pernah Allah SWT tawarkan kepada langit dan
bumi serta gunung namun mereka pun enggan untuk memikulnya. kerana mereka
menyedari bahawa mereka tidak akan mampu memikulnya. Lalu datanglah beliau dan
beliau pun mampu memikul amanat itu dan melaksanakannya secara sempurna. Yaitu
amanat untuk menyampaikan agama
Allah SWT; amanat untuk menyucikan akal manusia dari polusi khayalisme dan
khurafatisme: amanat yang mewarnai kehidupan dengan hanya sujud kepada Allah
SWT.
Kemudian mengalirlah dalam memori Nabi saw suatu arus dari gambar- gambar
hidup: bagaimana saat beliau memasuki Madinah. Lewatlah di hadapan akal
beberapa memori dan nostalgia: bagaimana wahyu yang turun kepadanya dengan
membawa risalah di gua Hira, kemudian berubahlah pandangan dan bertiuplah angin
kebencian kepadanya, bahkan angin itu membawa pasir-pasir tuduhan-tuduhan yang
dilemparkan ke wajah suci beliau. Beliau berdiri sambil tersenyum dan hatinya
dipenuhi dengan kesedihan di hadapan gelombang gurun dan kesendirian serta
badai kesengsaraan. "Wahai manusia, tiada Tuhan selain Allah SWT.
Demikianlah kalimat yang beliau katakan. Meskipun kalimat itu tampak sederhana
namun ia mampu membangkitkan dunia. Dan bergeraklah patung-patung yang begitu
banyak yang memenuhi kehidupan dan mereka membekali dirinya dengan kegelapan
dan kebencian yang dialamatkan kepada sang Nabi. Para pembesar. para penguasa,
wang, emas, serta kebencian dan kedengkian syaitan yang klasik dan banyaknya
orang-orang munafik, semua ini menjadi musuh nyata sang Nabi pada saat beliau
mengatakan "tiada Tuhan selain Allah SWT." Nabi mengingat kembali
Waraqah bin Nofel ketika menceritakan kepadanya apa yang terjadi dan apa yang
dialami beliau di gua Hira. Tidakkah ia mengatakan kepadanya bahawa kaumnya
akan mengusirnya?
Hari-hari hijrah sangat panjang dan berat. Matahari sangat dekat dengan
kepala dan rasa panas sangat mencekik tenggorokan dan rasa pusing- pusing pun
semakin meningkat. Setelah hijrah, Nabi memasuki Madinah. Beliau disambut oleh
kaum Anshar dengan sambutan luar biasa. Beliau datang sendirian lalu mereka
menolongnya; beliau datang dalam keadaan takut lalu mereka mengamankannya;
beliau datang dalam keadaan lapar lalu mereka memberinya makanan; beliau datang
dalam keadaan terusir lalu mereka memberikan perlindungan.
Bangunan Islam mulai ditancapkan di Madinah. Beliau mulai membangun
negaranya setelah beliau membangun sumber daya manusia Islam yang tangguh. Yang
pertama kali dibangunnya adalah sumber daya Islam, setelah itu beliau baru
membangun negara. Tidak ada nilai yang bererti dari satu sistem yang hanya
berdasarkan prinsip-prinsip besar yang tidak lebih dari sekadar tinta di atas
kertas. Penerapan prinsip-prinsip adalah tolok ukur final dari nilai apa pun
yang diperlakukan di dunia. Dan Islam telah berhasil menerapkan pada masa-masa
pertamanya suatu sistem yang belum pernah dikenal dalam kehidupan manusia suatu
sistem seperti itu. Yaitu sistem yang menunjukkan keadilan, persaudaraan, dan
kasih sayang yang mengagumkan. Hal yang pertama kali dilakukan Rasulullah saw
adalah membangun masjid di mana di situlah unta yang ditungganginya berhenti.
Masjid itu tampak sederhana. Tikarnya terdiri dari pasir-pasir dan batu-batu.
Tiangnya terbuat dari batang-batang kurma. Barangkali ketika turun hujan, maka
tanahnya akan menjadi lumpur kerana mendapat siraman air hujan. Mungkin
ketika angin bertiup dengan kencang, maka ia akan mencabut sebahagian dari
atapnya.
Di bangunan yang sederhana ini, Rasulullah saw mendidik generasi Islam yang
tangguh yang dapat menghancurkan orang-orang yang lalim dan para penguasa yang
bejat dan mereka mampu mengembalikan kebenaran ke singgahsananya yang terusir
dan terampas. Mereka mampu menyebarkan Islam di muka bumi. Masjid itu tampak
kecil dan sederhana sekali tetapi ia dipenuhi dengan kebesaran; masjid itu
tidak menunjukkan kemewahan sama sekali. Di dalamnya Al-Qur'an dibaca lalu
orang-orang yang mendengarnya menganggap bahawa mereka benar dan mendapatkan perintah
harian untuk menerapkan dan melaksanakan apa- apa yang mereka dengar.
Al-Qur'an dibaca di masjid bukan seperti nyanyian yang orang-orang duduk
akan merasa terpengaruh dengan keindahan nyanyian dan suara pembaca. Dan masjid
di dalam Islam bukanlah tempat satu-satunya untuk ibadah. Menurut kaum Muslim
semua bumi adalah masjid namun masjid adalah simbol peradaban yang beriman
kepada Allah SWT dan hari akhir, sebagaimana ia menyuarakan ilmu, kebebasan dan
persaudaraan.
Semua Nabi berbicara tentang persaudaraan dan mengajak kepadanya dengan
ribuan kata-kata. Sedangkan Rasulullah saw telah mewujudkan persaudaraan itu
secara praktis, yakni ketika karakter masyarakat saat itu mencerminkan
Al-Qur'an. Nabi mulai mempersaudarakan kaum muhajirin dan Anshar di mana
sahabat Anshar Sa'ad bin Rabi', seorang kaya dari Madinah dipersaudarakan
dengan Abdul Rahman bin 'Auf, seorang yang berhijrah dari Mekah. Sa'ad berkata
kepada Abdul Rahman: "Sesungguhnya, tanpa bermaksud sombong, aku memang
memiliki harta yang banyak daripada kamu. Aku telah membagi hartaku menjadi dua
bahagian dan sebahagiannya aku peruntukan bagimu. Lalu aku mempunyai dua orang
wanita, maka lihatlah siapa di antara mereka yang mampu memikatmu sehingga aku
menceraikannya lalu engkau dapat menikahinya." Abdul Rahman bin 'Auf
menjawab: "Mudah-mudahan Allah SWT memberkatimu, keluargamu, dan hartamu.
Di manakah pasar yang engkau berdagang di dalamnya?"
Abdul Rahman bin 'Auf keluar menuju ke pasar untuk bekerja. Ia kembali dan
membawa sesuatu yang dapat dimakannya. Ia menolak dengan lembut sikap baik
Sa'ad dan kedermawanannya. Ia bersandar pada keimanan kepada Allah SWT dan
lebih memilih untuk bekerja dan membanting tulang. Tidak berlalu hari demi hari
kecuali ia tetap bekerja sehingga ia mampu untuk membekali dirinya dan
melaksanakan pernikahan.
Demikianlah masyarakat Islam terbentuk dan menampakkan identitinya
berdasarkan cinta, kebebasan, musyawarah, dan jihad. Pekerjaan menurut Islam
bukan suatu penderitaan untuk mendapatkan roti atau potongan daging sebagaimana
dikatakan peradaban kita masa kini, tetapi pekerjaan dalam Islam melebihi ruang
lingkup materi ini dan menuju puncak yang lebih tinggi:
"Dan katakanlah: 'Bekerjalah kamu, maka Allah dan Rasul-Nya serta
orang-orang mukmin akan melihat pekerjaanmu itu. " (QS. at-Taubah: 105)
Kesedaran bahawa apa yang kita kerjakan akan di lihat oleh Allah SWT
menjadikan pekerjaan itu mendapat cita rasa yang lain. Yaitu suatu rasa yang
melampaui nikmatnya memakan roti dan daging. Setelah bekerja, datanglah cinta.
Cinta dalam Islam bukan hanya perasaan yang menetap dalam hati dan tidak
diwujudkan oleh suatu perbuatan; cinta dalam Islam merupakan langkah harian
yang akan mengubah bentuk kehidupan di sekitar manusia menuju yang lebih tinggi
dan mulia.
Seorang Muslim mencintai Tuhannya Pencipta alam semesta dan mencintai
Rasulullah saw dan mencintai kaum Muslim dan orang-orang yang berdamai dengan
orang-orang Muslim, meskipun keyakinan mereka berbeza dengannya. Bahkan seorang
Muslim mencintai makhluk secara keseluruhan: ia mencintai anak-anak, haiwan,
bunga, pasir dan gunung bahkan benda-benda mati pun mendapat cinta dari seorang
Muslim. Seorang Muslim jika dia benar-benar seorang Muslim akan merasakan cinta
yang dialami oleh Nabi Daud terhadap alam dan lingkungan di sekitarnya. Ini
adalah perasaan sufi yang tinggi. Seorang Muslim akan mewarisi cinta yang
sebenarnya seperti yang diwarisi Nabi Isa terhadap lingkungan yang baik yang
ada di sekitarnya di mana ketika Nabi Isa melihat tubuh anjing yang mati, maka
Nabi Isa tidak melihat selain keputihan giginya.
Demikianlah cinta yang tersebar dalam kehidupan kaum Muslim di mana cinta
itu pun tertuju kepada binatang dan benda-benda mati. Cinta demikian ini tidak
akan terwujud dengan suatu keputusan dan tidak ditetapkan dengan suatu
undang-undang, tetapi cinta itu datang biasanya akibat dari kepuasaan akal dan
hati dengan adanya kepemimpinan besar yang hati cenderung kepadanya dan akal
mengambil darinya. Dan yang dimaksud dengan kepemimpinan besar tersebut adalah
keberadaan sang Nabi. Beliau adalah cermin terbesar dari tingkat cinta yang
tertinggi. Beliau adalah seorang yang paling banyak berbuat demi Islam dan
paling banyak sedikit mengharapkan balasan darinya. Meskipun beliau seorang
pemimpin namun beliau hidup dalam kesederhanaan. Beliau adalah seorang tentera
yang paling sederhana. Tempat tidurnya bersih tetapi kasar, dan rumahnya tidak
menampakkan kesibukan yang di dalamnya memasak berbagai macam hidangan. Beliau
justru menyiapkan hidangan yang sangat sederhana. Makanan utama beliau adalah
roti kering yang dicampur dengan minyak. Keinginan besar beliau adalah
tersebarnya dakwah Islam.
Kaum Muslim menyedari bahawa kesempurnaan Islam tidak akan terwujud kecuali
ketika cinta Allah SWT dan Rasul- Nya lebih didahulukan daripada cinta diri
sendiri, cinta kepada wanita, cinta kepada anak, kepentingan, kekuasaan,
kehidupan, dan apa saja yang tidak ada hubungannya dengan Allah SWT dan
Rasul-Nya. Demikianlah kaum Muslim sangat mencintai pemimpin mereka lebih dari
kehidupan peribadi mereka. Di samping pekerjaan dan cinta tersebut,
didirikanlah pemerintahan Islam yang berdasarkan kaedah-kaedah kebebasan,
musyawarah dan
jihad.
Kebebasan dalam Islam bukan sekadar perhiasan yang dilekatkan kepada tubuh
Islam tetapi ia merupakan tenunan dari sel-sel yang hidup itu. Allah SWT telah
membebaskan kaum Muslim dari penyembahan selain dari-Nya. Dengan demikian,
runtuhlah semua belenggu yang hinggap di atas akal, hati, dan masyarakat.
Seorang Muslim memiliki - dalam Islam - suatu kebebasan yang diberikan
kepadanya agar ia melihat sesuatu dengan akalnya dan mendebat segala sesuatu
dengan akalnya. Dan hendaklah ia merasa puas dengan sesuatu yang dapat
menenteramkan hatinya. Kebebasan dalam Islam bukan kebebasan mutlak yang
menjurus kepada anarkisme dan diskriminasi tetapi kebebasan dalam Islam adalah
kebebasan yang bertanggungjawab.
Dalam ruang lingkup nas-nas yang pasti yang terdapat dalam Al-Qur'an atau
sunah tidak ada kebebasan di hadapan orang Muslim selain kebebasan untuk
berlumba-lumba untuk menerapkan apa yang mereka fahami. Selain itu, seorang
bebas sampai tidak terbatas, dan pintu ijtihad tetap terbuka sampai tidak ada
batasnya, kerana pintu ijtihad adalah akal dan menutup pintu ijtihad yakni
menutup akal dan itu bererti akan membawa kematian baginya. Islam tidak
menerima orang-orang yang mati akalnya atau mengalami kemunduran; Islam pada
hakikatnya memperlakukan manusia dari sisi akal dan hati.
"Adalah untukmu, sedang kamu menginginkan bahawa yang tidak mempunyai
kekuatan senjatalah yang untukmu, dan Allah menghendaki untuk membenarkan yang
benar dengan ayat-ayat-Nya dan memusnahkan orang-orang kafir." (QS.
al-Anfal: 7)
Orang-orang Islam kerana kekafiran mereka dan kebutuhan mereka serta
situasi ekonomi yang memburuk, mereka ingin bertemu dengan pasukan yang tidak
bersenjata; mereka ingin bertemu dengan kafilah yang kaya, bukan pasukan yang
bersenjata; mereka membutuhkan harta untuk menyebarkan dakwah. Namun Allah SWT
menginginkan mereka dengan keadaan seperti itu agar mereka berhadapan dengan
pasukan kafir dan agar mereka mampu memutus tali kekuatan orang-orang kafir
sehingga kebenaran akan menang.
Keluarlah orang-orang Muslim dalam peperangan Badar dengan membayangkan
bahawa mereka akan mendapatkan keuntungan dan kesenangan dengan banyak
mengambil ganimah. Namun Allah SWT menginginkan terjadinya peperangan yang
berat, di mana itu berakibat pada jatuhnya tokoh-tokoh kaum kafir Mekah sebagai
korban darinya dan agar Madinah dapat menahan penderitaan dan kefakiran yang
dialaminya. Seharusnya pengikut Islam tidak membayangkan untuk mengambil
keuntungan tetapi ia justru harus memberi kepadanya.
Nabi mengetahui sebagai pemimpin pasukan ia harus mengingatkan pasukannya
bahawa mereka akan menemui kesulitan dan penderitaan, dan bukan masalah sepele
seperti yang mereka bayangkan. Nabi bermusyawarah dengan sahabat-sahabat.
Beliau berbincang-bincang dengan Abu Bakar Shidiq, Umar bin Khattab, dan Miqdad
bin Amr. Lalu mereka semua sepakat untuk terus melakukan peperangan apa pun
hasilnya dan apa pun pengorbanan yang harus dilakukan.
Kemudian Rasulullah saw berkata: "Wahai para sahabat, tunjukkanlah
diri kalian." Rasulullah saw mengisyaratkan kepada kaum Anshar. Rasulullah
saw khawatir jika mereka memahami bahawa baiat yang terjadi di antara mereka
yang berisi agar mereka melindungi beliau jika beliau diserang di Madinah saja,
dan memang pasal-pasal dari baiat itu mendukung hal itu. Tidakkah mereka
mengatakan kepada beliau: "Ya Rasulullah, kami tidak akan bertanggungjawab
kepadamu sehingga engkau sampai di negeri kami. Jika engkau sampai di negeri
kami, maka kami akan bertanggungjawab untuk melindungimu."
Majoriti pasukan terdiri dari orang-orang Anshar, maka Rasulullah saw ingin
mengetahui keputusan majoriti tentera sebelum dimulainya peperangan. Kaum
Anshar mengetahui bahawa Rasul saw ingin mengetahui pendapat kaum Anshar. Oleh
kerana itu, Sa'ad bin 'Auf berkata: "Demi Allah, seakan-akan engkau
menginginkan kami ya Rasulullah." Nabi menjawab, "benar."
Kemudian kaum Anshar menyatakan apa yang mereka rasakan.
Mendengar pernyataan kaum Anshar itu hilanglah kekhuatiran dan ketakutan
Nabi, bahkan beliau bergembira dan wajahnya berseri-seri. Rasulullah saw telah
mendidik mereka berdasarkan Islam dan Islam tidak mengenal pasal-pasal
perjanjian namun ia justru tenggelam dalam esensinya dan kedalamannya yang
jauh. Kaum Anshar meyakinkan Nabi bahawa mereka benar-benar beriman kepadanya,
mencintainya dan akan mendengarkan apa saja yang beliau katakan serta akan
benar-benar mentaati beliau.
Sa'ad bin Mu'ad berkata: "Ya Rasulullah, lakukanlah apa yang engkau
inginkan dan kami akan bersamamu. Demi Zat yang mengutusmu dengan kebenaran,
seandainya engkau membelah lautan lalu engkau menyelam di dalamnya nescaya kami
akan menyelam bersamamu dan tidak ada seseorang pun di antara kami yang akan
meninggalkanmu." Demikianlah keteguhan kaum Anshar. Kalimat tersebut
menetapkan peperangan paling penting dan paling berbahaya dalam sejarah Islam.
Perasaan kaum Anshar dan Muhajirin dalam pasukan Rasul saw sangat berbeza
dengan perasaan Nabi Musa ketika mereka mengatakan kepadanya, "pergilah
engkau wahai Musa bersama Tuhanmu dan berperanglah, sesungguhnya kami di sini
hanya duduk-duduk saja." Namun kaum Muslim menyatakan bahawa seandainya
Rasul saw memerintahkan mereka untuk melalui lautan dengan berjalan kaki di
atas ombaknya nescaya mereka akan melakukan hal itu walaupun berakibat pada
tenggelamnya mereka dan kematian mereka dan tak seorang pun yang akan menentang
perintah Rasul saw tersebut.
Akhirnya, kaum Muslim bersiap-siap untuk memasuki kancah peperangan lalu
mereka membuat khemah-khemah yang di situ ditentukan tempat peristirahatan dan
pergerakan tentera Islam. Tempat itu ditentukan oleh Rasul saw. Allah SWT
membiarkan Rasul-Nya melakukan kesalahan dalam memilih tempat sehingga itu akan
dapat menjadi pelajaran bagi kaum Muslim dalam kaedah umum dari kaedah-kaedah
peperangan yaitu sikap pemimpin pasukan untuk mengambil suatu kebijakan yang penting
yang berdasarkan pengalaman. Kemudian datanglah Habab bin Mundzir kepada
Rasulullah saw dan bertanya kepadanya, "apakah tempat yang kita jadikan
sebagai pusat pergerakan tentera kita merupakan pilihan dari Allah SWT dan
Rasul-Nya hingga kita tidak dapat mendahuluinya dan mengakhirinya yakni kita
tidak dapat memberikan pendapat kita ataukah itu hanya masalah yang bersifat
teknik yakni itu terserah pada pendapat kita dan sesuai kebijakan saat perang
dan ia merupakan tipu daya semata?"
Rasulullah saw berkata: "Tetapi itu adalah pendapat peribadi,
peperangan, dan tipu daya." Habab berkata: "Ya Rasulullah ini adalah
tempat yang tidak tepat." Sahabat yang sarat pengalaman ini memilih tempat
di mana pasukan Madinah dapat minum darinya sedangkan pasukan Mekah tidak dapat
mengambil darinya. Kemudian berpindahlah pasukan Muslim menuju tempat yang
telah ditentukan oleh pengalaman militer.
Sampailah pasukan Mekah di mana jumlah mereka mendekati seribu tentera dan
mereka akan berhadapan dengan tiga ratus tujuh belas pasukan Muslim. Pasukan
Quraisy berada di tempat yang jauh dari lembah.
Pasukan kafir terdiri dalam perang Badar dari pemuka-pemuka Quraisy dan
pahlawan-pahlawan mereka, sedangkan pasukan Muslim terdiri dari
keluarga-keluarga, ipar-ipar dan keluarga dekat dari pasukan kafir. Allah SWT
telah menentukan agar seorang anak bertemu dengan ayahnya, saudara bertemu
dengan sesama saudara dan sesama ipar bertemu di medan peperangan. Mereka semua
dipisahkan dengan suatu prinsip di mana mereka ditentukan oleh pedang.
Akhirnya, peperangan Badar pun terjadi dan kaedah utama adalah kaedah
persaudaraan sesama Muslim. Dan ketika pasukan Muslim berpegang teguh di atas
dasar Islam, maka pasukan kafir mulai terpecah belah namun keadaan tersebut
mereka sembunyikan.
Lalu 'Utbah bin Rabi'ah berbicara di tengah-tengah pasukan Mekah dan
mengajak mereka untuk menarik kembali dari peperangan. 'Utbah memberikan
pernyataan sesuai dengan tuntutan akal sehat, "wahai orang-orang Quraisy
demi Allah, jika kalian harus memerangi Muhammad, maka kalian akan menyesal
kerana kita berhadapan dengan saudara- saudara kita sendiri. Boleh jadi kita
akan membunuh anak paman kita, atau salah seorang dari kerabat kita. Mengapa
kalian tidak membiarkannya saja?"
Kalimat yang rasional tersebut cukup menggoncangkan pasukan Mekah.
Sebahagian tentera merasa puas dengan pernyataan tersebut kerana mereka melihat
bahawa tidak ada gunanya peperangan itu. Namun kebodohan justru memadamkan
kalimat yang rasional itu. Abu Jahal menuduh bahawa yang mengucapkan kata-kata
adalah orang yang penakut. Kemudian Abu Jahal lebih memilih pendapatnya untuk
menetapkan terus memerangi kaum Muslim.
Pemimpin pasukan kafir yaitu Abu Jahal mengetahui bahawa Muhammad tidak
pernah berbohong. Kitab-kitab sejarah menceritakan bahawa Akhnas bin Syuraif
menyendiri dalam perang Badar bersama Abu Jahal sebelum terjadinya peperangan
tersebut dan bertanya kepadanya, "wahai Abul Hakam, tidakkah engkau
melihat bahawa Muhammad pernah berbohong? Abul Hakam menjawab: "Bagaimana
mungkin ia berbohong atas Allah, sedangkan kami telah menamainya al-Amin (orang
yang dapat dipercayai)." Peperangan tersebut bukan sebagai usaha untuk
mendustakan Rasul saw tetapi itu hanya semata-mata untuk menjaga
kepentingan-kepentingan sesaat dan keadaan ekonomi. Demikianlah orang-orang
kafir mempertahankan nilai yang paling rendah yang ada di muka bumi yang juga
dipertahankan oleh binatang, sementara kaum Muslim justru mempertahankan nilai
yang paling tinggi di bumi dan di langit yang ikut serta di dalamnya para
malaikat.
Kemudian datanglah waktu malam menyelimuti dua kubu. Tiga ratus tentera
yang mukmin sudah bersiap-siap dan mendekati seribu tentera musyrik.
Orang-orang musyrik datang dengan menunggangi tunggangan mereka dan tampak
mereka memiliki persenjataan yang lengkap, sedangkan setiap orang Muslim datang
di atas satu kenderaan. Pakaian yang dipakai orang-orang musyrik tampak masih baru
dan pedang-pedang mereka tampak mengilat serta baju besi yang mereka gunakan
sangat unggul dan kuat. Alhasil, mereka memiliki persiapan yang sangat
mengagumkan sedangkan pakaian yang dipakai orang-orang Muslim tampak sudah
usang dan pedang-pedang kuno pun mereka gunakan dan baju besi yang mereka
gunakan tampak tidak sempurna.
Nabi melihat keadaan pasukannya lalu hati beliau tampak sedih melihat
pasukan tersebut. Beliau berdoa kepada Tuhannya: "Ya Allah, Sesungguhnya
mereka adalah orang-orang yang lapar, maka kenyangkanlah mereka. Ya Allah,
sesungguhnya mereka adalah orang- orang yang tanpa alas kaki, maka tolonglah
mereka. Ya Allah, Sesungguhnya mereka adalah orang-orang yang tidak berpakaian,
maka berilah mereka pakaian."
Kemudian rasa kantuk menghinggapi mata kedua pasukan lalu mereka
beristirahat di tengah-tengah malam. Jatuhlah hujan kecil yang membuat tempat
itu basah sehingga kelembapan mengitari kaum Muslim. Hujan tersebut membasuh
tanah perjalanan dan menghilangkan debu- debu kepayahan serta menyucikan hati
dan membangkitkan kepercayaan atas kemenangan dari Allah SWT.
Allah SWT berfirman:
"(Ingatlah), ketika Allah menjadikan kamu mengantuk sebagai suatu
penenteram dari-Nya, dan Allah menurunkan hujan dari langit untuk menyucikan
kamu dengan hujan itu dan menghilangkan dari kamu gangguan-gangguan syaitan dan
untuk menguatkan hatimu dan memperteguh dengannya telapak kaki(mu)." (QS.
al-Anfal: 11)
Datanglah waktu pagi di Badar lalu kaum Quraisy mulai menyerang, lalu Nabi
memerintahkan pasukan Muslim untuk bertahan. Rasulullah saw bersabda:
"Jika musuh mengepung kalian, maka usirlah mereka dengan panah dan
janganlah kalian menyerang mereka sehingga kalian diperintahkan."
Demikianlah ketetapan militer yang sangat jitu yang bererti hendaklah kaum
Muslim membentengi mereka di tempat-tempat mereka agar orang-orang musyrik
mendapatkan kerugian dari serangan yang mereka lakukan. Kita mengetahui dari
ilmu militer saat ini bahawa seorang yang menyerang memerlukan tiga atau tiga
kali lipat dari jumlah yang biasa dilakukan sehingga serangannya betul-betul
efektif; kita mengetahui bahawa jumlah pasukan musyrik tiga kali lipat
dibandingkan dengan tentera Muslim. Kaum musyrik di lihat dari segi jumlah
sangat memadai untuk memenangkan peperangan, dan persenjataan mereka lebih
lengkap dari persenjataan kaum Muslim. Jumlah haiwan yang mereka miliki pun
sama dengan jumlah mereka, sedangkan tiap tiga orang Muslim berperang di atas
satu tunggangan.
Keadaan saat itu sangat menguntungkan kaum musyrik. Tanda-tanda kemenangan
tampak menyertai bendera kaum musyrik, tetapi kemenangan peperangan bukan
kerana kebesaran jumlah pasukan dan persenjataan yang lengkap. Terkadang
peperangan justru dimenangkan oleh unsur spirituil yang tidak kelihatan.
Spirituil tentera dan keimanannya tentang persoalan yang dipertahankannya serta
keinginannya untuk mendapatkan dua kebaikan: kemenangan atau kematian dan
hasratnya yang tinggi untuk meneguk madu syahadah, semua itu dapat mengubah
seorang tentera menjadi makhluk yang tidak terkalahkan. Boleh jadi ia akan
merasakan kematian tetapi jauh dari kekalahan. Demikianlah keadaan pasukan
Muslim.
Sementara itu debu-debu berterbangan di atas kepala pasukan yang bertempur dan
kaum Muslim mencurahkan tenaga yang keras dalam peperangan itu. Ketika dua
pasukan saling bertemu dan bertempur, Nabi saw melihat mereka, lalu Nabi saw
menyaksikan pasukannya terjepit. Pasukan yang berjumlah sedikit dengan
persenjataan yang tidak lengkap itu kini ditekan oleh orang kafir. Dalam
keadaan demikian, Nabi saw meminta pertolongan kepada Tuhannya: 'Ya Allah,
kirimkanlah bantuan dan pertolongan-Mu. Ya Allah, wujudkanlah janji-Mu
kepadaku. Ya Allah, jika kelompok ini dihancurkan, maka Engkau tidak akan
disembah setelahnya di muka bumi." Renungkanlah, bagaimana kesedihan Nabi
saat terjadi peperangan itu. Oleh kerana itu, kita dapat memahami mengapa Nabi
saw meminta agar pasukannya dimenangkan.
Pemimpin pasukan tertinggi Muhammad bin Abdillah keluar berperang di jalan
Allah SWT dan saat ini kematian sedang mengitari kaum Muslim, lalu apa yang
difikirkan oleh Nabi saw pada keadaan yang sulit tersebut? Pemikiran Nabi saw
melebihi hal yang sekarang dan menuju pada hal yang akan datang, dan yang menjadi
fokus Nabi adalah penyembahan Allah SWT di muka bumi: "Ya Allah, jika
kelompok ini dihancurkan, maka Engkau tidak akan disembah setelahnya di muka
bumi."
Nabi tidak terlalu mengkhuatirkan kehancuran kaum Muslim kerana Nabi justru
mengkhuatirkan sesuatu yang lebih besar dari itu. Yang beliau khuatirkan adalah
penyembahan kepada Allah SWT akan berhenti di muka bumi. Oleh kerana itu, Nabi
meminta tolong kepada Tuhannya dan mengingatkan kembali kepada Tuhannya dan
Allah SWT lebih tahu dari hal itu. Kemudian turunlah bala tentera malaikat yang
dipimpin oleh Jibril.
Allah SWT berfirman:
"(Ingatlah), ketika kamu memohon pertolongan kepada Tuhanmu, lalu
diperkenankan-Nya bagimu: 'Sesungguhnya Aku akan mendatangkan bala bantuan
kepada kamu dengan seribu malaikat yang datang berturut-turut.' Dan Allah tidak
menjadikannya (mengirim bantuan itu), melainkan sebagai khabar gembira dan agar
hatimu menjadi tenteram kerananya. Dan kemenangan itu hanyalah dari sisi Allah.
Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana." (QS. al-Anfal: 9-10)
Setelah itu Nabi saw menghampiri sahabat Abu Bakar dan berkata:
"Sampaikan berita gembira wahai Abu Bakar, sesungguhnya telah datang
kepadamu bantuan dari Allah SWT."
Turunnya para malaikat merupakan cara untuk meneguhkan kaum Muslim dan
berita gembira kepada mereka. Mukjizat itu bukan terletak pada penyertaan para
malaikat dalam peperangan, namun melalui nas-nas ditegaskan bahawa peranan
malaikat tidak lebih dari sekadar membawa berita gembira dan memberikan
dukungan moril serta memenuhi hati dengan ketenangan. Kami kira bahawa Allah
SWT ingin agar para malaikat menyaksikan manusia-manusia malaikat yang
mempertahankan akidah tauhid.
Demikianlah Allah SWT mewahyukan kepada malaikat bahawa Dia bersama mereka.
Oleh kerana itu, hendaklah orang-orang yang beriman merasa tenang dan kebenaran
akan tertancap pada hati mereka sedangkan orang-orang kafir pasti akan
merasakan ketakutan.
Allah SWT berfirman:
"(Ingatlah), ketika Tuhanmu mewahyukan kepada para malaikat:
'Sesungguhnya Aku bersama kamu, maka teguhkanlah (pendirian) orang-orang yang
telah beriman.' Kelak akan Aku jatuhkan rasa ketakutan ke dalam hati
orang-orang kafir, maka penggallah kepala mereka dan pancunglah tiap-tiap ujung
jari mereka. (Ketentuan) yang demikian itu adalah kerana sesungguhnya mereka
menentang Allah dan Rasul-Nya; dan barang siapa menentang Allah dan Rasul-Nya,
maka sesungguhnya Allah amat keras seksaan-Nya. Itulah (hukum dunia yang
ditimpakan atasmu), maka rasakanlah hukuman itu. Sesungguhnya bagi orang-orang
yang kafir itu ada (lagi) azab neraka." (QS. al-Anfal: 12-14)
Lalu orang-orang kafir pun mengalami kekalahan. Setelah peperangan itu,
terbunuhlah tujuh puluh kafir dan tujuh puluh tawanan dari mereka dan
sebahagian pasukan melarikan diri. Runtuhlah tokoh-tokoh kebencian dan
kelaliman di peperangan tersebut. Hancurlahlah Abu Jahal, pemimpin pasukan, dan
pahlawan-pahlawan Mekah kini terkapar.
Rasulullah saw berdiri di depan bangkai-bangkai orang-orang kafir dan
berkata: "Wahai Utbah bin Rabi'ah, wahai Syaibah bin Rabi'ah, wahai Umayah
bin Khalf, wahai Abu Jahal bin Hisam, apakah kalian menemukan apa yang
dijanjikan oleh tuhan kalian kepada kalian. Sungguh aku telah menemukan apa
yang dijanjikan Tuhanku." Orang-orang Muslim berkata: "Ya Rasulullah,
apakah engkau memanggil kaum yang sudah mati?" Rasulullah berkata:
"Kalian tidak mengetahui apa yang aku katakan kepada mereka, tetapi mereka
tidak mampu menjawab perkataanku." Rasulullah saw tinggal tiga malam di
Badar kemudian beliau kembali ke Madinah. Di depan beliau terdapat
tawanan-tawanan perang dan ganimah.
Kaum Muslim sangat menanggung beban berat dengan banyaknya tawanan perang.
Mula-mula Rasulullah saw bermusyawarah dengan sahabat Abu Bakar dan Umar. Abu
Bakar berkata: "Ya Rasulullah, mereka adalah keturunan dari
saudara-saudara dan keluarga, dan aku melihat lebih baik engkau mengambil
fidyah (tebusan) dari mereka sehingga apa yang engkau ambil tersebut merupakan
kekuatan bagi kita terhadap orang-orang kafir, dan mudah-mudahan Allah SWT
memberi petunjuk kepada mereka sehingga mereka menjadi tulang punggung
kita."
Kemudian Rasulullah saw menoleh kepada Umar bin Khattab sambil berkata,
"bagaimana pendapatmu wahai Ibnul Khattab?" Lelaki itu berkata:
"Demi Allah, aku tidak sependapat dengan apa yang dikatakan Abu Bakar
tetapi aku berpendapat, seandainya aku mampu untuk bertemu dengan salah seorang
kerabatku, maka aku akan memukul lehernya, dan seandainya Ali mampu bertemu
dengan keluarganya, maka ia pun akan memukul lehernya begitu Hamzah sehingga
Allah SWT mengetahui bahawa tidak ada di hati kita kelembutan kepada kaum
musyrik."
Pasukan Madinah dan pasukan Mekah terdiri dari keluarga-keluarga yang
terikat hubungan kekerabatan, namun kehendak Allah SWT menetapkan terjadinya
peperangan sesama keluarga: antara anak dan orang tuanya. Umar menginginkan
agar keadaan demikian terus berlanjut sehingga orang-orang musyrik mengetahui
bahawa Islam tidak ingin berdamai. Kemudian Selesailah urusan itu dan terjadi
peperangan di jalan Allah SWT dan mengangkat senjata dan berperang adalah suatu
kewajipan yang tiada keraguan di dalamnya. Nabi saw menoleh kepada kaum Muslim
dan mendapati sebahagian besar mereka cenderung kepada pendapat Abu Bakar. Nabi
saw mengikuti pendapat majoriti saat itu. Pendapat majoriti salah dan hanya
Umar yang benar.
Ini adalah peperangan pertama yang dilalui oleh Islam. Hendaklah kaum
Muslim harus meninggalkan dorongan kemanusiaan mereka, yakni orang- orang kafir
harus dibunuh agar musuh-musuh Allah SWT mengetahui bahawa Islam telah memilih
darah. Allah SWT telah mendukung Umar bin Khattab dalam Al-Qur'an sehingga Nabi
saw dan Abu Bakar menangis ketika keduanya menyedari kesalahan mereka pada hari
berikutnya, lalu Umar memergoki mereka dalam keadaan menangis dan ia bertanya,
"apa yang menyebabkan Rasulullah saw dan temannya di gua menangis?"
Kemudian Rasulullah saw membaca Al-Qur'an:
"Tidak patut bagi seorang Nabi mempunyai tawanan sebelum ia dapat
melumpuhkan musuhnya di muka bumi. Kamu menghendaki harta benda duniawi
sedangkan Allah menghendaki (pahala) akhirat (untukmu). Dan Allah Maha Perkasa
lagi Maha Bijaksana. Kalau sekiranya tidak ada ketetapan yang telah terdahulu
dari Allah, nescaya kamu ditimpa seksaan yang besar kerana tebusan yang kamu
ambil." (QS. al-Anfal: 67-68)
Kedua ayat itu mengatakan bahawa ini bukan saatnya melindungi para tawanan
dan berusaha untuk menebus mereka. Waktu Demikian belum saatnya. Nabi tidak
berhak memiliki tawanan kecuali jika ia telah melakukan banyak peperangan dan
banyak berjihad dan telah banyak membunuh dan dakwahnya telah mapan.
Kedua ayat tersebut menyingkap tujuan di balik penebusan tawanan:
"Kamu menghendaki harta benda duniawi sedangkan Allah menghendaki (pahala)
akhirat (untukmu)."
Demikianlah pemikiran yang mempertimbangkan keadaan-keadaan aktual yang
sulit. Itu adalah pemikiran yang bersifat taktik sebagaimana yang kita
ungkapkan dalam istilah moden dan bukan pemikiran yang bersifat strategis.
Kemudian para tawanan tersebut bukan tawanan biasa tetapi menurut istilah moden
mereka adalah penjahat-penjahat perang. Oleh kerana itu, nyawa mereka harus
ditumpahkan saat mereka dapat ditangkap, meskipun mereka memiliki kekayaan yang
banyak atau kedudukan yang tinggi. Islam tidak mengakui kekayaan atau
kedudukan, yang diakuinya adalah keimanan, sedangkan pertimbangan-pertimbangan
duniawi lainnya tidak dihiraukan oleh Islam.
Nas Al-Qur'an memperingatkan orang-orang yang menang bahawa kesalahan
mereka bisa berakibat pada datangnya seksaan yang bakal mereka terima tetapi
Allah SWT mengampuni mereka dan menurunkan rahmat-Nya: "Kalau sekiranya
tidak ada ketetapan yang telah terdahulu dari Allah, nescaya kamu ditimpa
seksaan yang besar kerana tebusan yang kamu ambil."
Seksaan tersebut memang lebih dekat daripada pohon yang dekat ini, kemudian
Allah SWT mengampuni mereka dan Allah SWT mengampuni sahabat-sahabat yang
terjun di perang Badar, baik dosa yang lalu mahupun dosa mereka yang akan
datang. Demikianlah Al-Qur'an ingin mendidik kaum Muslim agar mereka tidak
banyak mempertimbangkan urusan manusiawi saat berperang. Jadi, Islam memulai
peperangannya yaitu peperangan yang hanya ditujukan kepada Allah SWT dan
hendaklah peperangan tersebut dihilangkan dari pertimbangan-pertimbangan yang
sulit sehingga sahabat-sahabat Nabi mengetahui bahawa kecenderungan kepada
kesenangan duniawi akan berakibat pada kekalahan mereka.
Dalam peperangan Uhud jumlah kaum musyrik tiga ribu sedangkan jumlah kaum
Muslim tiga ratus pasukan setelah pemimpin orang-orang munafik Abdullah bin
Saba' mengundurkan diri pasukan. Kaum Muslim diletakkan di gunung dan
Rasulullah saw membuat rencana yang jitu untuk memenangkan pertempuran di mana
beliau membagi pasukan pemanah di puncak gunung untuk melindungi punggung kaum
Muslim dan melindungi mereka dari serangan dari arah belakang. Rasulullah saw
memberi pengertian kepada pasukan panah itu agar mereka tetap di tempatnya baik
kaum Muslim menang mahupun kalah. Yakni bahawa pasukan pemanah tidak boleh
turun dari gunung dan meski berusaha untuk melindungi kaum Muslim. Rasulullah
saw berkata kepada mereka. "lindungilah punggung-punggung kami. Jika
kalian melihat kami sedang bertempur, maka kalian tidak usah turun darinya dan
tidak usah menolong kami, dan jika kalian melihat kami memperoleh kemenangan
dan mengambil ganimah, maka kalian tidak boleh ikut serta bersama kami."
Setelah membuat keputusan tersebut, Rasulullah saw kembali ke pasukan yang
lain, lalu beliau membikin suatu rencana untuk menyerang. Dan Dimulailah
peperangan kemudian pasukan Islam mendorong pasukan musyrik laksana angin yang
kencang yang memporak-porandakan ribuan kaum musyrik. Pada tahap pertama
pasukan Islam tampak menguasai medan dan berhasil menyapu kaum musyrik sehingga
pasukan Mekah tampak berputus asa meskipun mereka unggul secara bilangan dan
meskipun mereka memiliki kekuatan persenjataan yang lengkap, pasukan Mekah
justru dikejutkan dengan ketangguhan pasukan Muslim yang dapat memukul mundur
mereka hingga mereka membayangkan bahawa mereka tidak dapat memenangkan
peperangan atau dapat bertahan di hadapan pasukan Muslim.
Debu-debu peperangan mulai berterbangan yang menyertai tanda-tanda kekalahan
pasukan Mekah. Sementara itu, para pemanah yang diletakkan Rasulullah saw di
suatu tempat yang strategis berfikir untuk memperoleh ganimah. Pasukan Mekah
telah kalah dan mereka telah melarikan diri dari pasukan Muslim, maka bagaimana
seandainya para pemanah turun dari tempat mereka untuk mengumpulkan harta
rampasan dan ganimah. Rasulullah saw telah mengingatkan mereka agar jangan
meninggalkan tempat mereka, apa pun yang terjadi tetapi pasukan pemanah itu
justru berkhianat dan menentang perintah Nabi saw setelah mereka membayangkan
bahawa peperangan telah selesai dan keuntungan akan diperoleh pasukan Madinah
yang beriman.
Pasukan pemanah mengira bahawa Allah SWT akan menutupi kesalahan mereka dan
akan melindungi mereka sehingga mereka berhasil mengambil harta rampasan dan
ganimah. Sungguh keikhlasan telah tercabut dari hati sebahagian pasukan. Belum
lama hal tersebut berlangsung sehingga terjadilah perubahan yang drastik pada
peperangan. Pemimpin pasukan berkuda musyrik dalam peperangan Uhud yaitu Khalid
bin Walid yang kemudian ia menjadi tokoh Muslim adalah orang yang sangat genius
dalam peperangan. Begitu ia melihat pasukan pemanah lari dari tempat mereka,
maka ia melihat celah yang terbuka di tengah-tengah kaum Muslim, sehingga ia
segera memutarkan kudanya dan disertai pasukan yang mengikutinya. Kemudian ia
menyerang kaum Muslim dari belakang. Serangan yang dilakukan Khalid itu sangat
cepat dan sangat mengejutkan. Orang-orang musyrik mengambil kesempatan emas.
Mereka yang tadinya lari, kini mereka menarik diri dan justru menyerang
kembali.
Pasukan Muslim dikepung dari dua arah oleh pasukan berkuda: satu dari
belakang dan yang lain dari depan. Kemudian berjatuhanlah korban- korban dari
pasukan Muhammad bin Abdillah. Banyak di antara mereka yang mati sebagai syahid
saat mempertahankan dan melindungi Rasulullah saw, bahkan sang Nabi pun
hidungnya terluka dan giginya pun runtuh dan kepala beliau yang mulia terluka
sehingga beliau mengucurkan darah.
Kemudian tersebarlah isu bahawa Muhammad saw telah meninggal. Ketika
mendengar itu, kaum Muslim sangat terpukul dan sangat sedih sehingga kaum
Muslim pun terpecah-pecah. Sebahagian mereka kembali ke Mekah dan sekelompok
yang lain ke atas gunung dan mereka tetap menjaga Nabi saw yang mulia. Ketika
mendengar kematian Nabi, Anas bin Nadhir berkata kepada kaumnya:
"Bangkitlah kalian dan matilah seperti kematiannya. Apa yang kalian
lakukan setelah kalian hidup sesudahnya."
Pasukan Muslim tetap bertahan dan melakukan peperangan, lalu tekanan kaum
musyrik semakin berat kepada Nabi saw dan para sahabatnya. Kemudian terjadilah
kejadian yang paling sulit dalam sejarah umat Islam. Nabi saw berteriak saat
melihat kaum musyrik menekannya dan berusaha membunuhnya: "Barang siapa
yang dapat mengusir mereka dariku, maka baginya syurga."
Mendengar perkataan itu, kaum Muslim segera mengitari Nabi saw dan
melindungi beliau sehingga banyak dari mereka berguguran sebagai syahid. Bahkan
sahabat-sahabat Abu Juanah melindungi Nabi saw sampai- sampai punggungnya
dipenuhi dengan anak-anak panah. Ia bagaikan baju besi yang dipakai kepada Nabi
saw dan ia tetap kukuh melindungi Nabi saw. Kemudian berubahlah keadaan kerana
keteguhan dan keberanian yang diperlihatkan oleh kaum Muslim. Pasukan Mekah
merasa puas dan mereka memilih untuk menarik diri. Saat itu orang-orang Quraisy
tidak lebih sedikit penderitaannya daripada orang-orang Muslim.
Setelah peperangan yang dahsyat itu, kaum musyrik menarik diri setelah
mereka berhasil membunuh beberapa orang Muslim, bahkan mereka berhasil melukai
pemimpin pasukan yaitu sang Nabi saw. Semua itu terjadi kerana satu kesalahan
yaitu kesalahan terletak pada penentangan dan pembangkangan para pemanah
terhadap perintah sang Rasul saw dan usaha mereka untuk meninggalkan tempat
mereka.
Ketika sebahagian kelompok dari sahabat kehilangan pengorbanan dan
kehilangan sikap ikhlas dalam hati mereka, maka kesalahan tersebut harus
dibayar oleh tentera yang paling berani dan mulia di antara mereka yaitu sang
Nabi saw. Langit tidak ikut campur untuk menyelamatkan pasukan Islam itu.
Kesalahan kaum Muslim itu harus dibayar oleh Rasul saw di mana wajah beliau pun
terluka bahkan keluar darah yang cukup deras dari luka beliau sehingga setiap
kali dituangkan air di atas luka itu, maka darah pun semakin deras mengucur.
Darah itu tidak berhenti kecuali setelah dibakarkan potongan tembikar lalu
dilekatkan di atasnya.
Luka beliau bukan hanya bersifat materi tetapi luka spirituil beliau dan
rohani beliau pun semakin bertambah. Ini beliau rasakan ketika mendengar bahawa
pamannya Hamzah gugur sebagai syahid dan tidak cukup dengan itu, bahkan isteri
Abu Sofyan yaitu Hindun membelah perutnya dan mengeluarkan jantungnya serta
mengunyahnya dengan mulutnya. Semua itu semakin menambah kesedihan sang Nabi.
Kaum Quraisy menguasi pasukan Muslim dan mereka memperlakukan dan menekan
kaum Muslim secara aniaya. Seandainya bukan kerana rahmat Allah SWT nescaya
kaum Muslim akan mengalami kekalahan yang teruk. Kemudian turunlah dalam
Al-Qur'an al-Karim ayat-ayat yang mendidik kaum Muslim agar mereka benar-benar
ikhlas dan memahamkan mereka bahawa kekalahan mereka sebagai akibat dari adanya
pasukan di antara mereka yang menginginkan dunia meskipun di antara mereka ada
sebahagian yang menginginkan akhirat. Jika terjadi demikian, maka tidak ada
jalan untuk memperoleh kemenangan. Ini bukanlah hal yang diinginkan oleh
pasukan Muslim, yang diharapkan adalah hendaklah semua pasukan tertuju untuk
mencapai ridha Allah SWT dan hanya mengharapkan akhirat. Jika demikian halnya,
maka Allah SWT akan memberi mereka dunia dan akhirat.
Allah SWT berfirman dan menceritakan peperangan Uhud dalam surah Ali 'Imran:
"Di antaramu ada orang yang menghendaki dunia dan di antara kamu ada
orang yang menghendaki akhirat. Kemudian Allah memalingkan kamu dari mereka
untuk menguji kamu; dan sesungguhnya Allah telah memaafkan kamu. Dan Allah
mempunyai kurnia (yang dilimpahkan) atas orang-orang yang beriman." (QS.
Ali 'Imran:: 152)
Allah SWT memaafkan hal itu. Orang-orang Muslim kini menghitung jumlah
korban mereka dan mengubati orang-orang yang terluka. Rasulullah saw bertanya
tentang pamannya Hamzah, dan ketika beliau mendapatinya di tengah-tengah
sahabat yang gugur, dan orang-orang kafir telah merosak jasadnya, maka beliau
berkata dalam keadaan menangis: "Tidak akan ada orang yang akan tertimpa
sepertimu selama- lamanya."
Kemudian Nabi saw berdiri dan memuji Allah SWT lalu beliau memerintahkan
untuk mengembalikan orang-orang yang terbunuh dari kaum Muslim ke tempat asal
mereka di mana mereka terbunuh. Saat itu keluarga mereka telah membawanya ke
kuburan kemudian Nabi saw mengumpulkan kedua orang laki-laki dari pahlawan-pahlawan
Uhud dalam satu pakaian dan beliau bertanya siapa di antara keduanya yang
paling banyak mengambil manfaat dari Al-Qur'an. Jika diisyaratkan kepada salah
satunya, maka beliau akan mendahulukannya untuk dimasukkan dalam liang lahad.
Rasulullah saw juga memerintahkan agar mereka dikebumikan dengan darah
mereka dan beliau pun tidak mensolati mereka, serta tidak memandikan mereka.
Allah SWT ingin memperlihatkan bagaimana mereka dibangkitkan pada hari kiamat
lalu beliau bersabda: "Tiada seorang pun yang terluka di jalan Allah SWT
kecuali Allah SWT membangkitkannya di hari kiamat dalam keadaan di mana Iukanya
akan mengucur darah. Warna itu adalah warna darah dan baunya seperti minyak
misik."
Bukanlah penderitaan yang dalam yang merupakan pelajaran yang harus
dimengerti kaum Muslim dari peperangan Uhud sebagai akibat dari pembangkangan
mereka dari perintah Rasul saw dan ketidaktaatan mereka kepadanya, tetapi wahyu
juga menurunkan berbagai pelajaran yang lain yang dapat dimanfaatkan. Pelajaran
yang terpenting setelah pelajaran kesetiaan adalah penjelasan tentang sentral
utama yang di situ kaum Muslim berkumpul. Peribadi Rasulullah saw bukanlah
markas yang di situ kaum Muslim berkumpul yang ketika peribadi Rasulullah saw
yang mulia pergi kerana satu dan lain hal, maka orang-orang Muslim akan pergi
dan meninggalkan beliau. Tidak seharusnya peribadi Rasul saw menjadi markas
atau sentral tetapi yang menjadi sentral dari semuanya adalah pemikiran beliau.
Itulah yang paling penting.
Demikianlah bahawa Al-Qur'an al-Karim mencela orang-orang yang meletakkan
senjatanya ketika tersebar isu terbunuhnya Nabi saw. Islam tidak akan mencapai
puncaknya ketika kaum Muslim berkumpul di sisi Rasulullah saw saat beliau masih
hidup namun ketika beliau terbunuh atau mati, maka mereka murtad di mana mereka
membuang senjatanya dan pergi mengurusi diri mereka sendiri. Orang-orang Islam
adalah orang- orang yang mengikuti prinsip bukan mengikuti peribadi. Muhammad
bin Abdillah memang seorang pemimpin manusia dan Imam para rasul dan penutup
para nabi, dan sebagai makhluk Allah SWT yang paling mulia, namun ini semua
tidak membenarkan bahawa seorang Muslim diperbolehkan untuk meletakkan
senjatanya ketika Rasul saw wafat atau terbunuh. Hendaklah seorang Muslim
memanggul senjatanya dan tidak membuang dari tangannya kecuali dalam dua
keadaan: pertama ketika ia telah memperoleh kemenangan dan kedua ketika ia
telah mati.
Nas Al-Qur'an menjelaskan secara gamblang hubungan kaum Muslim dengan
akidah Islam, bukan dengan peribadi sang Rasul saw. Allah SWT berfirman:
"Muhammad itu tidak lain hanyalah seorang Rasul, sungguh telah berlalu
sebelumnya beberapa orang rasul. Apakah jika dia wafat atau dibunuh kamu
berbalik ke belakang (murtad)? Barang siapa yang berbalik ke belakang, maha ia
tidak dapat mendatangkan mudarat kepada Allah sedikit pun; dan Allah akan
memberi balasan kepada orang-orang yang bersyukur." (QS. Ali 'Imran: 144)
Demikianlah bahawa peperangan Uhud telah membawa dampak yang luar biasa
terhadap kaum Muslim, utamanya terhadap Nabi saw. Orang-orang yang terbunuh di
perang Uhud adalah sahabat-sahabat yang paling mulia dan paling banyak imannya.
Mereka adalah pilihan dari orang-orang Muslim yang pertama; mereka memikul
beban dakwah di saat-saat yang sulit bahkan mereka harus berhadapan dan
memusuhi kerabat mereka dan teman-teman mereka; mereka menjadi terasing saat
menyatakan keislaman mereka sebelum hijrah dan sesudahnya; mereka telah
menginfakkan harta; mereka berjuang di jalan Allah SWT; mereka telah bersabar
dalam menanggung berbagai macam penderitaan, dan ketika datang saat yang paling
berbahaya dan pasukan Islam telah terkepung di mana jiwa Rasul saw telah
terancam, mereka justru mencurahkan darah mereka bagaikan lautan yang
menenggelamkan orang-orang kafir dan mereka mampu melindungi sang Rasul saw dan
mengubah jalan peperangan serta menyelamatkan akidah tauhid.
Peperangan Uhud bukanlah pengorbanan pertama yang dilakukan oleh kaum
Muslim dan bukanlah merupakan peperangan yang terakhir. Ia adalah satu
peperangan di antara cukup banyak peperangan yang dilalui oleh Islam untuk
menyebarkan kalimat Allah SWT di muka bumi dan membimbing hamba-hamba-Nya.
Begitu juga pengorbanan Rasul saw, dan peperangan Uhud bukanlah pengorbanan
yang pertama terhadap Islam dan bukan juga yang terakhir. Rasulullah saw telah hidup
setelah diutusnya kepada manusia di mana beliau telah memberikan semuanya untuk
kehidupan dan untuk dakwah; beliau tidak memiliki dirinya sendiri; beliau tidak
memboroskan waktunya dengan sia-sia bahkan beliau beristirahat sedikit saja.
Semua kehidupan beliau diberikan kepada dakwah dan untuk Islam. Beliau
menjalani berbagai macam peperangan dan beliau memikul berbagai macam
penderitaan dan belum lama beliau lari dari suatu masalah kecuali beliau
berhadapan dengan masalah yang baru dan lain; belum lama beliau menyelesaikan
suatu krisis kecuali beliau menghadapi krisis yang lain. Demikianlah kehidupan
sang Nabi saw di mana beliau selalu memberikan kontribusi dan sumbangannya demi
kepentingan agama Allah SWT.
Silakan Anda mengamati kehidupan sang Rasul saw dari sudut manapun yang
Anda inginkan nescaya Anda tidak akan menemukan sudut dari sudut-sudut
kehidupan beliau kecuali dimulai dan dipenuhi dengan pergelutan yang hebat.
Rasulullah saw telah melalui pergelutan militer dalam berbagai macam
pertempuran yang silih berganti yang beliau lakukan. Beliau memulai pergelutan
politiknya yang terwujud dalam perundingan-perundingan dan surat-surat yang
beliau kirimkan kepada penguasa dan para raja di berbagai negara agar mereka
memeluk Islam, bahkan beliau melakukan pergelutannya dalam masalah peribadi di
rumah tangga. Rumah tangga beliau pun tidak kosong dari pergelutan. Beliau
adalah pejuang sejati dalam setiap waktu. Kalau kita mengenal Nabi Ibrahim
sebagai seorang musafir di jalan Allah SWT, maka Muhammad bin Abdillah adalah
seorang pejuang di jalan Allah SWT. Belum lama peperangan Uhud berakhir
sehingga pengaruh-pengaruh buruknya berbekas pada kaum Muslim. Orang-orang Arab
Badwi mulai berani bersikap kurang ajar kepada mereka, demikian juga
orang-orang Yahudi, apalagi orang-orang munafik dan tidak ketinggalan
orang-orang Quraisy pun mulai menyudutkan kaum Muslim.
Kemudian datanglah utusan dari kabilah Arab kepada Rasul saw dan mereka
mengatakan kepada beliau bahawa mereka mendengar tentang Islam dan mereka ingin
memeluknya, maka hendaklah beliau mengutus kepada mereka beberapa dai dan
mubaligh untuk mengajari mereka tentang dasar-dasar agama. Nabi saw mengutus
bersama mereka sekelompok para dai yang dipimpin oleh 'Ashim bin Tsabit.
Ternyata orang-orang itu berkhianat atas para sahabat-sahabat yang berdakwah
itu dan mereka pun dibunuh. Bahkan tiga di antara mereka ditawan dan dijual di
Mekah. Dijualnya mereka di Mekah bererti mereka diserahkan pada kelompok
orang-orang Quraisy yang telah lama menunggu untuk menangkap kaum Muslim. Kaum
Quraisy Mekah membunuh tiga tawanan kaum Muslim itu. Orang-orang Muslim sangat
sedih mendengar dai-dai Allah SWT itu terbunuh dengan cara yang begitu tragis.
Ketika datang kepada Nabi saw orang-orang yang minta pada beliau agar dikirim
utusan dari kalangan mubaligh untuk menyebarkan Islam untuk para kabilah kaum
Najd, maka Nabi kali ini betul-betul mempertimbangkan antara kepentingan
menyebarkan Islam dan perlindungan terhadap kehormatan manusia. Lalu beliau
memilih untuk kepentingan dakwah Islam. Beliau menyedari bahawa beliau mengutus
para sahabatnya dalam bahaya; beliau memberitahu mereka bahawa mereka akan
menghadapi suatu keadaan yang misteri yang tiada mengetahuinya kecuali Allah
SWT. Namun bahaya tersebut sudah menjadi bahagian dari cita rasa kehidupan yang
selalu meliputi dakwah Islam.
Ketika Nabi saw mengutarakan kekhuatirannya terhadap para sahabatnya yang
bakal diutusnya di tengah kabilah itu, orang-orang yang meminta beliau untuk
mengutus para sahabatnya menyakinkan beliau bahawa mereka akan melindungi
sahabat beliau. Kemudian Nabi saw memerintahkan tujuh puluh orang pilihan dari
sahabatnya untuk pergi dan berjihad di jalan Allah SWT serta mengajak manusia
untuk mengikuti Islam. Lalu pergilah para sahabat yang kemudian dikenal dengan
sebutan al-Qurra' (yaitu orang-orang yang pandai membaca Al-Qur'an dan
menghafalnya). Mereka adalah para dai yang terbaik yang diutus Nabi di mana
pada siang hari mereka memikul kayu bakar dan pada malam hari mereka sibuk
dalam keadaan solat. Ketika datang perintah Rasulullah saw kepada mereka untuk
pergi dan berdakwah mereka pun pergi dalam keadaan gembira kerana mereka diajak
untuk berjihad di jalan Allah SWT. Mereka melangkahkan kaki dengan mantap di
tanah orang-orang munafik dan para pengkhianat sehingga mereka sampai di suatu
sumur yang bernama sumur Ma'unah. Kemudian mereka mengutus salah seorang di
antara mereka untuk menemui pemimpin orang-orang kafir di negeri itu. Mubaligh
dari sahabat Rasulullah saw itu menyampaikan surat Nabi yang dibawanya di mana
beliau mengharapkan agar masyarakat di situ masuk Islam, tetapi ia dikejutkan
dengan adanya pisau yang menembus punggungnya. Mubaligh itu berteriak saat ia
tersungkur: "sungguh aku beruntung demi Tuhan pemelihara Ka'bah."
Kemudian pemimpin orang-orang kafir itu mengangkat senjata dan mengumpulkan
para kabilah untuk memerangi para mubaligh di jalan Allah SWT itu sehingga
sahabat-sahabat terbaik yang berdakwah di jalan Allah SWT itu pun gugur di
sumur Ma'unah. Jasad-jasad mereka menjadi makanan dari burung nasar dan
burung-burung yang lain. Dari tujuh puluh orang yang dikirim itu hanya seorang
yang selamat yang kembali kepada Nabi saw. Ia menceritakan apa yang dialami
oleh fuqaha-fuqaha Muslimin di mana mereka dikhianati. Ketika mendengar berita
tentang tragedi itu, Nabi sangat terpukul dan sedih. Kemudian beliau mengangkat
kepalanya dan berkata kepada sahabat-sahabatnya: "Sungguh sahabat-sahabat
kalian telah terbunuh dan mereka telah meminta kepada Tuhan mereka. Mereka
mengatakan, Tuhan kami, berikanlah kami ujian sesuai dengan kehendak-Mu dan
ridha-Mu. Apa saja yang menjadi kepuasan-Mu kami pun akan merasakan
kepuasan."
Sungguh penderitaan yang dialami oleh Islam sangat berat, terutama yang
menimpa para sahabat yang gugur sebagai syahid di sumur Ma'unah. Nabi saw
sangat sedih mendengar sikap orang-orang Arab dan orang- orang kafir terhadap
Islam. Mereka telah mengejek dan merendahkan kaum mukmin sampai pada batas ini.
Kemudian beliau menetapkan akan kembali mengangkat kewibawaan Islam dengan
tindak kekerasan.
Dalam keadaan seperti ini, bergeraklah orang-orang Yahudi untuk membunuh
Rasulullah saw. Pada suatu hari beliau pergi ke Bani Nadhir untuk menyelesaikan
suatu urusan. Kemudian mula-mula mereka menampakkan persetujuan atas apa yang
diucapkan beliau. Mereka mendudukkan Nabi di bawah naungan benteng-benteng
mereka, lalu mereka bersekongkol untuk melenyapkan beliau; mereka menetapkan
untuk melemparkan batu yang berat dari atas benteng itu saat beliau duduk dan
tidak membayangkan akan terjadinya kejahatan yang direncanakan padanya. Namun
Allah SWT mengilhami Rasul-Nya akan datangnya bahaya kepada beliau, lalu beliau
bangun sebelum pelaksanaan tipu daya itu. Lalu beliau segera pergi menuju
rumahnya. Beliau berfikir saat beliau kembali ke rumahnya dengan membawa penderitaan
yang baru. Pembangkangan dan pengkhianatan tersebut tidak akan dapat berhenti
kecuali setelah Islam menunjukkan taringnya. Islam ingin mengembalikan
kewibawaannya dengan cara mengangkat senjata.
Rasul saw mengutus utusan ke Bani Nadhir dan memerintahkan mereka untuk
keluar dari Madinah, bahkan Rasul saw memberi waktu kepada mereka hanya sepuluh
hari. Kemudian orang-orang munafik yang ada di Madinah bersatu bersama
orang-orang Yahudi dan mereka sepakat untuk memerangi Islam. Namun ketika
berhadapan dengan Islam, orang-orang Yahudi menelan kekalahan. Kemudian
turunlah surah al-Hasyr yang menyebutkan pengusiran orang-orang Yahudi dan
menyingkap kedok orang-orang munafik. Setelah kemenangan yang meyakinkan ini,
Rasul saw keluar bersama sahabatnya untuk membalas kejadian yang menimpa
sahabat-sahabatnya yang dikenal dengan al-Qurra' itu. Rasul saw ingin
mengembalikan kewibawaan Islam. Kemudian pasukan Rasul saw itu mampu membuat
para pengkhianat dari orang-orang Arab ketakutan. Hanya sekadar mendengar nama
pasukan Muslim, maka serigala-serigala gurun yang dulu bengis itu pun ketakutan
laksana tikus-tikus yang panik yang bersembunyi di bawah lubang-lubang gunung.
Orang-orang Quraisy mendengar kegiatan pasukan Islam. Pasukan Quraisy menarik
diri saat mereka mendekati Dahran, sementara pasukan Muslim berada di Badar.
Mereka menunggu pertemuan yang disepakati di Uhud. Orang-orang Muslim
menyala-kan api selama delapan hari sebagai bentuk tantangan dan menunggu
kedatangan kaum kafir sehingga ketika mereka (kaum kafir) telah pergi, maka
citra kaum Muslim pun terangkat setelah mereka menerima kepahitan dalam
peperangan Uhud.
Kaum Muslim menoleh ke arah utara jazirah Arab setelah menetapkan
kewibawaan mereka di selatan. Kabilah di sekitar Daumatul Jandal dekat dengan
Syam merampok di tengah jalan dan merampas kafilah yang berlalu di situ, bahkan
kenekatan mereka sampai pada batas di mana mereka berfikir untuk menyerbu
Madinah. Oleh kerana itu, Rasulullah saw keluar bersama seribu orang Muslim
yang mereka bersembunyi di waktu siang dan berjalan di waktu malam, sehingga
setelah lima belas malam beliau sampai ke tempat yang dekat dengan tempat
tinggal musuh-musuh mereka lalu mereka menggerebek tempat itu. Pasukan kafir
itu dikejutkan dengan kedatangan kaum Muslim yang begitu cepat.
Kita akan mengetahui bahawa alat komunikasi yang dimiliki oleh Rasulullah
saw sangat unggul sebagaimana alat pertahanan beliau pun sangat unggul.
Serangan mendadak yang dilakukan oleh pasukan Rasulullah saw menunjukkan bahawa
mereka memiliki pertahanan yang luar biasa. Sistem pertahanan yang luar biasa
sebagaimana kedatangan pasukan yang secara tiba-tiba itu menunjukkan kemampuan
pasukan Islam untuk menyusup.
Demikianlah, terjadilah hari-hari pertempuran militer. Belum lama Nabi saw
meletakkan baju besinya, dan beliau kembali membangun peribadi kaum Muslim
sehingga beliau terpaksa kembali memakai baju besinya dan kembali berperang.
Ketika musuh-musuh Islam yang berada di sekelilingnya melihat bahawa kemampuan
militer mereka tidak dapat menandingi kemampuan kaum Muslim, maka mereka
sengaja melakukan cara-cara baru untuk memerangi Islam. Yaitu peperangan
psikologi atau peperangan urat saraf dengan cara menyebarkan berbagai macam isu
atau apa yang dinamakan Al-Qur'an al-Karim dengan peristiwa al-Ifik
(kebohongan). Setelah peperangan Bani Musthaliq yaitu peperangan yang membawa
kemenangan yang cepat bagi kaum Muslim, terjadilah kesalahfahaman dan
pertengkaran di antara sahabat-sahabat yang biasa mengambil air di mana salah
seorang mereka berteriak: "wahai kaum Muhajirin," dan yang lain
berteriak: "Wahai kaum Anshar."
Peristiwa yang sangat sepele itu dimanfaatkan oleh pemimpin kaum munafik
yaitu Abdullah bin Ubai. Abdullah bin Ubai memprovokasi orang- orang Anshar
untuk menyerang kaum Muhajirin. Ia ingin membangkitkan luka-luka jahiliah yang
lama yang telah dibuang dan telah dikubur oleh Islam, Salah satu yang dikatakan
oleh Ibnu Ubai adalah, "sungguh mereka telah menyaingi kita dan mengambil
kebaikan dari dan seandainya kita telah kembali ke Madinah nescaya orang-orang
yang mulai akan dapat mengusir orang-orang yang hina di dalamnya."
Zaid bin Arqam menyampaikan kalimat si munafik itu kepada Nabi saw, di mana
kalimat itu berisi provokasi terhadap orang-orang Anshar untuk menyerang kaum
Muhajirin. Ubai menginginkan agar mereka berpecah belah dan agar kesatuan
mereka runtuh. Si Munafik itu segera datang kepada Rasul saw dan menafikan apa
yang dikatakannya. Orang-orang Muslim secara lahiriah membenarkan perkataan si
munafik itu dan mereka justru menuduh Zaid bin Arqam salah mendengar. Tetapi
hakikat peristiwa itu tidak tersembunyi dari Nabi saw sehingga peristiwa itu
sangat menyedihkan beliau. Lalu beliau mengeluarkan perintah agar para sahabat
pergi ke suatu tempat yang tidak biasanya mereka lalui. Kemudian beliau pergi
bersama sahabat di hari itu sampai waktu malam menyelimuti mereka. Dan kini,
mereka memasuki waktu pagi. Kepergian yang singkat dan tiba-tiba itu mampu
menepis kebohongan yang dirancang oleh si Munafik, Abdullah bin Ubai. Yaitu
kebohongan yang bertujuan untuk membakar persatuan kaum Muslim ketika ia berusaha
untuk menyalakan api di tengah-tengah rumah sang Nabi saw.
Ketika Nabi masih memiliki kekuatan yang menakutkan bagi yang mencuba
melawannya, maka mereka pun melakukan berbagai penipuan dan, makar. Dan salah
satu yang menjadi objek tipu daya itu adalah isteri beliau, yaitu Aisyah.
Alkisah, Aisyah pada suatu hari pergi untuk memenuhi hajatnya lalu dilehernya
terdapat anting-anting. Setelah ia memenuhi hajatnya, anting-anting itu
terjatuh dari lehernya dan ia tidak mengetahui. Ketika Aisyah kembali dari kafilah
yang telah siap-siap untuk pergi, ia kembali mencari kalungnya sampai ia
menemukannya. Sementara itu orang-orang yang membawanya dalam tandu (haudaj)
mengira Aisyah sudah berada di dalamnya. Mereka tidak ragu dalam hal itu kerana
memang berat badan Aisyah sangat ringan.
Pasukan Nabi berjalan dan membawa tandu, sedangkan Aisyah tidak ada di
dalamnya. Aisyah kembali dan tidak mendapati pasukan di mana mereka telah
pergi. Aisyah merasa hairan atas kepergian pasukan yang begitu cepat. Aisyah
merasa takut saat ia berdiri sendirian di padang gurun. Aisyah berusaha
bersikap baik, ia duduk di tempatnya di mana di situlah untanya duduk juga.
Aisyah melipat-lipat pakaiannya sambil berkata dalam dirinya: Mereka akan
mengetahui bahawa aku tidak ada dan kerana itu mereka akan kembali mencariku
dan akan menemukan aku.
Sementara itu, Sofwan bin Mu'athal juga tertinggal kerana ia melakukan
keperluannya. Ia berjalan dari arah yang jauh lalu ia melihat bayangan orang
yang tidak begitu jelas. Sofwan mendekat dan tiba-tiba ia mengetahui bahawa ia
sedang berdiri di hadapan Aisyah. Ia melihat Aisyah sebelum diwajibkannya
perintah memakai hijab (jilbab) atas isteri-isteri Nabi. Ketika melihatnya,
Sofwan berkata: "Sesungguhnya kita milik Allah SWT dan kepadanya kita akan
kembali,... isteri Rasulullah Aisyah tidak menjawab.
Sofwan mundur dan mendekatkan untanya kepadanya sambil berkata:
"Silakan Anda menaikinya." Aisyah pun menaikinya. Kemudian Sofwan
membawanya pergi dan mencari pasukan yang telah meninggalkannya. Sementara itu,
pasukan Nabi sedang beristirahat. Para sahabat mengira bahawa Aisyah masih
berada dalam tandu. Tiba-tiba mereka terkejut ketika Aisyah datang kepada
mereka bersama Sofwan yang menuntun untanya.
Tokoh munafik Abdullah bin Ubai segera memanfaatkan kesempatan emas ini. Ia
membuat kisah bohong yang terkesan menuduh isteri Nabi melakukan pengkhianatan.
Abdullah bin Ubai pandai memilih beberapa sahabat yang dikenalinya sebagai
orang-orang yang mudah percaya dan cenderung membenarkan hal-hal yang bersifat lahiriah,
atau ia mengetahui bahawa di antara mereka dan Aisyah terdapat kedengkian
sehingga mereka suka jika tersebar kebohongan yang berkenaan dengan Aisyah.
Demikianlah pemimpin munafik itu berhasil menjerat beberapa sahabat dalam
tali kebohongannya, di antaranya Hasan bin Sabit. Musthah, dan seorang wanita
yang dipanggil Hamnah binti Jahasv. yaitu saudara perempuan Zainab binti Jahasy
isteri Rasulullah saw. Ketiga orang itu tertipu dengan kebohongan tersebut lalu
mereka menyebarkannya sehingga orang-orang yang terjerat dalam kebohongan itu
mengatakan apa saja yang mereka inginkan. Akhirnya. pasukan pun bergoncang
dengan isu itu. Sementara itu, Aisyah tidak mengetahui sedikit pun tentang hal
tersebut. Isu tersebut bertujuan untuk menjatuhkan Islam dan melukai perasaan
Rasullullah saw dan itu termasuk peperangan menentang Rasulullah saw dan ajaran
yang dibawanya. Begitu juga ia bertujuan menunjukkan bahawa kaum Muslim tidak
konsekuen dengan akidah yang mereka yakini dan secara tidak langsung ia juga
menyerang kesucian rumah tangga Aisyah.
Pasukan kembali ke Mekah dan Aisyah jatuh sakit, namun ia tidak mengetahui
isu-isu yang dikatakan tentang dirinya. Kemudian Rasulullah saw mendengar hal
itu sebagaimana ayahnya Abu Bakar dan ibunya pun mendengarnya, namun tak
seorang pun di antara. mereka yang memberitahu Aisyah. Begitu juga Rasul saw
tidak menceritakan peristiwa itu di hadapan Aisyah. Namun sikap beliau berubah
di mana beliau tidak lagi menunjukkan perhatiannya seperti biasanya saat Aisyah
sakit. Ketika beliau menemui Aisyah dan saat itu ibunya ada di situ, beliau
berkata: "Bagaimana keadaanmu?" Beliau tidak lebih dari mengucapkan
kata-kata itu. Ketika Aisyah melihat perubahan sikap Rasul saw, ia mulai marah.
Pada suatu hari ia berkata pada Nabi: "Seandainya engkau mengizinkan aku,
nescaya aku akan pindah ke tempat ibuku." Beliau menjawab: "Itu tidak
ada masalah."
Aisyah pun pindah ke tempat ibunya dan ia tidak mengetahui sama sekali apa
yang sebenarnya terjadi padanya. Setelah melalui lebih dari dua puluh malam,
Aisyah sembuh dari sakitnya dan ia pun belum mengetahui hal-hal yang dikatakan
tentang dirinya. Umul mu'minin Aisyah menceritakan bagaimana ia mengetahui isu
bohong tersebut dan bagaimana Allah SWT membebaskannya dari isu itu, ia
berkata:
"Kami adalah kaum Arab di mana kami tidak mengambil di rumah kami
tanggung jawab ini yang biasa di ambil oleh orang-orang Ajam. Kami membencinya.
Kami keluar untuk menikmati keluasan kota. Sementara itu para wanita keluar
pada setiap malam untuk memenuhi hajat mereka. Pada suatu malam, aku keluar
bersama Ummu Musthah untuk memenuhi sebahagian keperluanku. Lalu ia berkata:
"Tidakkah kau sudah mendengar suatu berita wahai puteri Abu Bakar?"
Aku bertanya, "berita apa itu?" Lalu ia memberitahukan padaku apa-apa
yang dikatakan oleh para penyebar kebohongan. Aku berkata: "Apa ini memang
benar?" Ia menjawab: "Demi Allah, ini benar-benar terjadi."
Aisyah berkata: "Demi Allah, aku tidak mampu memenuhi hajatku." lalu
aku pulang. Demi Allah, aku tetap menangis sampai-sampai aku mengira bahawa
tangisanku akan merosak jantungku dan aku berkata kepada ibuku, mudah-mudahan
Allah SWT mengampunimu, banyak orang berbicara tentangku namun engkau tidak
menceritakan sedikit pun kepadaku. Ia berkata: "Wahai anakku, sabarlah demi
Allah jarang sekali wanita yang baik yang dicintai oleh seorang lelaki yang
jika ia memiliki isteri-isteri yang lain (madunya) kecuali wanita itu akan
diterpa oleh berbagai isu."
Aisyah berkata: "Rasulullah saw berdiri dan menyampaikan
pembicaraannya pada mereka dan aku tidak mengetahui hal itu." Beliau
memuji Allah SWT kemudian berkata: "Wahai manusia, bagaimana keadaan kaum
lelaki yang menyakiti aku melalui keluar gaku dan mereka mengatakan sesuatu
yang tidak benar. Demi Allah, aku tidak mengenal mereka kecuali dalam kebaikan.
Lalu mereka mengatakan hal itu pada seorang lelaki yang aku tidak mengenalnya
kecuali dalam kebaikan di mana ia tidak memasuki suatu rumah dari rumah-rumahku
kecuali ia bersamaku."
Kemudian Rasulullah saw memanggil Ali bin Abi Thalib dan Usamah bin Zaid
dan bermusyawarah dengan keduanya. Usamah hanya melontarkan pujian dan berkata:
"Ya Rasulullah aku tidak mengenal isterimu kecuali dalam kebaikan dan
berita ini hanya kebohongan dan kebatilan," sedangkan Ali berkata: 'Ya Rasulullah
masih banyak wanita yang lain yang dapat kau percaya." Kemudian Rasulullah
saw memanggil Burairah dan bertanya kepadanya, lalu Ali berdiri kepadanya dan
memukulnya dengan keras sambil berkata: "Jujurlah kepada Rasulullah
saw," lalu wanita itu berkata: "Demi Allah, aku tidak mengetahui
kecuali kebaikan. Aku tidak pernah mencela Aisyah kecuali pada suatu waktu aku
sedang membikin adunan roti lalu aku memerintahkannya untuk menjaganya namun
Aisyah tertidur dan datanglah kambing lalu adunan itu dimakan olehnya."
Aisyah berkata: "Kemudian datanglah kepadaku Rasulullah saw dan saat
tu aku bersama kedua orang tuaku dan seorang wanita dari kaum Anshar. Aku
menangis dan wanita itu pun turut menangis. Rasulullah saw duduk lalu memuji
Allah SWT dan berkata: "Wahai Aisyah, sungguh kamu telah mendengar sendiri
apa yang dikatakan orang-orang tentang dirimu, maka bertakwalah kepada Allah
SWT dan jika engkau telah melakukan keburukan seperti yang diucapkan
orang-orang itu, maka bertaubatlah kepada Allah SWT kerana sesungguhnya Allah
SWT menerima taubat dari hamba-hamba-Nya." Aisyah berkata, "demi
Allah, itu tidak lain hanya kebohongan yang dialamatkan kepadaku sehingga
membuat air mataku kering. Aku sama sekali tidak seperti yang mereka
katakan," lalu aku menunggu kedua orang tuaku untuk mengatakan tentang
diriku namun mereka justru terdiam. Aisyah berkata, "demi Allah aku merasa
sebagai seorang yang hina yang tidak layak diturunkan Al-Qur'an dari Allah SWT
berkenaan denganku, tetapi aku hanya berharap agar Nabi saw melihat kebohongan
yang dialamatkan kepadaku itu sehingga ia memastikan terbebasnya aku
darinya."
Aisyah berkata: "Ketika aku tidak melihat kedua orang tuaku berbicara
aku berkata kepada mereka tidakkah kalian menjawab apa yang dikatakan
Rasulullah saw?" Mereka berkata: "Demi Allah kami tidak mengetahui
apa yang harus kami jawab." Aku mengetahui bahawa aku bebas dari tuduhan
itu. Tiba-tiba Rasulullah saw mengusap keringat dari wajahnya sambil berkata:
"Bergembiralah wahai Aisyah kerana sesungguhnya Allah SWT telah menurunkan
ayat yang membebaskan kamu dari tuduhan itu," lalu aku berkata: "Segala
puji bagi Allah SWT." Kemudian beliau keluar menemui para sahabat dan
membacakan kepada mereka ayat berikut ini:
"Sesungguhnya orang-orang yang membawa berita bohong itu adalah dari
golongan kamu juga. Janganlah kamu kira bahawa berita bohong itu buruk bagi kamu.
Tiap-tiap seseorang dari mereka mendapat balasan dari dosa yang dikerjakannya.
Dan siapa di antara mereka yang mengambil bahagian yang terbesar dalam
penyiaran berita bohong itu, maka baginya azab yang besar. " (QS. an-Nur:
11)
Jibril turun kepada Nabi saw untuk menyampaikan terbebasnya Aisyah dari
segala tuduhan yang ditujukan kepadanya. Dan gagallah peperangan psikologi
menentang kaum Muslim dan rumah tangga Rasulullah saw, dan kelompok-kelompok
kafir meyakini bahawa mereka harus menggunakan cara baru lagi untuk menentang
Islam. Kemudian Rasulullah saw kembali memasuki pergelutan menentang peperangan
fizik. Peperangan Khandaq termasuk contoh peperangan fizik yang dilakukan oleh
Rasulullah saw. Orang-orang Yahudi menyerahkan urusan mereka kepada kaum
musyrik, dan Dimulailah rangkaian persekongkolan dan sumpah di antara tokoh-
tokoh Yahudi dan pemimpin-pemimpin kaum musyrik, bahkan pendeta- pendeta Yahudi
berfatwa bahawa agama Quraisy yang disimbolkan dengan penyembahan berhala lebih
baik daripada agama Muhammad yang penyembahan hanya layak ditujukan kepada
Tuhan Yang Esa
sebagaimana tradisi jahiliah lebih baik daripada ajaran Al-Qur'an.
Politik kaum Yahudi berhasil menyatukan kelompok-kelompok orang kafir dan
mengerahkannya untuk menentang kaum Muslim. Kemudian mereka akan menyerang
Madinah dengan jumlah kekuatan sepuluh ribu tentera. Akhirnya, berita itu
sampai ke Nabi saw. Beliau tidak hairan ketika mendengar orang-orang Yahudi
bersatu - padahal mereka mempunyai asas agama yang menyeru kepada tauhid -
bersama kaum musyrik menentang agama tauhid. Nabi saw mengetahui bahawa
perjanjian telah lama membelenggu orang-orang Yahudi sehingga hati mereka
menjadi keras dan hari telah menjauhkan antara mereka dan sumber yang jernih
yang dipancarkan oleh Musa. Akhirnya, mereka menjadi buah yang rosak yang
kulitnya bergambar tauhid namun isinya bergambar kepahitan syirik. Dan yang
lebih penting dari itu adalah kesamaan kepentingan kaum Yahudi dan kaum
musyrik.
Nabi saw menyedari bahawa beliau sekarang menghadapi ancaman dan pasukan
yang besar. Pertempuran secara terbuka tidak memberi keuntungan bagi Muslimin.
Beliau mulai berfikir bagaimana cara mempertahankan Madinah tanpa harus keluar
darinya. Kali ini taktik militernya berubah di mana sebelum itu beliau keluar
dari Madinah dan menjauhinya serta menyerang kelompok-kelompok yang berencana
menyerbu Madinah. Kali ini bentuk ancaman berbeza dan tentu fikiran Nabi pun
berubah kerana mengikuti perbezaan ancaman itu.
Kemudian beliau mengadakan pertemuan militer bersama para tenteranya.
Beliau ingin mendengar berbagai usulan tentang bagaimana cara mempertahankan
Madinah. Lalu Salman al-Farisi mengusulkan agar Nabi menggali suatu parit yang
dalam di sekeliling Madinah yaitu parit yang seperti bendungan alami yang dapat
menahan laju banjir yang ingin maju, suatu parit yang pasukan berkuda tidak
akan mampu melewatinya dan kaum Muslim dapat mempertahankan diri dari
belakangnya. Mula- mula usulan itu terkesan agak mustahil diwujudkan namun pada
akhirnya Nabi menyetujui usulan Salman itu. Melalui sensifitas militernya yang
mengagumkan, beliau mengetahui bahawa situasi cukup genting dan kerananya ia
menuntut usaha keras untuk dapat melaluinya. Nabi saw memerintahkan para
sahabat untuk menggali parit di sekitar Madinah. Pekerjaan itu sangat berat dan
saat itu musim dingin di mana udara sangat dingin. Di samping itu, kaum Muslim
sedang mengalami krisis ekonomi yang mengancam Madinah, meskipun demikian,
penggalian parti tetap dilaksanakan, bahkan Rasulullah saw terjun langsung
untuk membuat galian dan memikul tanah.
Kaum Muslim dengan semangat yang luar biasa dapat menyelesaikan penggalian
parit itu meskipun kehidupan sangat keras dan mereka merasakan kelaparan kerana
kekurangan harta. Namun semangat pasukan Islam tetap meninggi. Mereka percaya
akan datangnya kemenangan dan pertolongan dari Allah SWT.
Allah SWT berfirman:
"Dan tatkala orang-orang mukmin melihat golongan-golongan yang
bersekutu itu, mereka berkata: 'lnilah yang dijanjikan Allah dan Rasul-Nya kepada
kita.' Dan benarlah Allah dan Rasul-Nya. Dan yang demikian itu tidaklah
menambah kepada mereka kecuali iman dan ketundukan." (QS. al-Ahzab: 22)
Pasukan Quraisy mulai mendekati Madinah dan tiba-tiba Madinah berubah
menjadi jazirah cinta di tengah-tengah lautan kebencian, lautan itu mulai
menghentam jazirah dan berusaha menenggelamkannya dari dalam. Kemudian
berteburanlah panah-panah kaum Muslim untuk menghalau pasukan kafir yang cukup
banyak. Pasukan kafir mulai berputar-putar di sekeliling parit dalam keadaan
bingung: apa gerangan yang telah dilakukan pasukan Islam, bagaimana mereka
dapat menggali parit ini?
Kuda-kuda musuh berusaha melalui parit itu namun pasukan Muslim segera
menyerangnya. Demikianlah peperangan Ahzab terus berlangsung. Pada hakikatnya
ia adalah peperangan urat saraf. Pasukan musuh mengepung Madinah selama tiga
minggu di mana serangan demi serangan terus dilakukan sepanjang siang dan mata
mereka tetap terjaga sepanjang malam. Bahkan saking dahsyatnya pertempuran itu
sehingga kaum Muslim tidak mengetahui apakah pasukan musuh berhasil menduduki
Madinah atau tidak, dan apakah para musuh berhasil menembus lubang yang mereka
bangun? Allah SWT menggambarkan keadaan peperangan Ahzab dalam firman-Nya:
"(Yaitu) ketika mereka datang kepadamu dari atas dan dari bawahmu, dan
ketika tidak tetap lagi penglihatan(mu) dan hatimu naik menyesak sampai ke
tenggorokan dan kamu menyangka terhadap Allah dengan bermacam-macam
persangkaan. Di situlah diuji orang- orang mukmin dan digoncangkan hatinya dengan
goncangan yang dahsyat." (QS. al-Ahzab: 10-11)
Keadaan semakin buruk di mana orang-orang Yahudi membatalkan perjanjian
mereka dengan kaum Muslim dan mereka bergabung dengan al-Ahzab. Demikianlah
Bani Quraizhah membatalkan perjanjiannya dan mereka lupa terhadap pengkhianatan
bani Nadhir dan pembalasan Nabi saw terhadap mereka. Setiap hari keadaan
semakin buruk.
Kaum Muslim benar-benar mengalami ujian yang berat di mana fikiran mereka
benar-benar kacau. Ketika keadaan mencapai puncaknya kaum Muslim bertanya
kepada Rasul saw, "apa yang harus mereka katakan?" Rasulullah saw
memberitahu agar mereka mengatakan: "Ya Allah, kalahkanlah mereka dan
tolonglah kami untuk mengatasi mereka."
Doa tersebut keluar dari mulut-mulut kaum yang telah melaksanakan kewajipan
mereka dan telah membuat mukjizat mereka dalam menghalau serangan. Jadi, mereka
tidak memiliki apa-apa selain doa dan Allah SWT lah Yang Maha Mendengar
permintaan hamba-Nya dan Dia yang mengabulkannya. Dia mengetahui orang yang
melaksanakan kewajipannya dan akan mengabulkan orang yang berdoa.
Akhirnya, kaum Muslim benar-benar mendapatkan rahmat Allah SWT. Kemudian
perjalanan pertempuran bergerak dengan cara yang tidak bisa difahami. Para
penyerang menyedari bahawa mereka sebenarnya telah kalah di mana mereka telah
menyerang selama tiga pekan namun serangan tersebut tidak memberikan hasil apa
pun. Mereka telah mencurahkan berbagai upaya namun tanpa memberikan hasil yang
diharapkan dan boleh jadi mereka akan tetap begini selama tiga tahun.
Kemudian datanglah suatu malam di mana kaum Muslim belum pernah melihat
malam segelap itu dan angin sekencang itu, bahkan saking kerasnya angin
sampai-sampai suaranya laksana halilintar. Bahkan saking gelapnya malam itu
sehingga tak seorang pun di antara umat Islam yang mampu melihat jari-jari
tangannya atau berdiri dari tempatnya kerana saking dinginnya cuaca. Kemudian
Nabi saw datang menemui Hudaifah bin Yaman. Beliau tidak mampu melihatnya meskipun
beliau berdiri di sebelahnya. Nabi saw bertanya: "Siapa ini?"
Hudaifah menjawab: "Aku adalah Hudaifah." Nabi saw berkata: "Oh,
kamu Hudaifah." Hudaifah tetap tinggal di tempatnya kerana ia khawatir
jika ia berdiri ia akan tidak mampu kerana saking dinginnya dan akan menabrak
Rasul saw. Rasul saw berkata kepada Hudaifah, "Aku kehilangan berita
penting tentang keadaan kaum yang menyerang kita."
Hudaifah sebagai mata-mata dari pasukan Islam merasakan ketakutan di mana
ia tidak mampu menahan cuaca yang begitu dingin, lalu bagaimana ia dapat
berdiri dan keluar dari Madinah menuju ke tempat pasukan musuh dan menyusup di
tengah barisan mereka lalu kembali kepada Nabi saw dengan membawa berita
tentang mereka. Hudaifah bangkit dari tempatnya ketika Nabi saw selesai dari
pembicaraannya. Nabi saw memberikan doa kebaikan kepadanya. Hudaifah pun pergi
dan kehangatan keimanannya mengalahkan kegelapan malam dan kedinginan cuaca. Ia
keluar dari Madinah dan menyusup di tengah-tengah pasukan musuh. Nabi saw
memerintahkannya untuk tidak melakukan tindakan apa pun selain mendapatkan
berita dan kembali. Inilah tugas utamanya. Hudaifah sampai di tengah-tengah
musuh. Mereka berusaha menyalakan api namun angin segera mematikannya sebelum
menyala dan di dekat api itu terdapat seorang lelaki yang berdiri sambil
menghulurkan tangannya ke arah api dengan maksud untuk menghangatkannya. Lelaki
itu adalah pemimpin kaum musyrik yaitu Abu Sofyan.
Melihat itu, Hudaifah segera memasang anak panah pada busur yang dibawanya
dan ia ingin memanahnya. Seandainya ia berhasil membunuhnya, maka kaum Muslim
dapat merasa tenang dengannya, namun ia ingat pesan Rasulullah saw kepadanya
agar ia tidak melakukan tindakan apa pun. Kemudian ia kembali meletakkan anak
panahnya dan menyembunyikannya.
Abu Sofyan berkata: "Wahai orang-orang Quraisy situasi saat ini tidak
menguntungkan bagi kalian, maka pergilah kalian kerana aku pun akan
pergi." Abu Sofyan melompat ke atas untanya lalu mendudukinya dan
memukulnya sehingga unta itu bangkit.
Hudaifah kembali menemui Rasulullah saw dengan membawa berita mundurnya
pasukan Ahzab dan gagalnya serangan mereka. Ketika mendengar peristiwa
penarikan mundur pasukan musuh, Rasulullah saw berkata: "Sekarang kita
akan menyerang mereka dan mereka tidak akan menyerang kita." Belum lama
pasukan Ahzab kembali ke negerinya dengan tangan hampa sehingga beliau keluar
dari Madinah bersama pasukannya menuju ke kaum Yahudi Bani Quraizhah.
Orang-orang Yahudi itu telah mengkhianati perjanjian mereka bersama Nabi saw.
Mereka menipu Islam di saat-saat genting. Oleh kerana itu, mereka harus
membayar biaya pengkhianatan mereka sekarang.
Nabi saw memerintahkan agar para sahabat tidak melaksanakan solat Ashar
kecuali di Bani Quraizhah. Kaum Muslim memahami bahawa perintah tersebut
bererti mereka akan menerobos benteng kaum Yahudi sebelum matahari tenggelam.
Orang-orang Yahudi menelan kekalahan pahit lalu mereka datang kepada Sa'ad
bin Mu'ad agar ia memutuskan perkara mereka. Sa'ad adalah pemimpin kaum Aus dan
kaum Aus adalah sekutu orang-orang Yahudi Quraizhah di masa jahiliah. Kaum
Yahudi mengharap bahawa mereka dapat memanfaatkan hubungan yang terjalin selama
ini sebagaimana kaum Aus membayangkan bahawa tokoh mereka akan memberikan
keringanan terhadap sekutu-sekutu mereka. Sa'ad ketika itu terluka dan ia
sedang dirawat di khemahnya kerana terkena panah kauni Ahzab. Sebahagian
kaumnya membujuknya agar ia bersikap baik terhadap orang- orang Yahudi,
sekutu-sekutu mereka, dan orang-orang
Yahudi membujuknya agar ia bersikap lembut terhadap mereka. Kemudian Sa'ad
mengatakan penyataannya yang terkenal: "Telah tiba waktunya bagi Sa'ad
untuk memutuskan hukum sesuai dengan kehendak Allah tanpa peduli dengan celaan
para pencela." Sa'ad memutuskan agar kaum lelaki dibunuh dan keturunannya
ditawan serta harta-harta mereka dibagi-bagikan. Nabi pun menyetujui keputusan
tegas Sa'ad itu. Beliau berkata kepadanya: "Sungguh engkau telah
memutuskan kepada mereka dengan keputusan Allah SWT dari tujuh langit."
Sa'ad mengetahui bahawa perantaraan, permohonan, harapan, dan menjaga
berbagai pertimbangan lazim selayaknya berada di suatu genggaman, dan masa
depan Islam berada di genggaman yang lain. Yahudi Bani Quraizhah adalah
penyebab berkecamuknya peperangan Ahzab dan sumpah mereka dan berbagai tipu
daya mereka berusaha untuk memblokade Islam dan menghancurkannya. Oleh kerana
itu, kini telah tiba saatnya untuk mencabut pohon-pohon beracun dari akarnya
tanpa memperdulikan kasih sayang.
Demikianlah kaum Yahudi dibersihkan dari Madinah. Nabi saw kembali
melanjutkan pergelutannya. Puncak dari perjuangan politiknya adalah perjanjian
yang beliau lakukan bersama orang-orang Quraisy. Nabi saw berjalan untuk
melaksanakan umrah dan mengunjungi Baitul Haram. Beliau keluar bersama seribu
empat ratus kaum lelaki yang bertujuan untuk berziarah ke Baitul Haram guna
melaksanakan umrah. Ketika mereka sampai di Hudaibiyah pinggiran kota Mekah,
tiba-tiba unta yang ditunggangi Nabi duduk dan ia tidak mahu melangkah menuju
Mekah. Melihat itu para sahabat berkata: "Oh unta itu malas." Nabi
saw berkata: "Tidak Demikian namun ia ditahan oleh Zat yang menahan laju
gajah menuju Mekah. Sungguh jika hari ini orang Quraisy membuat suatu rencana
dan mereka meminta agar aku menyambung tali silaturahmi nescaya aku akan
menyetujuinya."
Nabi saw memerintahkan para sahabat agar tetap tinggal di Hudaibiyah. Kaum
Muslim beristirahat di sana dengan harapan mereka dapat memasuki Mekah di waktu
pagi. Peristiwa itu bertepatan dengan bulan Haram. Mekah telah menetapkan agar
tak seorang pun dari kaum Muslim dapat memasukinya. Semua kaum Quraisy telah
keluar untuk memerangi kaum Muslim. Mereka mengutus utusan-utusan kepada Nabi
saw lalu beliau memberitahu mereka bahawa beliau tidak datang untuk berperang
namun beliau ingin melakukan umrah sebagai bentuk pujian dan syukur kepada
Allah SWT dan mengagumkan kemuliaan rumah-Nya yang suci. Mekah menetapkan untuk
melakukan perjanjian bersama kaum Muslim di mana mereka menginginkan agar
jangan sampai kaum Muslim memasuki Baitul Haram pada tahun ini kecuali setelah
mereka kembali pada tahun depan.
Datanglah juru runding kaum Quraisy lalu Rasul saw menyambutnya dan mendengarkan
ia menyampaikan syarat-syarat perjanjian yang intinya pelaksanaan perdamaian
dan penarikan mundur pasukan Muslim. Nabi saw menyetujui semua syarat-syarat
perjanjian meskipun tampak bahawa perjanjian tersebut tidak menguntungkan kaum
Muslim di mana itu dianggap sebagai titik kemunduran politik dan militer kaum
Muslim, dan yang menambah kebingungan kaum Muslim adalah bahawa Rasul saw tidak
melibatkan seseorang pun dari kalangan sahabatnya untuk bermusyawarah dalam hal
ini. Tidak biasanya beliau bersikap demikian. Para sahabat menyaksikan beliau
pergi menemui kaum musyrik dan bersikap sangat lembut kepada mereka, dan beliau
tidak kembali kecuali membawa berita persetujuan dengan perjanjian yang
ditandatangani orang-orang musyrik, dan beliau pun membubuhkan tanda tangan di
atasnya.
Para sahabat bergerak untuk menentang Rasulullah saw. Mereka bertanya
kepada beliau, "bukankah engkau utusan Allah SWT? Bukankah kita kaum
Muslim? Bukankah musuh-musuh kita kaum musyrik?" Nabi saw hanya mengiyakan
pertanyaan-pertanyaan tersebut. Umar bin Khatab kembali bertanya: "Mengapa
kita harus menerima penghinaan dalam agama kita?" Umar ingin mengungkapkan
sesuai dengan bahasa kita saat ini, "mengapa kita harus mundur kalau kita
berada di atas kebenaran? Mengapa kita menerima syarat-syarat perjanjian yang
justru menguntungkan kaum musyrik? Apakah kita takut terhadap mereka?"
Mendengar berbagai protes yang disampaikan para sahabatnya, Rasul saw
justru menyampaikan jawapan yang unik bagi mereka di mana beliau berkata:
"Aku adalah hamba Allah SWT dan Rasul-Nya dan aku tidak mungkin menentang
perintah-Nya dan Dia tidak mungkin akan menyia- nyiakan aku." Makna dari
kalimat beliau adalah, "taatilah apa yang telah aku lakukan tanpa perlu
memperdebatkannya dan hendaklah kalian sedikit bersabar."
Perjalanan hari menetapkan bahawa perjanjian yang menimbulkan pro dan
kontra di tengah-tengah sahabat itu justru membawa kemenangan politik paling
gemilang yang pernah dicapai oleh umat Islam. Kemenangan tersebut diperoleh
sebagai hasil dari kebijaksanaan sang Nabi saw yang mengalahkan kelihaian
politik kaum Quraisy. Kaum Quraisy telah memfokuskan semua kelihaian-nya agar
kaum Muslim kembali ke tempat mereka tanpa memasuki Masjidil Haram pada tahun
ini, namun hikmah Nabi saw justru mampu mencapai pengelihatan yang tidak dapat
dijangkau oleh kaum itu yang berkenaan dengan masa depan. Jika saat ini
perjanjian tersebut tampak membawa kekalahan bagi kaum Muslim, maka setelah
berlangsung beberapa bulan ia justru mendatangkan kemenangan yang spektakuler.
Suhail bin Amr adalah wakil dari delegasi kaum Quraisy dan Ali bin Abi
Thalib adalah juru tulis dalam perjanjian itu dari pihak Nabi saw. Rasulullah
saw berkata kepada Ali: "Tulislah dengan nama Allah Yang Maha Pengasih
lagi Maha Penyayang." Utusan Quraisy berkata, aku tidak mengenal ini. Tapi
tulislah dengan nama-Mu, ya Allah. Rasulullah saw berkata kepada Ali:
"Dengan nama-Mu, ya Allah." Sikap keras kepala utusan Quraisy itu
tidak bererti sama sekali kerana tidak ada perbezaan yang mencolok antara
dengan namamu Allah dan dengan nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha
Penyayang selain niat si pembicara.
Nabi saw berkata kepada Ali: "Ini adalah perundingan antara Muhammad
saw utusan Allah dan Suhail bin Amr." Mendengar itu dengan nada menentang
Suhail bin Amr berkata: "Seandainya aku bersaksi bahawa engkau adalah
utusan Allah nescaya aku tidak akan memerangimu, tetapi tulislah namamu dan
nama ayahmu." Nabi berkata kepada Ali tulislah: "Inilah kesepakatan
antara Muhammad bin Abdillah dan Suhail bin Amr."
Tampaknya itu adalah kemunduran yang kedua dan dengan pandangan yang
sekilas tampak menjatuhkan kaum Muslim tetapi Nabi saw ingin mewujudkan suatu
tujuan yang penting yaitu tujuan yang belum terungkap saat itu. Alhasil,
semuanya terjadi dengan ilham dari Allah SWT. Ali kembali menulis bahawa
Muhammad bin Abdillah dan Suhail bin Amr sama-sama sepakat untuk menghentikan
peperangan selama sepuluh tahun di mana hendaklah masing-masing mereka
memberikan keamanan terhadap sesama mereka. Namun jika terdapat di antara
orang-orang Quraisy seseorang yang masuk Islam lalu ia datang kepada Muhammad
saw tanpa izin walinya hendaklah kaum Muslim mengembalikannya kepada kaum
Quraisy. Sebaliknya, jika ada orang yang murtad dari sahabat Muhammad saw, maka
tidak ada keharusan bagi orang Quraisy untuk mengembalikannya kepada Nabi.
Syarat tersebut sangat menyakitkan kaum Muslim. Tampak bahawa orang-orang
Quraisy memaksakan kehendaknya dalam syarat-syarat perjanjian yang tidak adil
itu. Ali melanjutkan tulisannya, hendaklah Nabi saw pulang dari Mekah pada
tahun ini dan tidak memasukinya dan jika pada tahun depan orang-orang Quraisy
keluar darinya, maka beliau dapat memasukinya untuk melaksanakan umrah selama
tiga hari dan setelah itu beliau harus meninggalkannya. Pensyaratan tersebut
sangat merugikan kaum Muslim dan terkesan membingungkan.
Di tengah-tengah perjanjian tersebut terjadi suatu peristiwa yang menambah
penderitaan dan kebingungan Muslimin di mana anak dari juru runding Quraisy
meminta perlindungan kepada kaum Muslim. Ia masuk Islam dan ingin bergabung
dengan kelompok Islam namun ayahnya, Suhail segera bangkit menyusulnya bahkan
memukulnya dan mengembalikannya kepada kaumnya. Orang Mukalaf itu segera
berteriak dan meminta pertolongan kepada kaum Muslim agar mereka
menyelamatkannya dari kejahatan kaum Quraisy sehingga mereka tidak mengubah
agamanya. Rasulullah saw berbicara kepadanya dan meminta kepadanya untuk
bersabar dan tegar dalam menanggung penderitaan kerana Allah SWT akan
menjadikannya dan orang-orang yang sepertinya suatu jalan keluar dan
kelapangan.
Nabi memahamkannya bahawa beliau telah mengadakan suatu perjanjian dengan
kaum Quraisy dan bahawa kaum Muslim tidak mungkin melanggar perjanjian mereka.
Akhirnya, anak Muslim itu dikembalikan ke Mekah dalam keadaan terseksa.
Kemudian Selesailah penandatanganan perjanjian antara pihak kaum Muslim dan
pihak kaum musyrik. Setelah penandatanganan perjanjian itu, Rasulullah saw
memerintahkan para sahabatnya agar mereka memotong haiwan korban dan mencukur
rambut mereka (tahalul) dari umrah mereka dan kembali ke Madinah. Namun tak
seorang pun bangkit menyambut perintah tersebut, lalu beliau mengulangi
perintahnya ketiga kali. Di tengah-tengah kaum Muslim yang tampak membisu
kerana ketegangan dan kesedihan, beliau menyembelih unta dan memanggil tukang
cukurnya untuk mencukur rambutnya dan beliau tidak berbicara dengan seorang
pun. Ketika para sahabat mengetahui bahawa Nabi saw tampak marah dan telah
mendahului mereka dengan tahalul dari umrahnya, maka mereka bangkit untuk
menyembelih korban dan memotong rambut mereka.
Perjalanan hari menunjukkan bahawa perundingan tersebut tidak seperti yang
dibayangkan oleh kaum Muslim. Ia justru membawa kemenangan dan bukan kekalahan.
Persatuan kaum kafir di jazirah Arab mulai runtuh sejak mereka menandatangani
perjanjian itu. Kaum Quraisy di anggap sebagai pimpinan kaum kafir dan pembawa
bendera penentangan terhadap Islam, maka ketika tersebar berita perjanjian
mereka bersama kaum Muslim, maka padamlah fitnah-fitnah kaum munafik yang
bekerja untuk mereka dan bercerai-berailah kabilah-kabilah penyembah patung di
penjuru jazirah.
Saat aktiviti kaum Quraisy terhenti, maka kaum Muslim mengalami peningkatan
aktiviti di mana mereka berhasil menarik orang-orang yang masih memiliki
kemampuan untuk melihat kebenaran. Sejak dua tahun dari masa penandatanganan
perjanjian itu jumlah penganut Islam semakin bertambah lebih dari jumlah
sebelumnya. Bukti dari itu adalah, bahawa saat Rasul saw keluar ke Hudaibiyah
beliau ditemani dengan seribu empat ratus Muslim namun ketika beliau keluar
pada tahun penaklukan kota Mekah beliau disertai dengan sepuluh ribu Muslim.
Penaklukan kota Mekah terjadi setelah dua tahun dari perundingan tersebut.
Penambahan jumlah kaum Muslim yang luar biasa ini adalah dikeranakan hikmah
sang Nabi saw dan kejauhan pandangannya. Nabi saw keluar sebagai pemenang dalam
pergelutan politiknya, dan syarat-syarat yang tadinya merugikan kaum Muslim
kini telah berubah menjadi syarat- syarat yang merugikan kaum Quraisy. Barang
siapa murtad dari kaum Muslim dan pergi ke kaum Quraisy, maka hendaklah mereka
melindunginya kerana Allah SWT telah memampukan Islam darinya, dan barang siapa
yang masuk Islam dari kaum kafir dan pergi ke kaum Muslim, maka hendaklah
mereka mengembalikannya ke kaum Quraisy di mana ia tinggal di dalamnya sebagai
mata-mata dari pihak Islam atau ia dapat lari dari kaum Quraisy untuk
menyatukan kelompok yang bertikai dan ia dapat hidup laksana duri di
tengah-tengah kaum Quraisy.
Belum lama waktu berjalan sehingga kaum Quraisy mengutus utusannya kepada
Nabi saw dan mengharap kepada beliau agar melindungi orang Quraisy yang masuk
Islam daripada membiarkan mereka sebagai panah yang terbang menuju kaum
Quraisy. Demikianlah kaum Quraisy justru membatalkan syarat yang telah mereka
diktekan dan Nabi saw pun menerimanya dengan puas. Perundingan itu justru
menguatkan barisan Nabi saw.
Demikianlah Nabi saw terus menjalani mata rantai pergelutan yang tiada
henti-hentinya di mana kehidupan beliau yang peribadi sekali pun tidak sunyi
dari penderitaan. Nabi saw menikahi sembilan orang isteri. Perkahwinan beliau
dengan sembilan isteri tersebut merupakan keistimewaan peribadi yang hanya
beliau miliki kerana berhubungan dengan sebab-sebab dakwah Islam. Yaitu suatu
dakwah yang membolehkan para pengikutnya untuk menikahi empat orang isteri
dengan syarat jika yang bersangkutan mampu menciptakan keadilan di antara
mereka, dan ia menganjurkan untuk hanya puas dengan satu isteri jika seorang
Muslim khawatir tidak dapat berbuat adil.
Kaum orientalis dan musuh-musuh Islam mencuba untuk menghina Nabi dan
memujukkannya, dan salah satu cela yang mereka manfaatkan adalah perkahwinan
beliau dengan sembilan wanita. Kita mengetahui bahawa pernikahan-pernikahan
beliau terlaksana dengan sebab-sebab politik atau kemanusiaan yang berhubungan
dengan dakwah Islam. Dan yang terkenal dari sejarah Nabi saw adalah bahawa
beliau menikah dengan Sayidah Khadijah saat beliau berusia dua puluh lima tahun
dan Khadijah berusia empat puluh tahun. Semasa hidup Khadijah beliau tidak
menikahi isteri yang lain sampai Khadijah mencapai usia enam puluh lima tahun.
Saat Khadijah meninggal, Nabi berusia di atas lima puluh tahun. Beliau menikahi
Khadijah sebelum beliau diutus untuk menyebarkan Islam. Beliau tetap setia bersama
Khadijah sampai ia meninggal dan beliau diangkat menjadi Nabi. Namun beban
kenabian dan beratnya jihad, kasih sayangnya kepada manusia, pengorbanannya
terhadap Islam dan perintah Allah SWT semua itu memaksanya untuk menikah lebih
dari satu orang isteri sampai mencapai sembilan orang isteri. Perkahwinan
beliau dengan Aisyah yang saat itu masih belia merupakan usaha untuk menjalin
ikatan dengan Abu Bakar, ayah dari Aisyah dan perkahwinan beliau dengan Hafshah
meskipun ia sedikit kurang cantik merupakan usaha beliau untuk menjalin ikatan
dengan Umar, ayahnya. Beliau juga menikah dengan Ummu Salamah, janda dari
pemimpin pasukannya yang mati syahid di jalan Allah SWT dan wanita itu
merasakan penderitaan bersama beliau saat hijrah di Habasyah dan hijrah ke Madinah.
Ketika suaminya meninggal dan ia sendirian menghadapi berbagai persoalan
kehidupan, maka Nabi saw segera merangkulnya di rumah kenabian. Perkahwinan
beliau dengan Sawadah sebagai bentuk penghormatan terhadap keislaman wanita itu
dan kemuliaannya dari kaum lelaki serta kesendiriannya dalam menjalani
kehidupan.
Sementara itu, pernikahan beliau dengan Zainab bin Jahasy merupakan ujian
berat bagi beliau di mana perintah pernikahan itu datang dari Allah SWT untuk
mengharamkan suatu tradisi yang terkenal di kalangan jahiliah yaitu tradisi
adopsi. Zainab termasuk kerabat Rasul. Jadi ia termasuk dari kalangan bani
Hasyim. Ia merasa bangga dengan nasab yang dimilikinya yang kerananya ia
menolak ketika ditawari untuk menikah dengan Zaid bin Harisah, seorang budak
Nabi yang telah beliau bebaskan, bahkan nasabnya telah beliau nisbatkan kepada
dirinya dan beliau telah mengadopsinya sehingga ia dipanggil dengan sebutan
Zaid bin Muhammad. Namun Zainab akhirnya menyetujui pendapat Nabi dan perintah
Allah SWT sehingga ia menikah dengan Zaid:
"Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mukmin dan tidak pula bagi
perempuan yang mukmin, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu
ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan yang lain tentang urusan mereka. Dan
barang siapa menderhakai Allah dan Rasul-Nya, maka sungguh dia telah sesat
dengan kesesatan yang nyata. " (QS. al-Ahzab: 36)
Sejak semula tampak jelas bahawa pernikahan tersebut akan segera berakhir.
Zainab tidak menyukai Zaid dan Zaid pun bukan jenis lelaki yang mampu menahan
kehidupan bersama seorang wanita yang hatinya jauh darinya. Zaid datang kepada
Nabi saw guna mengadu kepada beliau dan meminta izin untuk menceraikan
isterinya. Allah SWT mewahyukan kepada Rasul-Nya agar membiarkan Zaid
menceraikan isterinya, lalu hendaklah beliau menikahinya. Nabi saw merasakan
kesulitan yang luar biasa dan beliau berbicara kepada Zaid agar ia terus
melangsungkan kehidupannya dan bersabar. Nabi saw membayangkan apa yang
dikatakan manusia kepadanya bahawa ia menikahi isteri dari anaknya tetapi apa
yang dikhuatirkan oleh Nabi saw justru merupakan sesuatu yang ingin dihapus
oleh Allah SWT. Zaid bukanlah anaknya dan dalam Islam tidak ada sistem adopsi.
Oleh kerana itu, Zaid dapat mencerai isterinya lalu Nabi dapat menikahi Zainab
untuk menetapkan apa yang diinginkan oleh Islam. Rasulullah saw mampu bersabar
dan menahan diri saat mendengar berbagai ocehan yang akan dikatakan oleh
manusia kepadanya. Ini bukanlah pengorbanan pertama dan terakhir yang beliau
persembahkan untuk Islam. Berkenaan dengan itu, Allah SWT berfirman:
"Dan (ingatlah), ketika kamu berkata kepada orang yang Allah telah
melimpahkan nikmat kepadanya dan kamu (juga) telah memberi nikmat kepadanya:
'Tahanlah terus isterimu dan bertakwalah kepada Allah,' sedang kamu
menyembunyikan di dalam hatimu apa yang Allah akan menyatakannya, dan kamu
takut kepada manusia, sedang Allah- lah yang lebih berhak kamu takuti. Maka
tatkala Zaid telah mengakhiri keperluan terhadap isterinya (menceraikannya),
Kami nikahkan kamu dengan dia supaya tidak ada keberatan bagi orang- orang
mukmin untuk (menikahi) isteri-isteri anak-anak angkat mereka, apabila
anak-anak angkat itu telah menyelesaikan keperluannya dari isterinya. Dan
adalah ketetapan Allah itu pasti terjadi. " (QS.
al-Ahzab: 37)
Pernikahan beliau dipenuhi dengan unsur politik dan usaha untuk menyebarkan
kebaikan dan rahmat serta penghormatan nilai-nilai yang tinggi dan
menggabungkannya di rumah kenabian. Sementara itu, Ummu Habibah binti Abu
Sofyan bin Harb, pemimpin Quraisy dalam memerangi Islam, berhijrah bersama
suaminya ke Habasyah.
Ia berhadapan dengan keterasingan dan kekhuatiran dalam membela agama Allah
SWT. Kemudian suaminya mati meninggalkannya sendirian dalam menjalani
kehidupan. Sikapnya yang mulia demi menegakkan ajaran Islam dan hanya menentang
ayahnya merupakan nilai lebih yang menyebabkan Rasulullah saw tertarik untuk
menggabungkannya di rumah kenabian.
Pada suatu hari, Abu Sofyan menemuinya saat ia telah menjadi isteri
Rasulullah saw. Abu Sofyan ingin duduk di atas tempat tidur Nabi lalu Ummu
Habibah berusaha menjauhkan tempat tidur itu dari ayahnya. Melihat sikap
anaknya itu, ayahnya bertanya kepadanya: "Apakah engkau mulai
membenciku?" Dengan penuh keberanian ia menjawab: "Ini adalah tempat
tidur Rasulullah saw dan engkau adalah seorang musyrik, maka engkau tidak boleh
menyentuhnya."
Adapun Shofiyah binti Huyay adalah anak seorang raja Yahudi. Sedangkan
Juwairiyah binti Haris, ayahnya seorang pemimpin kabilah Bani Musthaliq. Bani
Musthaliq menelan kekalahan saat berhadapan dengan kaum muslim lalu kedua anak
perempuan raja dan pemimpin kabilah itu jatuh menjadi tawanan. Pernikahan Nabi
dengan kedua wanita itu terkesan dipaksa oleh orang-orang yang kalah itu dan
sebagai ajakan agar kaum Muslim memperlakukan mereka dengan baik. Mula-mula
kaum Muslim menolak untuk bersikap lembut terhadap ipar-ipar Nabi, namun Nabi
dengan kelembutan sikapnya ingin menyingkap aspek kemanusiaan dalam
peperangannya dan beliau mengisyaratkan kepada kaum Muslim agar mereka
menunjukkan persaudaraan sesama manusia. Peperangan itu sendiri bukan sebagai
tujuan namun ia sebagai usaha mempertahankan Islam dan aspek tertinggi dari
Islam adalah rahmat dan cinta.
Jadi Nabi saw menikahi wanita-wanita dari orang-orang yang kalah itu dengan
maksud agar kebebasan dan kemuliaan kembali kepada keluarga mereka dan mereka
dapat masuk Islam secara puas dan sukarela. Kemudian beliau menikah dengan
Maryam al-Qibtiyah. Muqauqis telah memberikannya kepada Nabi sebagai budak di
mana itu merupakan simbol tali kasih yang diisyaratkan oleh Al-Qur'an antara
Islam dan Masihi dan sebagai bentuk hukum bagi kaum Muslim dengan dihalalkannya
pernikahan dengan wanita-wanita ahlul kitab.
Maryam memberikan anak kepada Nabi saw yang bernama Ibrahim, nama dari
datuknya, bapak para nabi. Namun Ibrahim tidak hidup lama. Ia meninggal saat
masih menyusu. Kematiannya merupakan ujian bagi Nabi dan sebagai isyarat dari
Ilahi bahawa pewaris-pewaris Rasul dari kaum lelaki adalah para pengikut
Al-Qur'an dan para pembawa Islam, bukan anak-anak dari sulbinya.
Salah jika ada orang yang membayangkan bahawa Rasul saw mempunyai banyak
waktu untuk mencari kesenangan meskipun halal. Kesenangan diperbolehkan bagi
orang lain namun beliau lebih memilih untuk merasakan penderitaan berjihad, menegakkan
hukum, dan kesabaran. Salah jika ada orang yang membayangkan bahawa Rasul saw
hidup di rumahnya dengan keadaan ekonomi yang lebih baik daripada orang yang
termiskin dari kalangan Muslim di zamannya.
Kehidupan beliau di rumahnya penuh dengan kezuhudan yang luar biasa
sehingga sebahagian isterinya mengeluhkan keadaan tersebut. Di antara mereka
ada yang berasal dari keluarga yang kaya seperti keluarga Abu Bakar atau
keluarga Umar bahkan sebahagian isterinya bersatu untuk meminta kepada beliau
agar beliau menambah nafkah mereka sehingga Nabi meninggalkan isteri-isterinya,
lalu tersebarlah isu yang menyatakan bahawa beliau telah menceraikan semua
isterinya. Kemudian turunlah ayat Takhyir (yaitu ayat yang memberikan pilihan
kepada isteri-isteri Nabi untuk tetap menjadi isteri beliau atau
diceraikannya). Turunlah Al- Qur'an al-Karim memberikan pilihan pada
isteri-isteri Nabi antara menjalani kehidupan di rumah kenabian dengan penuh
kesederhanaan atau menerima perceraian. Allah SWT berfirman:
"Hai Nabi, katakanlah kepada isteri-isterimu: 'Jika kamu sekalian
mengingini kehidupan dunia dan perhiasannya, maka marilah supaya kuberikan
kepadamu mut'ah dan aku ceraikan kamu dengan cara yang baik. Dan jika kamu
sekalian menghendaki (keridhaan) Allah dan Rasul-Nya serta (kesenangan) di
negeri akhirat, maka Sesungguhnya Allah menyediakan siapa yang berbuat baik di
antaramu pahala yang besar. " (QS. al-Ahzab: 28-29)
Selesailah fitnah. Demikianlah pergelutan di rumah Rasul saw. Akhirnya,
isteri-isteri beliau memilih kehidupan zuhud dan bersabar serta akhirat
daripada kehidupan dunia. Permintaan isteri-isteri nabi tidak melebihi hal-hal
yang bersifat mubah, namun Rasul saw merupakan teladan bagi seluruh umat,
kerana itu beliau harus menjadi teladan bagi umat sehingga beliau dapat menjadi
cermin tertinggi yang layak di emban oleh seorang yang memegang tampuk
kepemimpinan Muslimin. Allah SWT telah membalas pengorbanan isteri-isteri Nabi
saw dalam bentuk mengangkat kedudukan mereka dan menjadikan mereka sebagai ibu
dari kaum mukmin. Allah SWT berfirman:
"Nabi itu (hendaknya) lebih utama bagi orang-orang mukmin dari diri
mereka sendiri dan isteri-isterinya adalah ibu-ibu mereka." (QS. al-
Ahzab: 6)
Dan, sebagai penegasan terhadap keibuan spirituil ini, Islam mewajibkan
hijab yang teliti kepada mereka, yaitu suatu hijab yang tidak diperlakukan
seperti itu kepada Muslimah-Muslimah lain. Nabi saw melanjutkan dakwahnya.
Beliau mengirim surat ke raja-raja dan para penguasa di mana beliau ingin
menunjukkan universalitas ajaran Islam. Nabi saw mengajak Kaisar Romawi untuk
mengikuti Islam, lalu beliau mengirim utusan ke Amir Damaskus mengajaknya untuk
memeluk Islam, dan beliau mengutus utusan ke Amir Basrah bahagian dari wilayah
Romawi dan mengajaknya untuk mengikuti Islam, dan beliau juga mengirim surat ke
penguasa Qibti dan mengajaknya untuk masuk Islam, dan beliau juga menulis surat
ke Kisra, Raja Persia dan mengajaknya untuk mengikuti Islam. Beliau juga
mengirim utusan ke Amir Bahrain dan mengajaknya untuk mengikuti Islam.
Lalu berbagai reaksi disampaikan berkenaan dengan surat-surat Nabi itu. Di
antara mereka ada yang berusaha menyampaikan kepada pembawa surat bahawa ia
masuk Islam dan mengembalikannya dengan hadiah, dan di antara mereka ada yang
merobek-robek surat itu dan di antara mereka ada yang membalas surat itu dengan
jawapan yang baik, dan di antara mereka ada yang menerima kebenaran.
Demikianlah hari berlalu dalam pergelutan yang tidak pernah padam, suatu
pergelutan yang dipimpin oleh Nabi sehingga beliau menaklukkan Mekah dan
menyucikan jazirah Arab. Akhirnya, manusia masuk dalam agama Allah SWT dalam
keadaan berbondong-bondong, dan Allah SWT menyempurnakan agama bagi kaum Muslim
dan Nabi saw melaksanakan haji wada' (haji yang terakhir) dan turunlah kepada
beliau wahyu di Arafah sebagaimana firman-Nya:
"Pada hari ini telah Ku-sempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah
Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama
bagimu. " (QS. al-Maidah: 3)
Ayat tersebut dibacakan kepada Abu Bakar sehingga ia menangis. Allah SWT
merasa bahawa telah tiba waktunya untuk mengakhiri misi Rasul- Nya. Aisyah
berkata kepada anak-anak yang berteriak dan bermain-main di luar rumah:
"Diamlah kalian kerana Rasulullah saw sedang sakit." Anak- anak itu
pun terdiam dan mereka merasakan ketakutan yang luar biasa. Pada hari-hari
terakhir, Rasulullah saw tidak lagi bercanda dengan mereka sebagaimana yang
biasa beliau lakukan.
Mereka memperhatikan bahawa kepucatan yang aneh menyelimuti Nabi saw yang
biasanya wajah beliau dipenuhi dengan senyuman hingga wajahnya laksana
lempengan emas. Nabi saw yang terakhir masuk dalam rumahnya dan hampir saja
beliau tidak kuat menahan langkah kedua kakinya. Beliau memasuki rumahnya dan
bersandar kepada tangan Fadl bin Abbas dan Ali bin Abu Thalib. Beliau merasakan
keletihan dan kesakitan. Kemudian Aisyah menidurkan beliau di atas ranjangnya
yang kasar dan Aisyah meletakkan tangannya di atas kening beliau. Kepala beliau
tampak panas kerana saking hebatnya demam. Aisyah berkata dalam keadaan kedua
matanya mengucurkan air mata, "demi ayah dan ibuku, ya Rasulullah apakah
engkau merasakan sakit?" Nabi saw tersenyum untuk menenangkan Aisyah lalu
beliau tertidur. Kemudian mengalirlah dalam memori Nabi saw berbagai gambar
hidup: Jibril turun kepada beliau dengan membawa wahyu di gua Hira. Beliau
telah melewati waktu yang diberkati selama dua puluh tiga tahun, yang sekarang
tampak seperti mimpi. Bahkan empat puluh tahun yang mendahuluinya tampak seperti
gambar yang hanya dilukis sesaat.
Segala sesuatu menjadi mudah bagi Allah SWT dan Rasulullah saw telah
berhasil melalui berbagai penderitaan dengan penuh kesabaran, bahkan beliau
tidak pernah mengeluh sekali pun. Beliau mengajarkan akidah kepada para pengikutnya
dengan penuh kemantapan. Akhirnya, Islam menjadi mulia dan benderanya semakin
berkibar. Kemudian beliau bangun kerana melihat tangisan yang tersembunyi dari
Aisyah. Beliau membuka kedua matanya dan melihat wajah Aisyah sambil beliau
sendiri berusaha melawan rasa pusing, demam, dan sakit yang dirasakannya.
Beliau kembali tersenyum untuk menenangkan Aisyah dan beliau kembali memejamkan
matanya dan tidak sedarkan diri. Apa gerangan yang menyebabkan Aisyah menangis?
Tidakkah Allah SWT memahkotai jihad Nabi saw yang berat dengan penaklukan Mekah
dan penyucian Baitul Haram?
Berbagai gambar hidup dan aktual melayang-layang dalam memori Nabi saw.
Beliau mengingat bagaimana tindakan orang Quraisy ketika membantalkan
perjanjian Hudaibiyah dan mereka memerangi Khaza'ah yang saat itu bersekutu
dengan kaum Muslim dan akhirnya mereka membunuh semua sekutu kaum Muslim di
Baitul Haram. Kemudian beliau berjalan bersama pasukan yang berjumlah sepuluh
ribu di mana semua pasukan telah siap, dan tentera Muslim turun dari gunung
Mekah laksana air bah yang tidak berhenti sedikit pun. Telah lewatlah masa para
pembawa tombak, panah, dan pedang; telah lewatlah masa di mana Rasulullah saw
memimpin pasukan yang di dalamnya terdapat kaum Muhajirin dan Anshar. Di
tengah-tengah pasukan besar tersebut yang berhasil menaklukkan Mekah, Nabi saw
menunggangi untanya dan beliau menundukkan kepalanya dengan penuh rendah diri
di hadapan Allah SWT sampai-sampai kepalanya hampir menyentuh punggung unta
yang dinaiki. Pintu Mekah terbuka untuk pasukan ini.
Para pemimpin Mekah dan pengikut-pengikut mereka menyerahkan diri. Kalimat
Allah SWT semakin meninggi di dalamnya. Nabi saw memasuki Baitul Haram lalu
beliau berkeliling di sekitar Ka'bah. Beliau menghancurkan berbagai patung yang
berbaris di sekitarnya, lalu beliau memukulnya dengan kapaknya. Kemudian
patung-patung itu berjatuhan dan hancur. Setelah beliau membersihkan masjid
dari berbagai patung dan mengembalikannya sebagaimana yang diciptakan oleh
Allah SWT sebagai rumah tauhid yang mutlak, beliau menoleh kepada orang Quraisy
dan memaafkan mereka dan mengajak mereka untuk kembali ke jalan Allah SWT.
Kemudian tibalah waktu solat, lalu Bilal naik di atas punggung Ka'bah dan
mengumandangkan Azan. Penduduk Mekah mendengarkan panggilan baru ini di mana
gemanya berputar-putar di antara gunung:
"Allah Maha Besar. Aku bersaksi bahawa tiada Tuhan selain Allah. Aku
bersaksi bahawa Muhammad utusan Allah. Marilah melaksanakan solat. Marilah
menuju keberuntungan. Allah Maha Besar. Tiada Tuhan selain Allah."
Akhirnya, rumah itu dikembalikan kehormatannya dan kemuliaannya. Kemudian
lagi-lagi arus berbagai gambar terlintas dalam memorinya: itulah peperangan
Hunain dengan kekalahannya, kemenangannya, dan ganimahnya; Itulah Nabi saw yang
memberikan ganimah terhadap orang- orang yang bergabung dengan Islam hanya dua
hari dari penduduk Mekah, dan mencegah untuk memberi ganimah Hunaian kepada
kaum Anshar yang telah memberikan segalanya untuk Islam. Salah seorang di
antara mereka berkata: "Demi Allah, Rasulullah saw telah menemui
kaumnya." Sa'ad bin 'Ubadah berjalan ke arah Rasulullah saw dan
memberitahunya bahawa kaum Anshar sedang marah. Rasul saw bertanya:
"Mengapa marah?" Sa'ad menjawab: "Mereka protes saat engkau
membagikan ganimah ini pada kaummu dan pada seluruh orang Arab namun mereka
tidak mendapatkan apa-apa." Rasulullah saw bertanya kepada Sa'ad bin
Ubadah: "Kamu sendiri bagaimana pendapatmu wahai Sa'ad?" Sa'ad
berkata: "Aku tidak lain kecuali seseorang dari kaumku." Rasulullah
saw berkata: "Kumpulkanlah kepadaku kaummu untuk masalah yang penting ini
dan jika kalian telah berkumpul, maka beritahulah aku."
Sa'ad mengumpulkan seluruh kaum Anshar lalu ia memberitahu Rasul saw bahawa
ia telah mengumpulkan mereka. Rasulullah saw keluar menemui mereka dan berdiri
di hadapan mereka sambil memuji Allah SWT dan kemudian berkata: "Wahai
orang-orang Anshar, tidakkah aku datang kepada kalian saat kalian dalam keadaan
sesat lalu Allah SWT memberikan petunjuk kepada kalian, dan kalian menjadi
orang-orang yang fakir lalu Allah SWT memampukan kalian, dan kalian dalam
keadaan bermusuhan lalu Allah SWT menyatukan hati kalian?" Mereka
menjawab: "Benar." Rasulullah saw berkata: "Mengapa kalian tidak
menjawab wahai kaum Anshar?" Mereka berkata: "Apa yang kita akan
katakan wahai Rasulullah dan dengan apa kita akan menjawabnya. Sungguh segala
kurnia hanya milik Allah SWT dan Rasul-Nya."
Rasulullah saw berkata: "Demi Allah, seandainya kalian mahu nescaya
kalian akan mengatakan dan benar apa yang kalian katakan: Engkau datang kepada
kami sebagai seorang yang terusir, maka kami melingdungimu dan engkau datang
dalam keadaan miskin lalu kami menghiburmu dan engkau datang dalam keadaan
ketakutan lalu kami mengamankanmu dan engkau datang dalam keadaan teraniaya
lalu kami menolongmu." Mereka berkata: "Segala puji dan kurnia bagi
Allah SWT dan Rasul-Nya." Rasulullah saw berkata: "Wahai kaum Anshar,
apakah kalian akan marah terhadap harta yang telah aku berikan kepada suatu
kaum dengan harapan agar keimanan meresap dalam hati mereka dan kalian justru
melupakan kurnia yang telah Allah SWT berikan kepada kalian dalam bentuk nikmat
Islam. Tidakkah kalian wahai kaum Anshar merasa puas ketika manusia pergi untuk
melakukan perjalanan di musim dingin sedangkan kalian pergi dengan Rasulullah saw.
Maka demi Zat yang jiwaku di tangan-Nya, seandainya manusia melalui suatu jalan
dan kaum Anshar melalui jalan yang lain nescaya aku akan melalui jalan kaum
Anshar. Ya Allah, rahmatilah kaum Anshar dan anak-anak kaum Anshar dan cucu
kaum Anshar."
Mendengar doa itu, kaum tersebut menangis sehingga janggut mereka terbasahi
dengan air mata dan mereka berkata: "Kami rela dengan Allah SWT sebagai
Tuhan dan sangat puas dengan pembahagian Rasulullah saw." Kemudian Nabi
saw pun meninggalkan mereka dan mereka pergi dalam keadaan puas. Orang-orang
Anshar memahami bahawa Muslim yang hakiki di dunia adalah seorang yang datang
di dunia untuk memberi, bukan untuk mengambil. Nabi saw terbangun dan beliau
mendapati dirinya sendirian di kamar. Suhu tubuh beliau meningkat kerana demam,
lalu beliau memanggil Aisyah dan meminta kepadanya untuk membawa air yang dapat
digunakannya untuk mendinginkan tubuhnya. Aisyah mulai menuangkan air kepada
Rasulullah saw sampai demam beliau beransur- ansur sedikit menurun. Tampak bahawa
waktu berlalu cukup lambat dan berat. Sakit Rasulullah saw semakin meningkat.
Beliau mulai merasa bahawa tidak mampu lagi untuk solat bersama para
sahabat, lalu beliau memerintahkan Abu Bakar untuk solat bersama mereka. Pada
saat Nabi mengalami antara keadaan terjaga dan tidur, beliau selalu berfikir
apa gerangan yang belum disampaikannya kepada manusia. Beliau telah
menyampaikan segala sesuatu dan telah mengajari mereka segala sesuatu serta
telah meninggalkan sebuah Kitab yang siapa pun berpegangan dengannya ia tidak
akan sesat.
Rasul saw mulai mengantuk dan berbagai nostalgia terlintas di kepalanya.
Beliau melihat dirinya di haji Wada'. Selesailah perjanjian yang diberikan
kepada kaum musyrik dan mereka telah dilarang untuk memasuki Masjidil Haram dan
sekarang Nabi saw keluar sebagai pemimpin haji dan mengajari kaum Muslim cara
manasiknya. Rasulullah saw memperhatikan ribuan orang-orang yang bertauhid saat
mereka menuju Baitul Haram dalam keadaan memenuhi panggilan Tuhan dan tunduk
kepadanya. Mereka menghidupkan memori datuk mereka, Ibrahim Khalilullah. Nabi
saw berdiri dan berpidato di tengah-tengah keramaian itu. Nabi saw mulai
merasakan bahawa kehidupannya di dunia sebentar lagi akan berakhir. Beliau
mengetahui bahawa kafilah ini akan pergi sendirian dalam menjalani kehidupan.
Beliau kembali menanamkan nilai- nilai Islam dan wasiat dakwah di jalan Allah
SWT. Setelah berjuang selama dua puluh tiga tahun menegakkan agama Allah SWT,
beliau bertanya kepada mereka: "Apakah aku telah menyampaikan amanat Tuhan?"
Lalu manusia yang hadir saat itu menyatakan bahawa beliau benar-benar telah
menyampaikan dakwah. Beliau memanggil Mu'ad bin Jabal dan mengajarinya
bagaimana berdakwah kepada manusia di jalan Allah SWT dan bagaimana mengenalkan
agama kepada mereka.
Kemudian beliau berwasiat kepada Mu'ad saat ia menunggangi kenderaannya
sedangkan Rasulullah saw berjalan di sebelah untanya: "Sesungguhnya orang
yang paling utama di sisiku adalah orang-orang yang bertakwa, siapa pun mereka
dan di mana pun mereka." Nabi saw adalah rahmat bagi semua manusia dan
sebagai cermin yang tertinggi dari cermin persaudaraan dan kepatuhan. Beliau
menegakkan Al-Qur'an di tengah-tengah umat Islam namun beliau menolak segala
bentuk penampilan yang biasa melekat pada seorang penguasa atau raja atau
pemimpin apa pun. Beliau berkata kepada para sahabatnya: "Aku hanya
seorang hamba Allah SWT dan Rasul-Nya."
Beliau keluar menemui sekelompok sahabatnya lalu sebagai bentuk
penghormatan kepada beliau mereka berdiri. Kemudian beliau memerintahkan kepada
mereka agar tidak berdiri. Ketika beliau keluar untuk menemui
sahabat-sahabatnya dan murid-muridnya, maka beliau duduk bersama mereka di
tempat terakhir yang ditemukannya. Beliau sangat bersahabat dan ramah dengan
para sahabatnya, bahkan beliau bercanda dengan anak-anak mereka dan mendudukkan
mereka di ruangannya. Beliau memenuhi panggilan orang dewasa mahupun anak-
anak. Beliau membesuk orang-orang yang sakit meskipun berada di tempat yang
jauh. Beliau menerima alasan orang yang mempunyai uzur. Beliau mendahului orang
yang ditemuinya dengan salam bahkan beliau mendahului berjabat tangan dengan
para sahabatnya.
Ketika seseorang datang untuk menemuinya saat beliau solat, maka beliau
mempersingkat solatnya dan menanyakan keperluan orang itu. Setelah
menyelesaikan keperluan manusia, beliau kembali menyelesaikan solatnya. Beliau
selalu menebar senyum kepada kawan dan lawan dan memiliki keperibadian yang
paling baik. Ketika beliau berada di rumahnya, beliau melayani keluarganya.
Beliau mencuci bajunya. Beliau memperbaiki sandalnya dan memberi minum unta.
Beliau makan bersama pembantu. Beliau memenuhi kebutuhan orang yang lemah,
orang yang sedih, dan orang yang miskin. Bahkan kebaikan beliau dan kasih
sayangnya sampai pada tingkat di mana beliau membiarkan cucunya menaiki
punggungnya saat beliau sedang solat.
Kasih sayang beliau tidak hanya terbatas kepada manusia bahkan juga tertuju
pada binatang dan pohon. Beliau memberi makan binatang dengan tangannya sendiri
bahkan beliau pernah merawat anjing yang sakit. Beliau memerintahkan pasukan
Islam saat berperang demi menegakkan keadilan Islam agar mereka tidak membunuh
anak kecil, orang tua, kaum wanita dan hendaklah mereka tidak mencabut pohon
dan tidak pula merobohkan rumah.
Apa yang dibawa oleh Nabi saw bukan hanya suatu undang-undang yang mengatur
hubungan antara manusia dan manusia yang lain, dan apa yang dibawa oleh Nabi
saw bukan hanya berisi suatu sistem untuk meningkatkan kualiti kehidupan dan
kemajuannya, ini semua adalah hal relatif namun beliau datang dengan membawa
peradaban yang abadi yang mengatur hubungan antara manusia dan alam, dan
mengembalikan keserasian di alam wujud sehingga semua berjalan secara seimbang
dan mencapai kesempurnaan menuju Allah SWT. Meskipun pada titik terakhir dari kehidupannya,
beliau masih sibuk mengurus masa depan dakwah dan beliau sangat cemas terhadap
masa depan agama dan sangat peduli dengan masalah kaum Muslim. Beliau khawatir
suatu saat Islam hanya tinggal namanya namun hakikatnya telah lenyap. Namun
sebelum beliau meninggal, Allah SWT telah memperlihatkan kepada beliau sesuatu
yang membuat hati beliau menjadi tenang. Dan di hari Senin dari bulan Rabiul
Awal yang mulia, beliau kembali kepada Tuhannya dalam keadaan ridha dan
diridhai.
“Salam kepadamu ya Rasulullah dan kepada
keluarga serta sahabat yang setia bersamamu.”






0 Komentar:
Posting Komentar